Mohon tunggu...
Kilau Indonesia
Kilau Indonesia Mohon Tunggu... Lainnya - Lembaga Kemanusiaan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kilau Indonesia merupakan lembaga kemanusiaan yang bergerak dalam bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, tanggap bencana dan kerelawanan yang berpusat di Indramayu Jawa Barat yang memiliki jangkauan di Indramayu, Sumedang, Majalengka, Bandung dan Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

On This Day 10 November 1945, Hari Pahlawan dan Penamaan Stadion 10 November!

10 November 2022   15:30 Diperbarui: 10 November 2022   15:31 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hai sahabat selamat pagi, selamat menjalankan aktivitas di pagi hari ini dan tetap semangat ya!! Ohh iya sahabat by the way, kita mau nanya deh. Sekarang tuh tanggal berapa dan di tanggal tersebut ada peristiwa besar apa ya kira-kira? Bagi sahabat yang belum mengetahuinya, bahwa hari ini tepat di tanggal 10 November 2022 ada peringatan Hari Pahlawan, dimana kita sebagai bangsa Indonesia harus selalu memperingatinya.

Lantas, ada yang tau engga nih kenapa ya di setiap tanggal tersebut kita harus memperingatinya? Namun sebelum mengetahui alasannya kenapa, alangkah baiknya kita untuk mengetahui terlebih dahulu mengenai sejarah Hari Pahlawan seperti apa, agar nanti kita bias mengetahui jawabannya. Tanpa panjang lebar lagi, yuk simak penjelasan lengkapnya di artikel ini ya sahabat. Check this out!!

Seperti dikutip dari laman detik.com, sejarah singkat mengenai peristiwa 10 November telah tercantum dalam Pedoman Hari Pahlawan 2022 yang diterbitkan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI). Hari Pahlawan bermula dari pertempuran yang terjadi di daerah Surabaya, tepatnya pada tanggal 10 November 1945.

Pertempuran tersebut terjadi antara pasukan Indonesia melawan pasukan Inggris usai terjadinya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Momentum atau pertempuran tersebut merupakan pertempuran terbesar serta terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.

Eitss tapi sahabat, di dalam pertempuran tersebut sempat terjadi adanya gencatan senjata loh. Tepatnya, pada saat pihak Indonesia dan juga pihak Inggris menandatangani gencatan senjata pada 29 Oktober 1945. Kalau menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gencatan senjata adalah penghentian tembak-menembak yang terjadi di peperangan.

Yahh sayangnya, gencatan senjata tersebut tidak berlangsung lama sahabat. Puncak dari bentrokan tersebut terjadi akibat terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby (Selaku Pimpinan Tentara Inggris untuk daerah Jawa Timur) pada 30 Oktober 1945.

Kematian dari Jenderal Mallaby ini tentu memicu kemarahan pihak Inggris kepada Indonesia dan pengganti Jenderal Mallaby, yaitu Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh sampai mengeluarkan ultimatum lohh sahabat. Tepatnya, pada 10 November 1945 dan beginilah isi ultimatumnya :

  • Pihak Indonesia diminta untuk menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI dan administrasi NICA. Apabila Indonesia tidak menaati ultimatum tersebut, ada ancaman gempuran ke kota Surabaya dari darat, laut, dan udara.
  • Semua pimpinan bangsa Indonesia dan para pemuda di Surabaya harus datang selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945 pukul 06.00 pagi pada tempat yang telah ditentukan.

Namun, ultimatum yang diberikan oleh pihak Inggris untuk Indonesia tidak ditaati oleh rakyat Surabaya. Akibatnya, pertempuran tersebut tak terlekkan lagi dan durasi pertempuran tersebut memakan waktu selama kurang lebih tiga minggu lamanya.

Tapi sahabat kalua ngomongin soal Surabaya dan Hari pahlawan, sahabat yang gemar dengan sepakbola pasti akan ngomongin Stadion Gelora 10 November. Beberapa literature menyebut, bahwa lapangan Tambaksari ini udah menjadi bagian pembangunan kota Surabaya dari 1907 hingga 1923.

Dahulu, lapangan ini sempat dipergunakan untuk latihan Persebaya Surabaya (Klub sepakbola asal Surabaya). Berdasarkan penelusuran, lapangan tambaksari dibangun fasilitas lainnya, yaitu lapangan panahan.

Untuk lokasinya sendiri, Stadion Gelora 10 November ini berada di Jalan Tambaksari, Surabaya, Jawa Timur. Sahabat ingin tahu mengenai stadion ini lebih dalam lagi? Berikut ini adalah rangkumannya.

Dikutip Surabaya.liputan6.com dari buku Surabaya, Di Mana Kau Sembunyikan Nyali Kepahlawananmu? Karya Ady Setyawan dan Marjolein van Pagee tentang Gelora 10 November Tambaksari Surabaya.

Di mulai pada tahun 1932, dimana semangat pemuda Surabaya dalam dunia sepakbola semakin mencuat. Munculah sejumlah klub sepakbola di Kota Pahlawan ini. Diantaranya adalah Soerabaische Kantoor Voetbalbond (SKVB) yang berada di Embong Malang Nomor 65.

SKVB ini membawahi klub-klub sepakbola lainnya yang ada pada saat itu, seperti Soerabaische Voetbal (SV) Aniem, SV Douane, SV Factorij, SV Handelsbank, SV Internatio, dan SV Marine Kazerne Goebeng.

Selanjutnya, klub Soerabaische Voetbal Bond (SVB) yang berlokasi di Kambodjastraat Nomor 4 ini membawahi Ajax di Van Hoornstraat 1, Annaser di Panggoengstraat Nomor 32, Excelsior di Embong Kenongo, dan lain sebagainya.

Selain SKVB tadi, adapula perkumpulan sepakbola lainnya, yaitu Nederlandsch Indisch Voetbal (NIVB) yang dipelopori oleh koran olahraga mingguan bernama d'Orient. Kantor Koran tersebut ada di Simpangpark.

Kemudian, diketahui bahwa NIVB ialah corong olahraga VC (Vaderlandsch Club) yang memiliki markas di Simpangsche Societeit (tempat berkumpulnya orang-orang Belanda).Di lapangan bola Tambaksari pada Mei 1932 terjadi kejadian yang berunsur politis.

Lalu, terjadi Pertempuran Surabaya, termasuk dengan keberanian rakyat Surabaya. Dari segala kejadian di lapangan tersebut, dapat ditarik kesimpulan, yaitu rasa kebersamaan yang muncul tanpa membedakan antar suku, agama, ras, dan golongan.

Peristiwa di lapangan itu antara orang-orang Tionghoa, Arab, dan penduduk asli Indonesia. Mereka yang tinggal di Surabaya pada waktu itu, kelak atas dasar persamaan dan persaudaraan, mereka bersatu melawan musuh bersama, kembalinya bangsa kolonial itu ke Surabaya.

Berikutnya, di Surabaya terjadi rapat raksasa, tepatnya di Lapangan Tambaksari, dan di Lapangan Pasarturi yang dilakukan beberapa hari setelah rapat raksasa di Tambaksari. Ketika rapat di Tambaksari, rakyat Surabaya beserta pemimpinnya berkumpul, berorasi, dan bertekad bersama untuk mempertahankan kemerdekaan RI.

Sebelumnya, rapat di Tambaksari berlangsung pada Selasa, 11 September, mulai pukul 6 sore. Hal ini diketahui dari pengumuman yang terdapat di surat kabar Soeara Asia yang terbit pada 10 September 1945.

Akan tetapi, pukul enam pada pengumuman itu sebenarnya adalah pukul 4 sore WIB. Pada masa pendudukan Jepang, mereka menggunakan aturan-aturan, seperti menerapkan waktu Tokyo sebagai acuan zona waktu, penggunaan sistem kalender, dan merubah arah kiblat sholat umat Muslim, bukan menghadap Makkah, tapi mengarah ke Tokyo.

Rapat raksasa yang semula akan diadakan pada 11 September, ditunda. Informasi ini juga diketahui dari surat kabar Soeara Asia. Namun, dua hari kemudian, surat kabar itu mengakhiri penerbitannya, sehingga tidak ada lagi pemberitaan tentang pelaksanaan rapat raksasa di Tambaksari.

Namun beruntungnya, surat kabar Soeara Merdeka dari Bandung memuat peristiwa rapat raksasa Tambaksari, berbarengan dengan laporan peristiwa rapat raksasa di Lapangan Ikada. Pemberitaan itu terbit pada 20 September 1945.

Dari dokumentasi Soeara Merdeka, rapat raksasa Tambaksari diadakan pada  13 September 1945, sedangkan rapat di Pasarturi diselenggarakan pada 17 September 1945. Dari dua peritiwa rapat tersebut, mampu mengobarkan keberanian dan semangat rakyat Surabaya.

Kibaran bendera Merah Putih segera menyebar di mana-mana. Dua hari kemudian, yaitu 19 September 1945 sekelompok orang Belanda yang dipimpin oleh Ploegman mengibarkan Merah Putih Biru di atas menara Hotel Yamato (kini Hotel Majapahit). 

Keberanian  Ploegman ini, selanjutnya mendapatkan kehormatan sekaligus kerugian, dia menjadi orang Belanda yang pertama tewas selama periode perang mempertahankan kemerdekaan (1945-1949), antara Indonesia melawan Belanda. 

Dari Kota Pahlawan, gelora semangat semakin membara dan mulai menjangkiti ke seluruh penjuru negeri. Kemudian, berakhir di meja perundingan empat tahun berselang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun