Mohon tunggu...
Kinanti Rizsa
Kinanti Rizsa Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Globalisasi: Payung Baru bagi Terorisme(?)

1 Mei 2017   18:07 Diperbarui: 1 Mei 2017   18:32 2806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

‘Terorisme’, seakan telah menjadi sebuah kata yang kerap mengahantui siapa saja. Berbagai tindakannyapun sangat sulit untuk diprediksi. Meski demikian, tak banyak yang mengerti apa itu. Sesungguhnya terorisme adalah tindakan yang melanggar hukum atau tindakan kekerasan yang mengancam peradaban, seringkali untuk mencapai tujuan politis, agama, atau tujuan lain  yang serupa. Sedangkan menurut dewan keamanan PBB terorisme adalah tindakan-tindakan kriminal, termasuk tindakan yang melawan orang sipil, yang dilakukan dengan maksud untuk menyebbkan kematian atau luka badan yang serius, atau tindakan penyanderaan dengan tujuan untuk memprovokasi keadaan terror di masyarakat umum, mengintimidasi penduduk atau memaksa pemerintah atau suatu organisasi internasional untuk berbuat sesuatu atau abstain terhadap tindakan tertentu, yang merupakan pelanggaran dalam lingkup dan seperti yang didefinisikan dalam protocol internasional mengenai terorisme, berada di bawah keadaan yang tidak dapat dinilai dengan pertimbangan politik, filosofis, ideology, rasial, etnik, agama tau sifat lain yang sama (Robert Jackson dan George Sorensen, 2014: 485 – 486).

Beberapa tahun terakhir ini banyak tindakan terorisme yang terjadi, yang dimana tindakannya lambat laun mulai beragam, dari tindakan penyerangan dan pengeboman pusat pemerintahan, pengeboman di tempat umum, penyerangan aparat kepolisian, bom bunuh diri, hingga tindakan konyol bom panci, yang terkadang menjadi bahan candaan oleh masyarakat. Berbagai tindakan para teroris tersebut sesungguhnya adalah teriakan mereka agar mereka di dengar dan diperhatikan. Mediapun menjadi sebuah jalan yang praktis untuk menyebar luaskan gambar selfiemereka ke seluruh dunia dengan bebasnya. Kebebasan inipun seakan dijadikan peluang bagi mereka para teroris untuk menyebarkan terror dan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Kemudian, muncul pertanyaan, siapa yang memberikan kebebasan itu? Maka jawabannya adalah ‘dunia’.

Bentuk kebebasan ini sesungguhnya sudah lama kita kenal sebagai globalisasi. ‘Globalisasi’ seakan menjadi sebuah kata yang tepat dalam menggambarkan fenomena dunia kontemporer, yang di mana masuknya masa pada millennium ketiga telah merubah sebagian besar tatanan dunia yang juga menimbulkan implikasi yang begitu kompleks (Budi Winarno, 2008: 16). Perubahan cepat yang dihasilkan oleh globalisasi ini juga menimbulkan sebuah fenomena yang kompleks, yang tidak hanya menyentuh negara tetapi juga seluruh kehidupan manusia (David Held, 1999). Globalisasi seakan ingin menguasai segalanya, seperti teknologi, ekonomi, kekuasaan, kekayaan bahkan agama, dengan cara kapitalisme, liberalisasi, universalisasi, westernisasi bahkan imperialisme. Hal ini pada akhirnya melahirkan kelompok-kelompok baru yang melakukan perlawanan atas rasa ketidaksukaan kondisi dunia saat ini dengan cara menimbulkan berbagai ketakutan dan terror, dengan dalih ingin memperbaiki dunia yang telah rusak.


Terorisme dan Globalisasi

Hubungan antara terorisme dan globalisasi ini sangatlah erat, bagaikan ibu dan anak. Globalisasi bagaikan ibu yang melahirkan terorisme dan membesarkannya, namun selayaknya tingkah laku sang anak, kerap kali ia membangkang dan melawan, tapi di sisi lainnya ia tetap berlindung di bawah naungan sang ibu. Hubungan yang erat ini tentunya mendukung terrorisme untuk terus berkembang, yang di mana setidaknya ada tiga faktor pendukung (Budi Winarno, 2014: 177 – 181). Pertama,perluasan transportasi udara, yang di mana hal ini tidak akan terlepas dari pengaruh globalisasi yang akan menyalurkan barang, modal bahkan manusia dengan cara yang cepat bagaikan faktor katalis, yakni berkembangnya media dan teknologi komunikasi dan rendahnya biaya transportasi. Kontribusi keduanya telah memberikan pengaruh yang signifikan pada perkembangan terorisme. Setelah para teroris memiliki paspor, maka mereka dapat dengan bebasnya berpergian ke berbagai negara baik untuk melancarkan terror di ataupun merekrut anggota baru. Sangatlah mudah bagi mereka untuk berpergian melalui jalur udara meski dipenjagaan terdapat pertanyaan ‘apakah anda pernah tergabung dalam kelompok radikal?’, mereka tidak akan sebodoh itu untuk menjawab ‘ya’.

