[caption id="attachment_308812" align="aligncenter" width="478" caption="Illustrasi : prikilablog.spot.com"][/caption]
.
Tiga puluh Mei, tiga tahun lalu
Kau pergi tinggalkan kami
Tiada kabarmu sejak saat itu, walau kami menunggu
Sedu-sedan itu masih menyisakan nyeri
Perih itu masih pula bersemayam dalam hati
Airmata putra–putrimu, tak mampu menahan kepergianmu
.
Waktu boleh saja berlalu
Tapi kenangan yang kau tinggalkan, tak pupus dimakan waktu
Kuingat, saat memapah tubuh ringkihmu
Terucap sebuah tanya lewat bibirku
“Kapan sebetulnya kau akan pulih?”
Dengan sendu kudengar jawabmu penuh keyakinan
“Sebentar lagi! Aku rindu masak makanan kesukaanmu”
Sebuah jawaban yang membuatku sesak menahan tangis
.
Bisikan dokter telah memvonismu, waktumu tak lama lagi
Aku tahu, pun telah mempersiapkan diri menerima takdir Illahi
Namun aku tetap oleng, serasa tak rela melepasmu
Ahhh… kau tega, serak suaraku memanggilmu
Tak mampu membuatmu bangun dari tidur panjangmu
.
Kini, aku bersimpuh di depan ‘rumahmu’
Kucabut rumput liar yang tumbuhdi atasnya
Fotomu itu, memamerkan senyumseolah berkata
‘aku baik-baik saja’
Tak berubah, masih sama seperti tiga tahun lalu
.
Kau tahu…, banyak yang ingin kuceritakan padamu
Tentang aku, kesedihanku, juga kebahagiaanku
Bukankah dulu kau selalu siap memberikan bahumu untukku?
Dan kau pula yang pertama kali tertawa lebar saat kubahagia
Tiga tahun sudah….
Kuharap kau bahagia di sana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H