Mohon tunggu...
Kimura Patar Tamba
Kimura Patar Tamba Mohon Tunggu... -

Merindukan Pendidikannya Manusia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menulis, Bergerilya Sepanjang Jaman

12 November 2013   11:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:16 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun ? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari." (Pramoedya Ananta Toer,Anak Semua Bangsa).

Hari ini seorang teman menandai saya pada sebuah tulisan di jejaring sosial facebook. Teman ini memang sangat aktif menulis. Dia menulis bukan karena “hobi” menulis, tetapi karena ada sesuatu yang mengganjal di bagian tubuh dekat jantungnya –tepat di hatinya. Hatinya terganjal, tangannya menulis.

Tulisan itu diberinya judul, “Guru, Menulis yuk!” Dari judulnya saja kita bisa langsung tahu bahwa teman ini mengajak kita untuk menulis. Tepatnya mengajak guru untuk menulis. Menulis untuk melakukan perubahan.

Untuk melakukan dan mengabadikan perubahan kita bisa lakukan dengan menulis. Ya, dengan menulis! Apakah perubahan hanya bisa dilakukan dengan menulis? Jawabannya tentu TIDAK. Amerika Serikat mengubah (bahkan mungkin menghentikan) jalannya perang dunia (bahkan wajah dunia) dengan bom atom yang dilempar ke Hirosima dan Nagasaki. Perubahan juga bisa dilakukan dengan senjata bahkan dengan orasi atau pun demonstrasi. Tapi menulis itu beda!

Menulis itu memang beda. Menulis itu ibarat bergerilya dengan senyap. Kita tidak harus “menyerang musuh” dengan letusan-letusan, atau hentakan yang mengejutkan. Kita cukup menuliskan apa yang dapat membuat tidurnya tidak nyenyak. Menuliskan apa yang membuat hatinya terus berdenyut resah. Dan manusia itu tidak bisa membohongi hatinya. Dia tidak bisa menukar kedamaian hatinya dengan hal lain, kecuali apa yang membuat hati itu resah.

Bergerilya Sepanjang Jaman.

Dan inilah yang membuat menulis itu semakin berbeda, karena dengan menulis kita tidak hanya bergerilya pada kurun waktu tertentu saja. Kita bergerilya melintasi jaman, melintasi generasi. Kita menulis sekarang, tetapi kita bisa ikut bergerilya di jaman yang akan datang. Bukankah Soekarno masih ikut berjuang dengan kita saat ini,saat setiap perjuangan, kita terus “mengutip” goretan penanya? Saat mimpi-mimpinya berpadu dengan mimpi kita! Saat tulisannya terus membangunkan tidur kita.

Itulah yang membuat menulis itu beda. Karena dengan menulis, kita terus bergrilya melintasi jaman. Suara kita takkan lenyap ditelan jaman. Takkan bisu di jaman depan. Ya, kita akan terus bergerilya jauh, jauh, jauh di kemudian hari.

Dan kalau kita yakin bahwa yang kita perjuangkan adalah perjuangan yang abadi, haruslah kita menulis! Sehingga perjuangan itu tidak lenyap oleh jaman. Tidak lenyap oleh kebisuan pemimpin. Perjuangan kita melintasi jaman, membangunkan anak-cucu, dan melebur dengan semua mimpi lintas generasi.

Terlebih di pendidikan. Bergerilya dengan “pena”–menulis– membuat perjuangan kita abadi. Tulisan itu tidak hanya akan menohok tepat dihati pemimpin sekarang tetapi juga menghilhami perjuangan pendidikan di kemudian hari. Seperti Kartini yang terus mengilhami pendidikan bagi semua orang, Ki Hajar Dewantara yang terus mendasari perjuangan pendidikan meski hayat tidak lagi dikandung badan.

Mengertilah kita, mengapa setiap yang bergerilya dengan menulis lebih disayangi dari yang lain. Karena mereka menulis! Dan tepatlah ajakan “Guru, Menulis yuk!”  dari teman di atas tadi untuk kita sanggupi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun