Ketika Joko Widodo, menyatakan tuduhan Sontoloyo, yang dimaksud oleh Joko Widodo adalah para politisi yang berasal dari pihak Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, banyak masyarakat dan netizen dari banyak pihak malah berargumentasi dengan melihat kenyataan yang terjadi saat ini, bahwa sesungguhnya JOKO WIDODO-lah yang sontoloto itu.Â
Pernyataan Jokowi itu sesungguhnya terkena kemukanya sendiri. Akhirnya diakui oleh Jokowi bahwa pernyataan Sontoloyo itu adalah sebagai wujud kemarahannya kepada berbagai komentar dan tulisan yang disampaikan oleh banyak pihak dan termasuk pihak lawan politiknya Jokowi.
Memang Jokowi saat ini dalam kondisi galau dan sering marah marah dan untuk menutupinya, dia menuduhkan sikap marah-marahnya kepada pihak lain. Sebab kemarahan Jokowi adalah dari berbagai survey elektabilitas yang jujur dan fair, posisi Jokowi-MA sedang melorot tajam yang mengakibatkan banyak pihak sponsor kapitalis china yang mendukung JKW-MA pada saat ini penuh keraguan dan kegamangan.Â
Seterusnya berdampak kepada banyak sekali yang selama ini mendukung Jokowi-MA malah beralih sekarang mendukung Prabowo Subianto -- Sandiaga Uno terjadi diberbagai daerah (bisa dilihat dalam berbagai video yang beredar).
Kini, Joko Widodo kembali membuat pernyataan dan tuduhan blunder sebagai seorang Presiden yang bisa banyak mengundang kerecokan dan kedunguan diskusi baru didalam masyarakat yang membuang energi dan waktu. Pernyataan Joko Widodo pakai teks itu yang dituduhkan kepada pihak politisi lawan politiknya adalah "Genderuwo". Yaitu dimaksud oleh Jokowi dengan pernyataan politik yang suka menakut nakuti didalam masyarakat.
Genderuwo adalah sebuah istilah dalam bahasa Jawa yang SEBENARNYA menurut bahasa Indonesia "Genderuwo" adalah berarti penampakan "hantu yang menyerupai manusia yang tinggi besar dan berbulu tebal". Kata ini adalah merupakan bentuk penghinaan yang sangat buruk kepada siapapun.
Pertanyaan kita, siapa yang selama ini menakut nakuti didalam masyarakat ??? Tidakkah pemerintah bersama Kepolisian yang dimanfaatkan oleh kekuasaan bersama para preman sering sekali melakukan penangkapan dan persekusi baik terhadap para ulama dan tokoh masyarakat dengan dasar berbagai pengaduan dan asal tuduhan pelanggaran ITE dan ujaran kebencian (Hate speech). Pembakaran lambang Tauhid ummat Islam di Garut Jabar oleh pihak sipil berseragam yang meninggalkan dan menihilkan peran Kepolisian RI yang penindakannya oleh aparat penegak hukum sangat berpihak.Â
Semua ini adalah pelanggaran etika berdemokrasi didalam masyarakat. Demokrasi didalam masyarakat ingin dipadamkan oleh pemerintahan sekarang dengan berbagai pengaduan kepada Kepolisian RI dan lucunya Kepolisian juga mau menerima pengaduan tersebut (ditindak lanjuti), yang seharusnya secara logika tidak pantas untuk ditanggapi dan ditindak lanjuti pihak kepolisian (hanya buang waktu dan energi).Â
Yang menakutkan dalam masyarakat adalah tidak/belum tertangkapnya pelaku utama serta otak intelektual didalam kasus penyiraman mata saudara Novel Baswedan (anggota KPK). Sampai saat ini pelaku kelompok kejahatannya masih gentayangan dalam kehidupan masyarakat dan korban selanjutnya siapa lagi yang akan disiram dengan air keras ? Ini membuat rasa ketakutan dan kekhawatiran didalam masyarakat.Â
Selanjutnya yang membuat ketakutan dan kekhawatiran masyarakat adalah pernyataan Joko Widodo sebagai Presiden dalam pidato pakai teks didepan para relawan pendukung Jokowi di "Sentul International Convention Center" Bogor pada tanggal 4 Agustus 2018. Kalimat yang blunder dari Jokowi adalah ".... tapi kalau diajak berantem juga berani". Serta merta para yang hadir terdengar berteriak lawan.....lawan.... hantam.... hantam. Selengkapnya bagian pidato Jokowi yang antagonis itu adalah : "Nanti apabila masuk ke tahap kampanye, lakukan kampanye yang simpatik, tunjukkan diri kita adalah relawan yang bersahabat dengan semua golongan, jangan membangun permusuhan. Sekali lagi, jangan membangun permusuhan, jangan membangun ujaran-ujaran kebencian. Jangan membangun fitnah-fitnah, tidak usah suka mencela. Tidak usah suka menjelekkan orang lain, tapi kalau diajak berantem juga berani  ..... kalau diajak jangan takut". Kalimat ini sangat bisa untuk memicu munculnya tindak kekerasan dan membangun permusuhan didalam masyarakat, apalagi bila terjadi berhadapan dua kelompok massa yang berbeda pandangan politiknya. Apalagi kita saat ini berada didalam periode bulan bulan kampanye Pilpres dan Pilleg 2019.
Membaca semua atas data dan fakta, ternyata pihak yang bisa menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan serta bisa menimbulkan motivasi kekerasan didalam masyarakat itu adalah pihak yang mengawali propaganda dalam pidato yang menyebut kata "Sontoloyo" dan Genderuwo itu. Mari merenung untuk Indonesia yang lebih bermartabat. (Kinan Lambong)