Mohon tunggu...
Kilau Indonesia
Kilau Indonesia Mohon Tunggu... Lainnya - Lembaga Kemanusiaan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kilau Indonesia merupakan lembaga kemanusiaan yang bergerak dalam bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, tanggap bencana dan kerelawanan yang berpusat di Indramayu Jawa Barat yang memiliki jangkauan di Indramayu, Sumedang, Majalengka, Bandung dan Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ada Empat Macam Jenis Air dan Hukumnya untuk Bersuci, Apakah Itu?

7 November 2022   16:30 Diperbarui: 7 November 2022   16:36 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi foto : https://berbagibahagia.org/

Di dalam fiqih Islam, air telah menjadi sesuatu yang penting sebagai sarana utama dalam bersuci, baik bersuci dari hadast maupun najis. Dengannya, seorang muslim dapat melaksanakan berbagai ibadah secara sah karena telah bersih dari hadast dan najis yang dihasilkan dengan menggunakan air. Mengingat begitu pentingnya air dalam beribadah, fiqih Islam telah mengatur sedemikian rupa perihal air, dari mulai membaginya dalam berbagai macam kategori hingga menentukan hukum-hukumnya.

Seperti dikutip dari islam.nu.or.id menjelaskan, bahwa di dalam madzhab Imam Syafi'i para ulama membagi air menjadi empat kategori masing-masing beserta hukum penggunaannya dalam bersuci. Keempat kategori itu adalah air suci dan menyucikan, air musyammas, air suci namun tidak mensucikan dan yang terakhir adalah air mutanajis.

Sebelum membahas lebih jauh mengenai pembagian air tersebut, akan lebih baik bila mengetahui terlebih dahulu perihal ukuran volume air yang biasa disebut dalam kajian fiqih. Di dalam kajian fiqih, air yang volumenya tidak mencapai dua qullah disebut dengan air sedikit. Sedangkan air yang volumenya mencapai dua qullah atau lebih disebut dengan air banyak.

Lalu apa sebenarnya batasan volume air tersebut, yang bisa dianggap mencapai dua qullah atau tidak? Para ulama madzhab Syafi'i menyatakan bahwa air dianggap banyak atau mencapai lebih dari dua qullah adalah apabila volumenya mencapai kurang lebih 192,857 kg. Bila dilihat dari wadahnya volume air dua qullah adalah apabila air memenuhi wadah dengan ukuran lebar, panjang dan dalam masing-masing satu dzira atau kurang lebih sebesar 60 cm (lihat Dr. Musthofa Al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam, 2013), jil. 1, hal. 34).

A. Yang pertama adalah air suci dan menyucikan

Yang dimaksud dengan air suci dan menyucikan adalah dzat air tersebut suci dan bisa digunakan untuk bersuci. Air ini oleh para ulama fiqih disebut dengan air mutlak. Menurut Ibnu Qasim Al-Ghazi ada tujuh macam air yang termasuk ke dalam kategori ini, beliau mengatakan :

"Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh macam, yakni air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air mata air, dan air salju, dan air dari hasil hujan es."

Ketujuh jenis air yang dimaksud itu adalah sebagai air mutlak selama masih pada sifat asli penciptaannya. Bila sifat asli penciptaannya berubah, maka ia tidak lagi disebut dengan air mutlak dan hukum penggunaannya pun pasti akan berubah. Hanya saja perubahan air bisa tidak menghilangkan kemutlakannya apabila perubahan itu terjadi karena air tersebut diam pada waktu yang lama, karena tercampur sesuatu yang tidak bisa dihindarkan

Seperti lempung, debu, dan lumut, atau karena pengaruh tempatnya seperti air yang berada di daerah yang mengandung banyak belerang (lihat Dr. Musthofa Al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam, 2013), jil. 1, hal. 34). secara ringkasnya mengenai air mutlak adalah air yang turun dari langit atau bersumber dari bumi dengan sifat asli penciptaannya.

B. Yang kedua adalah air musyammas

Kategori selanjutnya adalah air musyamamas. Air musyammas adalah air yang dipanaskan di bawah terik sinar matahari dengan menggunakan wadah yang terbuat dari logam selain emas dan perak, seperti besi atau tembaga. Air ini hukumnya suci dan menyucikan, hanya saja makruh bila dipakai untuk bersuci.

Secara umumnya, air ini juga makruh digunakan apabila pada anggota badan manusia atau hewan yang bisa terkena kusta seperti kuda. Namun tidak apa-apa apabila dipakai untuk mencuci pakaian atau lainnya. Meski demikian air ini tidak lagi makruh dipakai bersuci apabila telah dingin kembali.

