Mohon tunggu...
Ngesti Setyo Moerni
Ngesti Setyo Moerni Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu Rumah Tangga

Berusaha mengurangi yang berakibat rusaknya lingkungan, dimulai dari diriku sendiri dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Buku “38 WIB-Wanita Indonesia Bisa" oleh Gaganawati Menginspirasi Pembaca

3 Agustus 2015   12:43 Diperbarui: 3 Agustus 2015   12:53 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Buku 38 WIB merupakan penyampaian pengalaman wanita sukses melalui perjuangannya yang tidak mudah dan berliku hingga membuat pembaca semakin penasaran bahkan ingin membolak-balik buku tersebut karena terjadi persamaan pengalaman perjalanan hidup dengan pembaca, mungkin hanya beda-beda keberuntungan, situasi dan terkadang pengalaman keberhasilan yang dihadapi secara langsung diperoleh dari perjalanan hidupnya yang panjang berakhir dengan happy Ending.

Ada manusia yang sukses karena faktor luck tanpa melalui proses ujian terlebih dahulu, ada yang diperolehnya juga secara kebetulan tetapi yang sangat nikmat adalah melalui proses ujian. Menapakinya memang terkadang sakit tetapi puas pada akhirnya, ada rasa lega yang amat. Memulai segala sesuatu dari nol merambat secara perlahan dengan goncangan hebat maupun dengan kerikil-kerikil kecil namun tajam yang dilaluinya. Hal inilah yang di sampaikan oleh Gaganawati untuk buku yang dibuatnya.

 Tiga puluh delapan wanita dari Negeri ini memiliki kisah masing-masing, ketika ada kemiripan kisah dengan pembaca, maka pembaca merasa tegar dalam menghadapi hal-hal yang terasa memberatkan, hingga ketika membaca kisah-kisah yang mirip sama, keluar ungkapan, ternyata diluar sana ada juga yang melakoni kehidupan seperti halnya dirinya hingga berujung pada kesuksesan atau minimal masalahnya dapat terurai.

 

Membaca 38 WIB semua pengalaman yang ada sangat bagus bisa dijadikan contoh dan penguat rasa, ada satu perjalanan hidup seorang wanita yang saya garis bawahi adalah kisah seorang Ibu, seorang nenek[Gennie] dari beberapa cucu dari empat putra-putrinya dan isteri seorang Pilot, Ibu Sri Sulastri biasa disapa mbak Ncul ini mengapa memilih menjadi petani didesa terpencil Pasir Datar dipucuk gunung Sukabumi dalam sepi jauh dari hingar bingar Ibukota? Ada apa? Apa yang kau cari? Jawabnya, cinta! mencintai sesuatu yaitu tanaman, sampai ke ubun-ubun, utamanya lagi prihatin atas perlakuan kepada petani-petani gurem yang berada disekitar tanah miliknya yang awalnya hanya 3000 meter. Petani yang tidak di uwongke oleh pemborong hasil tani, mendapat perlakuan tidak manusiawi oleh juragan-juragan tengkulak di desa, ketika panen tiba. Sri sulastri sangat amat prihatin dengan keadaan yang ada, harga panenan petani jika sedang jatuh tidak dapat untuk balik modal kerja.

Akhirnya Sri Sulastri membawa hasil panennya ke Pasar kramat jati Jakarta dengan kendaraan bak terbuka yang dikemudikan sendiri. Bukan main! Ini kiprah Srikandi Petani. Hal-hal semacam ini tidak ter ekspose oleh masyarakat, untung Gaganawati mengangkat dalam buku 38 Wanita Indonnesiia Bisa, jadi kita semua bisa mengetahui kiprah sebagian wanita Indonesia yang menjadi Srikandi-srikandi di bidangnya, maaf penulis sampai merinding ketika membaca. Janganlah kita sebagai wanita hanya bisa bergosip, jalan-jalan/hura-hura menghabiskan uang hasil kerja keras suami. Mari Wanita Indonesia Bisa.

