Kemarin itu soal gempa di Chile, Asia Pasifik dilanda kehebohan akan kedatangan tsunami. Gempanya memang di Chile, tapi air lautnya luber sampai kemana-mana. Salah satunya adalah Jepang. Apalagi negara yang satu ini memang paling sering disantroni gempa dan tsunami. Nah, masalahnya saya saat itu ya di Kyusyu ini, di salah satu kota kecil di Prefektur Oita, dan ngerinya rumah saya cuma berjarak sekian meter dari pesisir pantai. Dari kaca jendela kamar saya di lantai 3 apartemen sederhana ini, saya bisa melihat laut biru dan pohon-pohon kelapa yang memang sengaja ditanam. Memang sih apartemen saya tidak berbatasan langsung dengan pantai tersebut, masih ada hamparan rumah dan jalan raya yang membatasi saya dengan si laut.
Hari itu hari Minggu dan liburan begini saya hobi sekali bangun siang gara-gara nyaris tiap hari begadang sampai pukul 5 pagi, dan teman sekamar saya sudah lebih dulu berangkat karena ada urusan lain. Saya masih saja tidur sampai tiba waktunya bagi saya untuk bangun dan berberes-beres sebelum berangkat ke gereja. Saya dengar sms masuk, tapi tidak saya gubris karena memang mengantuk. Begitu bangun saya beres-beres saja tanpa mengecek hp dan saya lihat cuaca sangat cerah. Saya pun berangkat ke gereja.
Kelar misa, saya dan teman sekamar saya pulang bareng. Saya akhirnya ngecek hp lalu lihat ada sms dari dia, saya baca isinya. Rupanya peringatan tsunami. Saya tanya padanya, "Ini beneran?" Dia jawab, "Kayaknya sih begitu." Saya bingung, "Jam berapa kata lu? Siang jam 2?" Dia ngangguk. Saya lihat jam dan saat itu sudah jam 3. "Wah, gak jadi datang ini tsunaminya." Kata saya padanya. Kami pun pulang pakai sepeda, sebelumnya kami mampir dulu ke rumah salah satu teman yang memang dekat dengan supermarket karena saya memang mau belanja sehabis mampir ke rumahnya. Teman saya ini menerima kami dengan sedikit nyengir, "Tsunami mau dateng nih."
Alis saya naik, mulanya saya tidak terlalu perduli dengan persoalan tsunami ini. Saya lirik teman sekamar saya, "Kata lu jam 2?"
"Tadi sih begitu pengumumannya." jawab dia.
"Lu liat dimana sih?" Kali ini saya tanya teman saya lain.
"Ada tuh websitenya dari lembaga khusus ngawasin ginian. Liat aja, gw lagi liat nih." Diajaknya kami ke kamarnya.
Benar saja, di website sudah ada gambar peta dengan urutan warna. Saya perhatikan peta Jepang dari Hokkaido sampai Okinawa dan menyadari intensitas bahaya tsunami terletak di bagian utara (Hokkaido dan Kanto). Yang bikin saya jadi terperanjat itu, mereka bisa tahu tsunami tersebut bakal tiba jam berapa, tanggal berapa, dan dengan ketinggian berapa. Disitu tertulis tsunami akan datang ke Oita ini jam 4 sore dengan ketinggian 2 meter. Otak saya lalu mikir, apartemen tempat kami tinggal cuma tiga lantai dan cukup dekat pula dengan laut, oleh sebab kamar kami ada di lantai 3, kira-kira air masuk menerjang gak ya? Saya lalu lirik jam tangan, tinggal sejam lagi!
Saya lalu bilang ke teman sekamar saya, "Pulang aja yuk sekarang, tapi gua belanja dulu bentar - cepet kok." Soalnya memang tidak ada makanan lagi. Kami segera pamit pulang dengan teman saya yang satu ini, dan buruan mampir ke supermarket lalu belanja. Saya belanja secepat mungkin, tapi yang saya heran, orang-orang saat itu sangat tenang sekali seolah tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan. Apa iya mereka tidak tahu soal tsunami warning ini? Tapi kan ini sudah disiarkan secara nasional, impossible betul kalau mereka tidak tahu. Saya jadi ragu-ragu, apa bener ini tsunami datang? Abisnya, orang-orang ini kok santai betul belanjanya padahal tinggal sejam lagi! Namun saya tak banyak pikir lagi, saya buru-buru pulang.
Sampai ke rumah, saya lihat dari jendela kamar laut tersebut. Seumur-umur saya belum pernah merasakan bencana tsunami kayak gini, saya berdoa saja deh dalam hati. Kami lalu sibuk dengan internet dan saya yang akhirnya malah baca koran, diingatkan oleh teman saya bahwa sekarang sudah jam 4 sore. Saya segera menoleh ke arah jendela, dan Puji Tuhan tidak ada air laut luber kemana-mana. Ketegangan sedikit menurun, tapi saya masih was was. Saya khawatir tsunami malah datang sejam lagi atau mungkin malam harinya. Puji Tuhan tidak terjadi apapun sampai sekarang.
Besoknya yang saya dengar dari berita, hanya Hokkaido yang kena dan ketinggiannya cuma sekian cm - tidak membahayakan seperti yang diduga sebelumnya. Saya hanya bisa bersyukur, soalnya enggak kebayang kalau beneran tsunami datang. Sudah mana kedatangan tsunami ini bikin heboh halaman facebook saya dan saya pun tidak berani menanggapi apa-apa karena takut orangtua cemas di Jakarta sana (mereka juga punya FB - gaya betul memang - hehehe). Melihat situasi yang sudah baik ini, saya baru berani balas tanggapan teman-teman yang kebetulan memang balik kampung selama liburan ini bahwa kota kami kering kerontang.
Tsunami memang tidak jadi datang dan saya bersyukur karenanya. Tapi, hal yang membuat saya sangat aware adalah kesigapan informasi pihak otoritas Jepang ketika menangani bencana. Hebat sekali sistem informasi mereka itu, sudah komplit, mudah diakses, dan bisa detil sekali. Bayangkan saja, mereka bisa tahu tanggal dan waktu kapan tsunami datang, serta ketinggiannya. Memang, pada akhirnya tidak jadi datang seperti apa yang diinformasikan, tapi ini toh malah jauh lebih baik daripada tiba-tiba tsunami langsung datang dan menghabisi semuanya. Bahkan untuk di daerah pesisir yang termasuk zona amat berbahaya, pemerintah Jepang sudah menyalakan sirene tsunami dan mengevakuasi 3200 orang padahal si tsunami belum datang (dan akhirnya gak datang)! Hebat betul kan! Jepang sungguh sigap sekali menghadapi situasi seperti ini. Gara-gara hari itu, saya sengaja menjadikan halaman website lembaga tersebut sebagai homepage saya supaya saya bisa pantau terus.
Kapan ya Indonesia punya sistem apik seperti ini? Wah.. rasanya masih sangat lama..
***
Kyusyu 20.00
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H