cerita sebelumnya:
http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2014/05/03/kontak-mata-di-cafe-650920.html
Sepulang dari cafe aku terus saja membincangkan pemuda yang telah menjalin kontak mata denganku, dan memang ini terasa tidak biasa. Meskipun realitasnya itu adalah hal yang sebenarnya biasa saja dan harusnya bisa berlalu begitu saja. Aku seakan tidak menerima kenyataan dan merasa tidak rela jika itu hanya akan menyisakan kisah yang baru mau dimulai tapi harus berakhir.
Sesampai di kamar, aku mencoba mencari-cari apapun tentang Aga, di google, bodoh juga sebenarnya, akan ada jutaan nama Aga tentunya di google tapi tetap saja kulakukan, dan hasilnya nihil. Akupun memutuskan untuk tidur.
Besoknya aku tidak lagi memikirkan tentang kontak mata di cafe, dan aku juga tidak lagi bersemangat membahasnya, atau berandai-andai dia akan datang lagi ke cafe, toh dia udah punya pacar ngapain juga dipikirin. Tiga hari berlalu sejak kontak mata itu terjadi, temanku mengadakan acara di cafe mas Ardi dan akupun turut datang, tepat tanggal 14 Februari, yang katanya hari Valentine acara puisi yang diadakan temanku berjalan lancar dan sangat banyak menyedot pengunjung. Sesekali aku teringat pemuda tinggi itu dan mencoba mencari-cari dalam ketidak yakinan sebetulnya, tapi siapa tau juga dia datang malam itu. Namun tak juga aku temukan sosok tinggi dalam kerumunan.
“ciee ada yang kemaren ditanyain tuhh” mas Ardi meledek saat aku datang
“hah ditanyain apaan mas ”
“Aga kemaren kesini, terus nanyain kamu, dia minta pinmu tuh tapi gak aku kasih”
Apaaaaaaaa!!!!!! Hahahahaha aku tertawa dalam hati antara girang, dan merasa menang. Tapi sebenernya antara percaya ga percaya sih, mas Ardi ini cukup meragukan dan takutnya cuma ngecengin. Tapi tetap saja pikiranku mulai ngelantur kemana-mana. Akupun mulai membayangkan apa yang terjadi setelah menjadi teman bbm apa kira-kira kata-kata yang dia berikan, kira-kira alay gak ya, bikin ilfill gak ya, ah sudahlah jadi asyik sendiri. Akupun kembali pada obrolan.
“nah kenapa ga dikasih”
“ya aku kan minta persetujuan dulu ”
“udah kasih aja hahaha” seruku yakin
Hari itu sorotan mata si pemuda tinggi cukup mendominasi pikiranku, namun aku tetap menikmati acara puisi yang diadakan oleh temanku yang selesai sampai tengah malam. Akupun pulang dan beristirahat.
Sabtu, 15 Februari
Setiap sabtu aku rutin mengisi accoustic night di salah satu cafe di kota Malang bersama bandku, hari itu ada kendala yakni drum yang biasa kita bawa untuk perform tidak bisa dibawa dan terpaksa aku meminjam Cajon pada mas Ardi yang biasa dipakai di cafenya. Malam hari aku mengambil Cajon bersama teman-teman bandku di cafe mas Ardi dan langsung menuju cafe tempat biasa aku bersama teman-temanku perform. Malam itu berjalan lancar saja tanpa drum dan digantikan dengan Cajon, dan tepat pukul 11 malam, kita selesai dan berniat segera mengembalikan Cajon milik mas Ardi. Sesampai didepan cafe mas Ardi aku turun dari mobil dan mengaba-aba drummerku untuk membawakan Cajon dan mengembalikan ketempatnya. Aku menghampiri meja kasir.
“mas Ardi makasi banyak ya Cajon nya sangat menolong disaat genting”
“eh ada orangnya ada orangnya” kata mas Ardi sambil bersik-bisik
“ha orang apa?” kataku bingung
Aku mengira orang yang dimaksud adalah orang yang punya Cajon atau apa, karena sebelumnya aku bilang makasih udah dipinjemi Cajon, dan aku langsung menoleh ke arah stage tempat drummerku menaruh Cajon, namun dalam perjalanan leherku menoleh ke arah stage aku justru menemukan pemandangan yang lebih menarik, ternyata ada si pemuda tinggi yang sedang menaruh gitar, aku paham maksud mas Ardi, pandanganku pun terhenti beberapa detik dan dia pun melakukan hal yang sama, kontak mata dahsyat itu kembali terjadi (ah lebay) tapi memang rasaya dahsyat banget. Bayangin aja rasanya dipandang sama orang yang terngiang-ngiang dipikiran dan bikin penasaran itu semriwiiiing, dunia serasa berjalan slow motion. Namun aku tak lama berada di awang-awang dan memutuskan untuk kembali ke realita, karena sadar teman bandku sudah menunggu di mobil, akupun langsung mengambil langkah sigap, menghampiri mas Ardi, dan membisikan kata-kata.
“mas aku buru-buru ngembaliin Cajon doang, kalo dia minta pin bb ku kasih aja ya, makasi banyak mas Cajonnya” akupun langsung berlalu pergi tanpa menoleh lagi pada si pemuda, biar bikin penasaran juga gitu maksudnya hehe.
Malamnya, aku tidak bisa langsung tidur padahal badan terasa pegal, aku terus memandang handphone, berharap ada notification dari Aga untuk meminta pertemanan di bbm, dan aku memutuskan mengalihkannya dengan membayangkan kontak mata pertamaku, sampai pada kontak mata yang tadi terjadi, hari itu dia terlihat berbeda dan lebih mempesona tentunya, dengan kemeja hitam dan jaket kulit hitam dilengkapi dengan boots semata kaki. Cukup singkat memang pandanganku, namun aku sudah dapat melihat dan mengingat dengan jelas apa yang dia kenakan saat itu. Aku membuyarkan lamunanku sendiri dan mengalihkan pandangan pada handphone ku, belum juga ada notification permintaan pertemanan.
Akupun akhirnya memutuskan untuk tidur karena sudah terlalu lelah, tanpa mengubah posisiku dengan handphone masih tergenggam. Saat sudah mulai tidur aku samar samar merasakan handphoneku bergetar tapi mata rasanya terlalu berat untuk melihat notification apa yang masuk.
bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H