Mohon tunggu...
Kinan Lambong
Kinan Lambong Mohon Tunggu... -

Waspada Neo Kapitalisme dan Serangan Asimetris. KORUPTOR, dihukum MATI saja.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Situasi Indonesia yang Semakin Mencemaskan?

3 Juni 2018   13:00 Diperbarui: 3 Juni 2018   14:07 2523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situasi terkini Indonesia, mencemaskan. (sumber photo : Amazine.co)

Bagaimana tidak cemas posisi hutang Indonesia saat ini sampai bulan Februari 2018 telah mencapai posisi utang luar negeri Indonesia tercatat mencapai USD 357,50 miliar atau setara dengan Rp 4.915 triliun (kurs USD 1=Rp 13.750) hingga Februari 2018. Utang ini terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar USD 183,4 miliar (Rp 2.521 triliun), serta utang swasta USD 174,2 miliar (Rp 2.394 triliun).

Pada sisi lain, kemampuan ekspor Nasional yang melemah dan mengecil sebagai pendukung Devisa Negara sehingga beban untuk membayar bunganya saja pertahun sudah sangat berat baik bagi Pemerintah maupun pihak Swasta.

Selanjutnya ancaman kenaikan harga minyak mentah yang sedang menerpa yang akan memicu kenaikan posisi harga energi BBM didalam negeri Indonesia.

Pada perdagangan kemarin Kamis (31/05/2018), harga dua jenis minyak dunia bergerak berlainan arah. Brent masih mampu ditutup menguat 0,12% ke US$77,59/barel, sementara lightsweet malah terkoreksi tajam sebesar 1,71% ke US$ 66,59/barel. Dalam APBN 2018 Pemerintah Indonesia telah menetapkan harga patokan minyak di level USD $.48 per barel.

Kenaikan harga minyak dunia ini bisa berdampak buruk kepada PT. Pertamina karena beban subsidi BBM pemerintah dibebankan kepada Pertamina. Jika terjadi kerugian Pertamina dari harga jual yang terpaksa naik, maka Pemerintah akan menalanginya sehingga menjadi beban APBN.

Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI) mencatat, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir April 2018 sebesar US$ 124,9 miliar. Itu berarti, cadangan devisa Indonesia turun US$ 1,1 miliar dari posisinya per akhir Maret 2018 yang sebesar US$ 126 miliar. 

Terjadinya penurunan cadangan devisa pada April 2018, terutama dipengaruhi oleh penggunaan devisa bagi kepentingan pembayaran utang dan bunga luar negeri pemerintah dan untuk upaya menyuntikkan dana bagi terwujudnya stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. Apalagi posisi nilai tukar rupiah terhadap USD $ 1 = Rp. 13.955,- yang baru saja mencapai titik lemahnya Rp. 14.200,-.

Dengan posisi cadangan devisa pada akhir April 2018 sebesar US$ 124,9 miliar, Artinya adalah "Posisi cadangan devisa tersebut adalah setara hanya untuk pembiayaan selama 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor serta pembayaran utang luar negeri Pemerintah".

Kenyataannya mau tidak mau Pemerintah terpaksa memangkas banyak Proyek Strategis Nasional (PSN) pada kuartal pertama 2018. Kali ini pemerintah menghentikan sementara 14 PSN. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan, beberapa proyek yang tidak akan dijalankan adalah kereta api Jambi Palembang, Rel Kereta Api Kalimantan Timur, Sistem Penyediaan Air Minum di Sumatera Utara, Bendungan Polesika di Sulawesi Tenggara, dan (Kawasan Ekonomi Khusus) Merauke. Proyek-proyek ini tidak dilanjutkan pembangunannya karena setelah dievaluasi tidak mengalami perkembangan yang signifikan.

"Dari data tersebut maka ada beberapa proyek yang tidak memenuhi syarat (kurang berkembang)," ujar Darmin di Istana Negara, Senin (16/4). Artinya beberapa PSN adalah memiliki masalah sejak dari awalnya.

Kinerja perekonomian Nasional pada triwulan I 2018 ini masih ditandai dengan merosotnya daya beli masyarakat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV 2017, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,1%. Sedangkan pada triwulan I 2018 turun menjadi 5,06%. Fakta ini disampaikan salah seorang Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan pada, Selasa (22/5). 

Salah satu indikator perlemahan tersebut dapat dilihat dari penurunan sektor ritel sebesar 5 persen. Itu berarti ada tekanan distorsi pada konsumsi rumah tangga. Adanya distorsi konsumsi rumah tangga, menandakan bahwa pertumbuhan ekonomi cenderung akan turun. "Karena, lebih dari 50% sumber pertumbuhan ekonomi Nasional dikontribusi oleh konsumsi rumah tangga".

Bahkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 tentang pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan oleh Pemerintahan Joko Widodo seperti membangun ekonomi sampai triwulan I 2018 ternyata masih belum tercapai. Daya beli rakyat seolah diberangus secara cepat ketika pemerintahan sekarang baru berkuasa sepuluh hari. 

Akibatnya pertumbuhan konsumsi masyarakat berjalan tersendat sangat lamban. Kita sebenarnya sungguh sangat prihatin saat ini, semakin banyak saja masyarakat Indonesia pada tingkat ekonomi bawah yang sangat berat untuk membeli beras apalagi tambahan lauk pauknya. Bagaimana dengan tingkat kesehatan keluarga mereka ? Belum ditambah dengan biaya transportasi yang semakin tidak terjangkau oleh rakyat kebanyakan. Artinya kemampuan produktifitas rakyat semakin terpuruk karena jangkauan radius marketing usaha rakyat semakin pendek.

Menjelang Pilkada 2018 dan Pilpres 2019, beban Pemerintah akan semakin memberat karena adanya dana politik yang bisa sangat mahal harus dikeluarkan baik oleh Pemerintah dan pihak Swasta. Hal ini akan semakin memperparah kondisi perekonomian Nasional dalam tahun politik ini. Apakah manajemen Pemerintahan ini bisa melampaui dan menjawab tantangan situasi dan kondisi beban ekonomi yang semakin memberat ini, kita saksikan saja dalam beberapa bulan mendatang ini. (Kinan Lambong)

Sumber tulisan : A.B.C.  D.E.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun