Camerawork film lumayan bergoyang dan jelas terlihat bahwa direkam secara lebih manual, memberikan efek yang lebih natural dan simpel. Audio mengikuti kualitas rekaman yang lebih low quality, tetapi suara pemeran tetap terdengar sehingga tidak menjadi masalah untuk pendengar biasa. Namun ketidaktersediaan subtitle menjadi halangan bagi orang yang memiliki gangguan pendengaran untuk mengerti apa yang sedang dikatakan. Editing pun dilakukan secara minimal, sekali lagi menekankan perasaan yang lebih membumi yang tampaknya ingin dicapai oleh film tersebut.
Secara keseluruhan, produksi film ini sederhana dibandingkan film-film yang biasa dirilis di bioskop, memberikan sesuatu yang refreshing di lautan produksi yang . Adriyanto Dewo menunjukkan sekali lagi kehebatannya sebagai seorang sutradara yang meraih penghargaan serta nominasi pada berbagai acara film, seperti memenangkan Sutradara Film Pendek terbaik di 6th Indonesian Film Festival di Melbourne dan penghargaan untuk film pendek yang disutradarainya yang berjudul Menunggu Warna sebagai Film Pendek Terbaik di Europe on Screen short film Competition 2014.Â
Masalah absent father sempat dikuak dalam film ini. Dalam salah satu adegan, Lea menceritakan masa lalunya saat ayahnya pergi meninggalkan keluarganya untuk seorang wanita lain, sebagai sebuah penjelasan mengapa ia tidak dapat menangis lagi. Masalah fatherless ini merupakan masalah yang kompleks, dan sekarang sedang maraknya disoroti. Menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti, arti dari fatherless adalah "--anak yang bertumbuh kembang tanpa kehadiran ayah, atau anak yang mempunyai ayah tapi ayahnya tidak berperan maksimal dalam proses tumbuh kembang anak dengan kata lain pengasuhan." Fenomena sosial ini berdampak pada berbagai aspek perkembangan anak, salah satunya dari sisi emosional. Menurut Lerner (2011), hilangnya peran ayah dapat menyebabkan seorang anak merasa kesepian, iri hati, dan berduka. Hal ini terlihat dalam diri Lea, yang tidak dapat memproses rasa kekecewaan dan kesedihan yang diakibatkan oleh ayahnya. Lea pun melepaskan perasaan-perasaan tersebut dengan pergi mengeksplor dan mencari apa yang diinginkan di kehidupannya.
Dalam salah satu percakapan antara Ara dan Lea, Ara bercerita bagaimana dia takut melawan keinginan orang tuanya, sehingga masuk jurusan kuliah yang ia tidak minati. Sekarang, ia merasa bahwa sarjana serta kehidupannya tidak memiliki manfaat yang berarti. Sifat people pleasing ini terbukti membuat kesehatan mental seseorang memburuk dengan membuat seseorang mengalami stres level tinggi (Monsour et al., 2015), menghambat perkembangan dan ekspresi identitas individu, berpotensi menimbulkan rasa hampa hingga kehilangan jati diri, serta lebih mungkin untuk terlibat dalam hubungan yang ditandai dengan kodependensi dan manipulasi emosional (Milyavskaya dan Nadolny, 2018). Sifat ini Ara katakan sendiri saat berbincang dengan Lea setelah menghadiri pesta pernikahan temannya. Perkembangan diri dari Ara ini terlihat pada adegan dimana ia akhirnya berani untuk memutus hubungannya tidak sehatnya dengan seorang wanita.Â
Beberapa aspek teknis dapat dilihat sebagai kekurangan. Rekaman memiliki audio yang keras untuk suara-suara lingkungan sekitar dan visual yang kurang stabil, membuat hasil akhir yang terkesan low budget, yang lebih mirip dengan hasil produksi proyek pribadi atau film pendek. namun, dapat dipuji pemilihan lokasi dan pencahayaan yang membuat film tidak terlalu redup, melawan tren film dimana banyak netizen kritisi terlalu gelap untuk ditonton dengan baik.
Film ini memberikan ajaran untuk batin seseorang, serta mengungkit permasalahan yang menjadi penyebab akan konflik dalam diri kita. Film ini juga tidak menyalahkan tokoh-tokoh dalam cerita akan perilaku dan apa yang mereka alami, melainkan menunjukkan efek dari konflik yang dialami mereka. Mungkin penonton merasa familier dengan jalan hidup karakter-karakter yang secara terang-terangan menunjukkan kehidupan yang lumayan sering ditemukan di Indonesia masa sekarang. Tidak disebutkan dengan jelas apakah tindakan yang dilakukan tokoh itu benar atau salah; secara akurat mewakili mereka sebagai orang yang abu-abu secara moral.
Dikarenakan adegan-adegan yang relatif vulgar, film ini direkomendasikan untuk para penonton diatas usia 18 tahun yang menginginkan sebuah film bernuansa lebih santai dan feel good. Film ini juga cocok dengan penonton yang hanya ingin menikmati sebuah film yang tergolong lebih pendek. Bagi sang sutradara, seyogyanya film seperti ini diberikan adegan-adegan flashback agar dapat memberikan lebih banyak reaksi emosional bagi penonton.
Sumber:
- One Night Stand (2021) 6.4 | Drama, Romance. (2021b, November 26). IMDb. https://www.imdb.com/title/tt15788948
- Adriyanto Dewo - Arsip FFI. (n.d.). https://www.festivalfilm.id/arsip/name/adriyanto-dewo
- Zhafira, A. N. (2021, March 31). Mengenal fenomena "fatherless" dan pentingnya peran ayah bagi anak. Antara News. https://www.antaranews.com/berita/2072954/mengenal-fenomena-fatherless-dan-pentingnya-peran-ayah-bagi-anak
- Ashari, Y. (2018). Fatherless in indonesia and its impact on children's psychological development. Psikoislamika, 15(1), 35. https://doi.org/10.18860/psi.v15i1.6661
- Postelwait, C., & Postelwait, C. (2024, February 21). The mental health cost of being a "People pleaser" - WorkforceWise. WorkforceWise - Work Wiser, Not Harder. https://workforcewise.org/mental-health-cost-of-being-a-people-pleaser
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H