Kedua,meluasnya terorisme di era globalisasi ini  disebabkan karena adanya kesamaan ideologi dan kepentingan. Globalisasi, seperti dikatakan di atas juga menyangkut kehidupan setiap manusia di dalamnya termasuk ideologi. Dengan didukung oleh keberadaan network society, para teroris yang memiliki ideologi yang sama di berbagai belahan dunia dapat terhubung dengan mudahnya tanpa ada yang mengganggu. Faktor yang satu ini juga membantu para teroris untuk menggalang simpati dengan cara menyebarkan video-video saat mereka bermain dengan senjata api di kepala seseorang atau foto-fotoselfie mereka yang kini telah tersebar luas. Terakhirialah coveragetelevisi yang juga memainkan peran dalam memperluas dunia dalam menyaksikan drama terorisme dalam menebarkan terror dan ancaman.

Namun, di balik faktor-faktor di atas, terdapat beberapa faktor lagi yang sebenarnya membuat globalisasi benar-benar melahirkan dan membesarkan terorisme. Pertama, permasalahan ekonomi. Globalisasi ekonomi tentu memiliki dampak yang baik bagi mereka yang kaya, namun tidak bagi mereka yang miskin, di mana mereka akan melakukan segala cara untuk menafkahi keluarga mereka termasuk bergabung dalam kelompok teroris. Mereka tidak memandang “pekerjaan” ini sebagai pekerjaan haram atau tidak benar, mereka malah menganggap inilah pekerjaan yang paling mulia karena membela apa yang mereka percayai dan memberantas yang mereka anggap salah, mengancam atau kafir. Mereka bahkan rela diperintah untuk melancarkan serangan bom bunuh diri dengan bayaran yang besar bagi keluarga mereka.

Kedua, psikologis, yang di mana dalam hal ini mereka bergabung ke dalam kelompok teroris dan melancarkan berbagai serangan terror dikarenakan mereka gila dan otak mereka mengalami ketidakseimbangan kandungan kimiawi yang menyebabkan berbagai gangguan terhadap pola berpikir dan berperilaku. Namun, kegilaan di sini juga dapat diartikan sebagai usaha pemberontakan terhadap otoritas dan kekuasaan sang ibu yang seakan kerap mengekang dan menekan mereka. Tekanan ini pada akhirnya membuat sang anakmencari alasan lain untuk dihargai atau bahkan terburuknya ialah balas dendam. Contohlah tindakan bom bunuh diri yang dilakukan oleh para teroris. Mereka melakukan bom bunuh diri karena sebelumnya ia merepresi keinginan untuk membunuh sesorang, karena dinilai telah kehilangan bentuk narsistik termasuk di dalamnya adalah harapan untuk melakukan balas dendam, adu kekuatan, hukuman, bersatu dengan mereka yang telah meninggal bahkan memperoleh kehidupan yang baru (Luh Ketut Suryani, Cokroda Bagus Jaya Lesmana,2008: 12). Terkadamg psikologis ini dikaitkan dengan fanatisme suatu keyakinan maupun kepercayaan yang dianut oleh tersangka teroris. Di mana hal ini pada akhirnya “menuduh” agama sebagai ibu tiri dari terorisme.

Pada akhirnya, globalisasi dan terorisme seakan saling mendukung satu dengan yang lainnya tetapi juga ingin saling menghancurkan. Globalisasi melahirkan dan membesarkan terorisme, namun globalisasi juga ingin memusnahkan terorisme tersebut, sedangkan terorisme memberontak dan ingin mengahncurkan globalisasi dengan menimbulkan berbagai terror, namun di sisi lainnya terorisme juga berlindung di bawah globalisasi demi kebebasan mereka bertindak. Padahal sejatinya, jika teroris menganggap globalisasi adalah kejahatan dan sebaliknya, maka tidak ada satupun di antara mereka yang seharusnya melawan dengan kejahatan pula. Jika kita mengharapkan suatu bentuk rasa aman, kita harusnya bertindak sebagai bagian dari komunitas global untuk membawa keamanan melalui sarana hukum secara kolektif.

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun