Mohon tunggu...
Kimura Patar Tamba
Kimura Patar Tamba Mohon Tunggu... -

Merindukan Pendidikannya Manusia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah itu Bukan Candu!

12 November 2013   11:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:16 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia pernah dikejutkan oleh seorang filsuf pasalnya satu kalimat yang ia ucapkan, “Agama itu candu”. Lalu setiap orang yang menganggap diri beragama atau bahkan agama telah mendarah daging pada dirinya sejenak terperangah. Ada yang “marah-marah” dan menolak mentah-mentah, ada juga yang duduk lalu membuat kalimat itu menjadi cermin baginya dan bagi masyarakat dimana ia berada. Dan ada juga yang  menelan “mentah-mentah” kalimat itu lalu meninggalkan agamanya menjadi kenangan.

Agama dianggap candu oleh sang filsuf, yang membius masyarakat. Yang dijadikan “penenang” dari hebatnya tekanan hidup. Ya, candu mempunyai dampak membius. Mengalihkan perhatian setiap orang yang kena candu dari suatu permasalahan.

Lalu bagaimana jika seorang berkata, “Sekolah itu Candu”? Kalimat ini menohok hati setiap orang yang bersekolah untuk menghela nafas sejenak. Apakah memang “Sekolah itu Candu”? Yang hanya membius masyarakat. Jangan dulu kita ambil kuda-kuda lalu bermarah-marahan. Bisa saja kalimat ini benar adanya. Jika sekolah terus saja menjadi tempat berkembang biak “ketakterdidikan”, namun tetap seja kita terus pergi bersekolah dengan alasan supaya “terdidik”, bukankah itu candu?

Kalau saja yang terjadi sekarang terus terjadi. Dimana ada kebijakan di sekolah yang terus menelurkan kebohongan, lalu terus saja kita bersekolah demi belajar kejujuran. Dan pemerintah,pemilik sekolah dan guru terus saja mengerjakan kebijakan itu. Bukankah itu artinya kita candu bersekolah?

Lalu terus sajalah kita mendesak bahwa anak-anak harus di sekolah seharian, sementara kita terus meminta ayah-ibu untuk mendidiknya. Bukankah itu artinya kita membuat sekolah menjadi candu? Dan akhirnya anak pun candu bersekolah.

Apakah memang kita telah melebih-lebihkan sekolah? Membuatnya satu-satunya tempat belajar. Hingga abailah kita akan taman-taman di tengah kota yang juga menawarkan pembelajaran. Yang membuat cuek setiap orang tua akan sikapnya di rumah pada anak.

Apakah sekolah tercipta sebagai candu? Atau kitalah yang membuatnya menjadi candu. Bisa saja ini yang paling mungkin. Kita telah membuatnya jadi candu!

Mungkin kita harus ingat lagi bahwa sekolah itu berasal dari kata schola (Latin) yang artinya “waktu senggang”. Dengan demikian membuat kita sesadar-sadarnya, sekolah itu ya schola –waktu luang–bukan satu-satunya tempat anak menghabiskan waktu. Sekolah itu ya sekolah—waktu luang—bukan satu-satunya tempat anak belajar.

Dan sampai sekarang aku masih percaya sekolah harus tetap ada. Karena aku masih melihat ada orang yang datang ke sekolah bukan karena candu. Masih ada guru yang datang ke sekolah bukan untuk memuaskan "candu mengajar"-nya. Dan masih ada orang tua yang tidak candu "menitipkan" anaknya bersekolah. Dan bagi mereka inilah: Sekolah itu Bukan Candu!

Bandung, 11/07/2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun