Mohon tunggu...
Radityo Sindhu Nugroho
Radityo Sindhu Nugroho Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

saya adalah siswa sma kolese kanisius

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita-cerita yang Menemani Langkah Kita

21 November 2024   20:50 Diperbarui: 21 November 2024   21:03 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada kalanya kita berjalan tanpa arah, menyusuri jalanan kota yang padat atau lorong desa yang sunyi. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak dan mencoba melihat apa yang sebenarnya terjadi di sana? Bukan sekadar kendaraan lewat atau deru klakson. Jalanan sesungguhnya penuh cerita, penuh warna, dan penuh kejadian yang sering luput dari perhatian kita. Artikel ini mengajak kita melihat jalanan dari sudut pandang berbeda, sebagai kanvas kehidupan di mana cerita manusia tercetak di sana.

Jalanan Adalah Teater Terbuka

Jalanan adalah tempat di mana drama kehidupan berlangsung. Seperti panggung teater, ada pemeran utama dan figuran, adegan penuh tawa, dan momen haru. Setiap hari, jalanan menampilkan kisah baru. Pedagang kaki lima yang setia menata lapaknya di pojok trotoar adalah aktor yang tidak pernah absen. Ia selalu datang tepat waktu, berharap bisa menjual dagangannya demi kehidupan lebih baik. Di sudut lain, seorang anak kecil dengan senyum polos bermain petak umpet bersama teman-temannya. Bagi mereka, jalanan adalah taman bermain yang luas.

Tidak hanya manusia yang mengambil peran di panggung jalanan. Hewan liar seperti kucing dan anjing juga memainkan perannya. Seekor kucing duduk tenang di bawah mobil mungkin sedang menunggu waktu yang tepat untuk menyerang mangsa atau sekadar mencari kehangatan. Pohon-pohon tua yang berdiri di sepanjang jalan menjadi saksi bisu dari peristiwa yang terjadi, mungkin sudah berpuluh tahun menyaksikan perubahan zaman dan arus manusia yang tak pernah berhenti.

Cerita di Balik Pedagang Kaki Lima

Di pinggir jalan, pedagang kaki lima adalah wajah yang akrab. Mereka menawarkan berbagai makanan dan minuman, dari gorengan hingga es kelapa. Namun, di balik senyum ramah mereka, tersimpan cerita perjuangan. Ibu Siti, pedagang gorengan di dekat stasiun, setiap pagi bangun pukul tiga untuk mempersiapkan dagangannya. Ia mengupas singkong, mengaduk adonan, hingga menggoreng dengan penuh kesabaran. Dengan menjual gorengan seribu rupiah, ia berharap bisa menyekolahkan anak-anaknya. Baginya, jalanan adalah tempat menggantungkan harapan.

Ada juga Pak Andi, penjual kopi keliling dengan sepeda tuanya. Ia sudah berjualan kopi selama lebih dari sepuluh tahun, mengenal hampir semua orang di jalanan itu, dari satpam hingga sopir ojek online. Jalanan baginya bukan hanya tempat mencari nafkah, tapi juga tempat menjalin persahabatan. Dengan secangkir kopi, Pak Andi menghangatkan pagi banyak orang, termasuk dirinya sendiri. Setiap hari, ia membawa cerita-cerita baru untuk dibagi bersama pelanggan setianya.

Lalu Lintas Perasaan

Tidak hanya kendaraan dan manusia yang berlalu lalang, perasaan pun ikut bergerak. Jalanan sering kali menjadi tempat di mana emosi manusia mencuat. Ada senyum bahagia dari pasangan yang berjalan beriringan, ada tangis kecil dari anak yang terjatuh, kemarahan pengemudi yang disalip sembarangan, dan wajah cemas ibu yang menyeberang sambil menggandeng anaknya. Semua emosi ini berpadu, membentuk lalu lintas perasaan yang tak kalah ramai dari kendaraan di jalan.

Jalanan juga menjadi saksi pertemuan dan perpisahan. Di halte bus, dua sahabat mungkin sedang berpisah setelah menghabiskan waktu bersama. Di sisi lain, ada orang tua yang menunggu anaknya pulang sekolah. Jalanan mempertemukan orang-orang yang tak saling kenal, bahkan mungkin tak pernah menyapa, namun berbagi ruang dan waktu yang sama. Ada keindahan dalam kesendirian yang saling bertemu di jalanan. Kita mungkin tidak tahu nama mereka, tapi kita sama-sama merasakan betapa berharganya momen-momen kecil itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun