"Kontrol."
Hening. Si dokter mengetik-ngetik di komputernya, lalu mengambil surat rujukan kosong dan mulai menulis di atasnya. Saya sudah bertekad akan mengucapkan "terima kasih" dengan ramah sebelum keluar nanti, meskipun dia tidak ramah pada saya. Eh, waktu memberikan surat rujukan itu, dia tetap dingin seperti tadi. Walhasil, saya nggak jadi bilang "terima kasih" karena sudah telanjur kesal sekali. Lantas saya berjalan keluar dengan langkah cepat dan wajah muram.
Untungnya, penyakit saya cuma di hidung. Coba kalau ada pasien yang sakitnya lebih parah daripada saya, sudah badannya sakit, harus menerima perlakuan yang tidak ramah dari si dokter. Kepercayaan pasien otomatis jadi berkurang drastis. Padahal, menurut saya, sugesti yang berawal dari rasa percaya juga berperan dalam kesembuhan si pasien itu, ya, nggak, sih? (Kalau salah mohon dikoreksi.) Mungkin ini pas sialnya saya saja, sehingga mendapatkan dokter yang sedang tidak ceria, karena menurut teman kos saya, layanan dokter di klinik GMC sekarang sudah lebih mending daripada dulu. (Teman kos saya ini dulu pernah periksa di GMC dan salah diagnosis. Ususnya radang cukup parah, tapi waktu periksa ke klinik GMC, cuma dianggap sakit perut biasa karena maag. Memang benar pesan dari artikel berikut, kalau periksa ke GMC sebaiknya untuk penyakit yang ringan-ringan saja. Tapi kategorisasi "ringan-berat" itu juga perlu didefinisikan dengan jelas. Penyakit yang terlihat ringan bisa jadi ternyata parah, kan?)
Pesan moral untuk diri sendiri: saya tidak akan mau periksa ke klinik GMC lagi, kecuali mengurus masalah surat rujukan. (Sebut saja saya menjilat ludah sendiri, tapi biarin. Lagi pula surat rujukan itu, kan, hak saya sebagai mahasiswa UGM.) Sekian, terima kasih.
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H