 

 

Makna Suka dan kemauan

Setelah membaca lebih jauh ternyata suka dan kemauan mengalahkan segala-galanya, makna suka disini bisa menggetarkan hati yang dalam ketika misalnya, melihat tanaman-tanaman berwarna hijau subur, menikmati hasil jahit, masak, mendisain pakaian, mendisain rumah, apapun segala macam hasil yang menggetarkan itulah suka yang mendalam sambil mengasuh dan membesarkan anak-anak sebagai kodrat seorang Ibu.

Dengan dibarengi kemauan dan dipoles modal yang tidak membutuhkan dana milyaran maka yang ditekuni dan disukai akan menembus juga ke angka yang disebut diatas. Hal ini dilakoni oleh Sri Sulastri awalnya memiliki tiga ribu meter lahan pertanian, sekarang menjadi empat hektar dengan 12 belas pekerja. Ini merupakan kesuksesan yang luar biasa atas ketekunan seorang wanita yang sudah dipanggil Nenek [Gennie] untuk para cucunya.

Itulah makna kemauan dan suka terdapat pada diri petani cantik yang sudah menyelesaikan tugasnya membesarkan anak-anaknya yang kini sudah mempersembahan cucu yang lucu-lucu dan membahagyakan. Setelah keluarga ditunaikan Sulastri muda dapat menyalurkan hobi dan kesukaan yang sangat bermanfaat bagi orang banyak dan lingkungan itulah Ibu Sri Sulastri yang memiliki semangat tinggi dan sekarang meski usia sudah menggapai angka yang tidak muda lagi namun kegigihannya terus tetap muda. Silahkan mengikuti jejaknya.

 Semua yang ada di buku 38 Wanita Indonesia bisa sangat menginspirasi

Bukannya tiga puluh tujuh wanita lainnya yang ada dibuku tersebut tidak menarik perhatian saya, semua kisah wanita yang ditampilkan Gaganawati sangat menginspirasi, memiliki perjuangan yang berbeda. Seperti dari Kompasianer Aridha Prassetya yang dosen, Edrida Pulungan, S.Pd. S.S.M.HI. yang sibuk di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Jakarta, Maria H Sumitro,SE. yang sangat konsen pada lingkungan, Christie Damayanti, dan lainnya semua sangat menginspirasi. Termasuk Ibunda Gaganawati, Ibu Dwi Suharsini, SPd. kata bijak yang diberikan dalam tulisan dari pengalaman hidupnya adalah "tetaplah menjadi manusia yang kuat dan tabah dalam menjalani, ketika ditinggalkan anak-anak yang tinggal di luar negeri Karena anak hanyalah titipan Tuhan" Padahal ibu Dwi Suharsini ini memiliki anak banyak tetapi karier tetap berjalan.

Makanya silahkan baca 38 WIB ini ada senang, ceria dan ngregel nya, masing-masing memang keadaan yang sesungguhnya ketika manusia berada diBumi tercinta ini.

 

 

Gaganawati Stegmann yang energik

Penulis buku yang saat ini menetap di Jerman bersama suami dan tiga orang anaknya, juga tidak pernah bisa diam, banyak yang dilakukan, seperti contohnya ketika sekarang ini datang ke Tanah air sengaja tidak membawa anak-anaknya tercinta bukan untuk hura-hura dan foya-foya, tetapi dia punya misi dan rencana kerja yang sudah terprogram antara lain, bedah buku hasil karyanya di Gedung Kompas Gramedia di Studio Kompasiana, mengajar pada beberapa sekolah, memperdalam seni batik, kembali menjadi penyiar radio dan masih banyak lainnya sampai tiba pada akhir batas waktu liburan habis hingga harus kembali kepada keluarganya di Jerman, Gaganawati . . . . oh Gaganawati yang Energik, idealistik, lincah, ramah dan smart.

 

Selamat atas Bedah buku yang berjalan lancar

 

-Ngesti Setyo Moerni

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun