Politik Boneka: "Mengutamakan Citra Zhahir, Tanpa Realitas Bathin."
Di bawah pemimpin bertipe “boneka kayu”, amanah kehidupan rakyat diabaikan. Missi negara akhirnya diarahkan untuk melayani kepentingan asing (kolonial), dengan tidak menghiraukan kepentingan rakyat sama sekali. Dulu, dalam sejarah Indonesia, cara serupa juga ditempuh Kompeni Belanda. Mereka mengangkat Bupati, Wedana, bahkan Raja, yang menjadi boneka-boneka politik. Bupati, Wedana, atau Raja itu bekerja untuk melanggengkan kepentingan penjajah Belanda. Rakyat menjadi korban, Belanda pesta-pora dengan aneka kekayaan jarahan; dan pejabat-pejabat boneka itu dan keluarganya hidup makmur, sebagai penjilat kolonial.
Ternyata, sejarah berulang kembali…
Soekarno, Soeharto, dan Habibie… ketiganya masih dianggap sebagai pemimpin yang memiliki ide, gagasan, visi, missi, empati, pembelaan, harga diri. Tetapi setelah periode mereka berlalu, tidak satu pun pemimpin Indonesia yang memiliki independensi. Semuanya seperti “boneka kayu”. Apalagi pemimpin yang sejak 2004 memimpin Indonesia, sangat kelihatan sekali karakter “boneka kayu”-nya.
Ciri pemimpin “boneka kayu” sederhana saja:
(a) Peran utamanya membangun citra kepemimpinan, ya semacam pertunjukan politik begitulah; (b) Pemimpin seperti itu tidak memiliki independensi, ide, gagasan, visi, missi, empati, dll. sebab seluruh sisi kebijakan politiknya dikendalikan oleh kepentingan asing (kolonial); (c) Missi utama pemimpin seperti itu ialah melayani kepentingan asing (kolonial), bukan untuk kebaikan rakyat negerinya sendiri.
Pemimpin “boneka kayu” biasanya selalu menekankan citra, seraya tidak bisa memberikan makna berarti bagi rakyatnya. Ya itu wajar, sebab job description tugasnya memang hanya sebatas itu. Dia akan sangat sensitif kalau ada gangguan dalam soal pencitraan; tetapi tidak sensitif kalau ada gangguan terhadap hak-hak rakyatnya.
Pemimpin seperti itu juga biasanya menerapkan sistem sekuriti sangat tinggi. Kemanapun dia berjalan akan selalu dikelilingi oleh sistem penjagaan luar biasa. Dia benar-benar dijaga agar tidak tersentuh oleh siapapun yang memusuhi dirinya. Misalnya, ketika berkunjung ke sebuah lokasi banjir di Papua, dia harus memakai kapal militer dengan persenjataan penuh. Ini hanya contoh saja.
Para kolonial yang notabene “dalang” yang menggerakkan “boneka kayu” itu, mereka sudah memikirkan tingkat sekuriti sangat tinggi untuk menjaga boneka-boneka politik yang sedang mereka kendalikan. Itu sudah dipikirkan sangat matang. Persis seperti penjagaan yang diberikan kepada Hosni Mubarak, Hamid Karzai, Nuri Al Maliki, juga Perves Musharraf.
Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dan pelajaran, bahwa:Jaringan kolonialisme dunia itu sudah sedemikian hebat, merambah negeri-negeri Muslim, sehingga mampu memaksakan boneka-boneka mereka untuk memimpin negeri-negeri itu, demi kepentingan ekonomi mereka.
Tiada izzah, selain hanya bersama agama Allah Ta’ala.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H