C. Yang ketiga adalah air suci namun tidak menyucikan

Kategori yang ketiga adalah air ini dzatnya suci namun tidak bisa dipakai untuk bersuci, baik untuk bersuci dari hadast maupun najis. Ada dua macam air yang suci namun tidak bisa digunakan untuk bersuci, yakni air musta'mal dan air mutaghayar. Air musta'mal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci baik untuk menghilangkan hadas seperti wudhu dan mandi ataupun untuk menghilangkan najis bila air tersebut tidak berubah dan tidak bertambah volumenya setelah terpisah dari air yang terserap oleh barang yang dibasuh.

Air musta'mal ini tidak bisa digunakan untuk bersuci apabila tidak mencapai dua qullah. Sedangkan bila volume air tersebut mencapai dua qullah maka tidak disebut sebagai air musta'mal dan bisa digunakan untuk bersuci. Sebagai contoh kasus bila di sebuah masjid terdapat sebuah bak air dengan ukuran 2 x 2 meter persegi umpamanya, dan bak itu penuh dengan air,

lalu setiap orang berwudhu dengan langsung memasukkan anggota badannya ke dalam air yang berada di bak tersebut, bukan dengan menciduknya. Maka air yang masih berada di bak tersebut masih dihukumi suci dan menyucikan. Akan tetapi, apabila volume airnya kurang dari dua qullah, meskipun ukuran bak airnya cukup besar,

maka air tersebut menjadi musta'mal dan tidak bisa dipakai untuk bersuci. Hanya saja dzat air tersebut masih dihukumi suci sehingga masih bisa digunakan untuk keperluan lain selain menghilangkan hadas dan najis. Yang perlu sahabat ketahui, bahwa air yang menjadi musta'mal adalah air yang dipakai untuk bersuci yang wajib hukumnya. Sebagai contoh air yang dipakai untuk berwudlu bukan dalam rangka menghilangkan hadas kecil, tapi hanya untuk memperbarui wudlu (tajdidul wudlu) tidak menjadi musta'mal.

Sebab orang yang memperbarui wudlu sesungguhnya tidak wajib berwudlu ketika hendak shalat karena pada dasarnya ia masih dalam keadaan suci tidak berhadas. Adapun untuk untuk air mutaghayar adalah air yang akan mengalami perubahan salah satu sifatnya yang disebabkan oleh tercampurnya dengan barang suci yang lain dengan perubahan yang menghilangkan kemutlakan nama air tersebut. 

Sebagai contoh air mata air yang masih asli ia disebut air mutlak dengan nama air mata air. Ketika air ini dicampur dengan teh sehingga terjadi perubahan pada sifat-sifatnya maka orang akan mengatakan air itu sebagai air teh. Perubahan nama inilah yang menjadikan air mata air kehilangan kemutlakannya.

contoh lainnya adalah ketika air hujan yang dimasak tentu kemutlakannya adalah sebagai air hujan dan tidak berubah. Akan tetapi, apabila air hujan tersebut dicampurkan dengan susu sehingga terjadi perubahan pada sifat-sifatnya maka air hujan itu kehilangan kemutlakannya dengan berubah nama menjadi air susu. Air yang demikian itu tetap suci dzatnya namun tidak bisa dipakai untuk bersuci.

lalu bagaimana dengan air kemasan seperti aqua dan lain sebagainya?

Air mineral dalam kemasan itu masih tetap pada kemutlakannya karena tidak ada pencampuran barang suci yang menjadikannya mengalami perubahan pada sifat-sifatnya. Adapun penamaannya dengan berbagai macam nama itu hanyalah nama merek dagang yang tidak berpengaruh pada kemutlakan airnya.

D. Yang terakhir adalah air mutanajis

Air mutanajis adalah air yang terkena barang najis yang volumenya kurang dari dua qullah atau volumenya mencapai dua qullah atau lebih namun berubah salah satu sifatnya---warna, bau, atau rasa karena terkena najis tersebut. Air sedikit apabila terkena najis maka secara otomatis air tersebut menjadi mutanajis meskipun tidak ada sifatnya yang berubah.

Sedangkan air banyak bila terkena najis tidak menjadi mutanajis bila ia tetap pada kemutlakannya, tidak ada sifat yang berubah. Adapun bila karena terkena najis ada satu atau lebih sifatnya yang berubah maka air banyak tersebut menjadi air mutanajis. Yang perlu sahabat ketahui, bahwa air mutanajis ini tidak bisa digunakan untuk bersuci, karena dzatnya air itu sendiri tidak suci sehingga tidak bisa dipakai untuk menyucikan.

Demikianlah penjelasan mengenai bab empat jenis air dan hukumnya untuk bersuci dapat kami sampaikan, semoga penjelasan ini bisa bermanfaat untuk sahabat baik Kilau Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun