Mohon tunggu...
Kimy
Kimy Mohon Tunggu... Lainnya - Travellover

Seorang pecinta traveling yang sedang belajar menjalani gaya hidup frugal living. My blog : Jalan-jalan Kimy

Selanjutnya

Tutup

Diary

Perasaan Seorang Jomblo ketika Teman Berbuat Ini

23 November 2022   08:16 Diperbarui: 23 November 2022   08:20 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Setiap orang pasti mendambakan dapat segera bertemu dengan belahan jiwanya dan melangkah ke jenjang pernikahan, kemudian membentuk keluarga yang bahagia bersama pasangan dan anak-anak tercinta. Namun kenyataannya, tidak semua orang memiliki takdir 'cepat ketemu jodoh', sehingga mereka harus bersabar melalui masa lajang dalam kurun waktu yang relatif lama.

Sering dianggap santai dan selalu happy, inilah sebenarnya perasaan para jomblo berdasarkan pengalaman pribadi penulis (eheemm..) :


1. Merasa awkward dalam acara bertema keluarga

Mendapat undangan ke pernikahan kerabat, acara keluarga besar, atau acara family gathering yang diadakan kantor adalah momen menggelisahkan bagi jombloers. "Nanti aku datang sama siapa ya?", adalah pertanyaan yang sering  berkecamuk dalam hati. Mungkin telinga sudah kebal dengan pertanyaan tante-tante kepo tentang "Mana gandengannya?". Namun rasa awkward saat duduk sendirian di tengah acara yang dipenuhi oleh orang-orang berpasangan adalah perasaan paling ngenes yang dirasakan jombloers.

2. Orang paling gak banyak urusan

Hal ini biasanya terjadi dalam dunia pekerjaan, dimana tidak jarang seorang jomblo mendapat tugas atau waktu lembur lebih banyak dibanding karyawan lain yang selevel dengannya namun sudah berkeluarga. Atau ketika jombloers hendak pulang kantor lebih cepat, ada saja yang iseng berkomentar "Ngapain sih buru-buru pulang, di rumah juga gak ada yang nungguin".
Seandainya sedikit saja orang mau berpikiran lebih luas, bahwa urusan hidup seseorang tidak hanya sebatas mengurusi rumah tangga. Banyak hal lain yang perlu diurus, bahkan meluangkan waktu santai dan istirahat untuk diri sendiri juga merupakan urusan hidup yang berhak dirasakan seorang jomblo.

3. Kami hanya belum menikah, bukan sebatang kara

Lagi-lagi perkara sudut pandang dan keluasan berpikir. Orang-orang yang sudah menikah boleh saja menganggap bahwa keluarga adalah pasangan dan anak-anak mereka di rumah. Lalu bagaimana dengan jombloers ? Apakah mereka yang masih melajang itu berarti tidak memiliki keluarga dan hidup sebatang kara di dunia ini ? Jombloers juga memiliki keluarga. Orang tua dan saudara dekat mereka adalah keluarga mereka. Bukankah arti dari keluarga adalah orang-orang terdekat dalam hidup dan hati kita ?

4. Mikirin diri sendiri

"Ah kamu mah enak cuma mikirin diri sendiri", komentar seperti itu cukup sering didengar oleh penulis, terutama ketika terkait dengan hal-hal mengambil keputusan atau melakukan sesuatu yang memerlukan persiapan matang. Kenyataannya, seorang jomblo sebenarnya juga mengharapkan ada seseorang yang bisa diajak berdiskusi saat memikirkan suatu hal yang dirasa penting, dan senantiasa akan menemaninya menjalani sebuah keputusan. Namun karena tidak memiliki pasangan, tidak ada pilihan lain bagi jombloers selain mengandalkan pada kepercayaan dan keyakinan diri sendiri untuk mengambil keputusan, berpikir dengan cara dan sudut pandangnya sendiri, yang tentunya juga akan berdampak pada menghadapi resikonya seorang diri.

5. Kasta terendah

Kasta tertinggi tentu saja adalah Emak-emak, yang terklasifikasi (dan sering mengklasifikan diri) sebagai makhluk Tuhan paling super power di muka bumi, karena mereka memiliki dan telah menjalani sangat banyak hal yang mungkin masih belum dimiliki jombloers. Tidak jarang dalam suatu obrolan bareng teman-teman mereka saling 'memamerkan' ke-super power-an satu sama lain. Mendengar cerita-cerita itu, jujurly sebagai seorang jomblo saya sering merasa minder dan merasa berada di kasta paling rendah serta kaum minoritas karena kedikdayaan saya belum teruji sehebat para Emak-emak itu. Padahal ya mungkin sebenarnya saya tidak kalah hebat juga jika dibandingkan dengan orang-orang selevel dan sestatus saya. Istilah kerennya 'Comparing apple to apple'.

6. "Kapan nikah? Jangan kelamaan"

Banyak alasan seseorang masih terlihat betah melajang sampai kurun waktu yang relatif lama. Ada yang terkait tentang perasaan (trauma masa lalu, kepercayaan diri), ada juga yang memiliki prinsip hidup (belum akan menikah kalau belum meraih hal yang ditargetkan), dan lain sebagainya. Mungkin yang tampak dalam pandangan orang lain, jombloers terkesan terlalu santai dan tidak memiliki niat untuk menikah. Namun ketahuilah bahwa pada dasarnya naluri setiap orang pasti ingin hidup bahagia bersama belahan jiwanya. Kecemasan pada pikiran siapa yang akan menjadi belahan jiwa pasti sedikit banyak tersirat dalam hati jombloers. Hanya saja 'alasan-alasan' dari dalam diri jombloers tersebut serta belum adanya seseorang yang dirasa mampu menggedor pintu hati, menjadikan seorang jomblo harus mampu memberi kesan pada orang-orang sekitar bahwa mereka dapat menjalani hidup dengan santai meski belum memiliki pasangan. Percayalah, saat datang seseorang yang bisa membuatnya merasa nyaman, semua 'alasan' dan prinsip hidup tadi akan runtuh seketika.

7. Kurang peka

Terlalu lama melajang terkadang secara tidak sadar sedikit banyak mengubah tingkat ke-empati- seorang jomblo. Berbeda dari orang-orang yang sama-sama sudah berstatus menikah yang akan saling paham, adakalanya jombloers terkesan cuek dan kurang memahami jika ada obrolan bertema keluarga, anak, dan rumah tangga. Tidak jarang hal tersebut memberi kesan jombloers seperti kurang peka, kurang berempati, dan berhati dingin. Padahal, mereka hanya belum paham.

Well, itulah sekelumit artikel curahan hati dari Penulis tentang hal-hal apa saja yang sebenarnya dirasakan oleh seorang jomblo. Jomblo juga manusia normal, hanya saja terkadang lingkungan dan budaya di Republik ini melihatnya seperti sebuah anomali. Bagi seorang jomblo, status kesendiriannya bisa terasa berkali-kali lipat lebih 'ngenes' apabila orang-orang di sekitarnya membuatnya merasa terkucil atau malah terintimidasi.


Apakah diantara readers sekalian ada yang memiliki pengalaman serupa dengan Penulis ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun