Konflik Laut China Selatan adalah bahasan yang bisa dijadikan pembentukan pemahaman geopolitik terkait akar nasionalisme kebangsaan yang suatu saat dapat diaktivasi untuk kepentingan bangsa Indonesia sendiri ke depan, sebelum masuk ke tema tersebut penting untuk kita mengenal sejarah singkat polemik yang terjadi lalu relevansinya terhadap Indonesia
Kawasan Laut China Selatan merupakan jalur pelayaran, jalur lintas laut perdagangan internasional yang sangat strategis, sehingga kawasan tersebut mengandung potensi konflik sekaligus potensi ekonomi terkait isu kedaulatan bagi negara. Sederhananya dalam tulisan kali ini Konflik klaim inilah yang akan kita bahas. Mohon digaris bawahi terkait "klaim" dalam literasi yang saya kumpulkan
Adapun UNCLOS 1982 yaitu singkatan dari United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 mendefinisikan batas-batas yurisdiksi negara-negara pantai, termasuk perairan teritorial, zona ekonomi eksklusif (ZEE), dan landas kontinen.
UNCLOS 1982 dirancang dan disepakati dalam Konferensi PBB tentang Hukum Laut yang diadakan antara tahun 1973 hingga 1982. Konvensi ini secara resmi diadopsi pada 10 Desember 1982 dan mulai berlaku pada 16 November 1994, setelah ratifikasi oleh sejumlah negara. Kompleksitas klaim inilah yang kemudian memunculkan karakter khusus permasalahan di Laut China Selatan menjadi "fiksional" jika mengkombinasikan antara hak negara pantai sesuai ketentuan hukum internasional dalam UNCLOS 1982 yang dipadukan dengan interpretasi negara-negara dalam pusaran konflik sesuai kepentingan nasionalnya. Adapun kepentingan nasional tersebut berkaitan dengan penguatan keamanan ekonomi (energi) dan kedaulatan wilayah.
Kawasan Laut China Selatan memang menjadi wilayah rawan konflik. Sebab China mengklaim nyaris 90 persen perairan yang tumpang tindih dengan teritori beberapa negara di Asia, untuk lebih mengetahui seberapa seksi area jalur perdagangan ini saya lampirkan peta berikut
 perhatikan garis tersebut , ada dua garis pertahanan Tiongkok dan yang disebut "Nine dash line" adalah garis pertahanan pertama, yang berwarna merah. Jadi jelas Nine dash line adalah adalah garis pertahanan Tiongkok dalam perang menghadapi AS. Jadi ini bukan garis batas negara, yang dapat digunakan untuk klaim wilayah. Dalam peta tersebut kita juga bisa melihat beberapa potensi negara termasuk indonesia akan menjadi terganggu kedaulatannya atas klaim sepihak tersebut.
Sebagai contoh yang sudah terjadi bertahun-tahun terhadap selat Malaka yang disebut juga sebagai salah satu jalur Choke point, selat ini menghubungkan Samudera Hindia dengan Samudera Pasifik melalui Laut Cina Selatan dan merupakan rute laut terpendek antara kawasan timur tengah sebagai daerah penghasil minyak dan negara-negara pengguna minyak di kawasan Asia Timur dan Tenggara. Berdasarkan data Energy Information Administration, AS (EIA) dari 60% volume minyak yang diangkut melalui laut di dunia, sepertiganya melewati selat ini. Faktanya Selat Malaka melintasi tiga negara: Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Namun demikian, Indonesia adalah negara terbesar di sepanjang Selat Malaka berdasar batas teritorial jalur yang digunakan, sekaligus secara alamiah menjadikan indonesia pemimpin dalam upaya mengamankan selat ini.
Fakta lainnya adalah Indonesia memiliki beberapa jalur Choke Point selain selat Malaka yang kenapa indonesia menjadi sangat seksi di jalur perdagangan maritim ini, untuk lebih jelasnya saya akan lampirkan peta jalur berikut
dari gambar tersebut bisa kita lihat Selat Makassar, Selat Sunda dan Selat Lombok menjadi jalur yang sangat strategis sebagai jalur perdagangan Internasional , untuk lebih singkatnya bisa kita simpulkan bahwa demikian besar pentingnya kedaulatan kita jaga karena bila kita tidak terlibat untuk berpikir dan bertindak secara aktif terkait konflik ini , kedepannya kita akan banyak kehilangan wilayah serta berpotensi kehilangan banyak sumber kekayaan negara mengingat area tersebut juga memiliki potensi energi yang begitu besar yang suatu saat akan kita bahas dalam tulisan lain