Peluang dari adanya digitalisasi juga akan berdampak pada meningkatnya transaksi perusahaan penyedia jasa logistik (3PL dan 4PL). Seperti JNE yang melaporkan sudah melewati target pengiriman barang 1 juta per hari. Sementara J&T Express mencatatkan 16,5 juta paket selama periode Festival Belanja Online 11.11. Fantastis!
Adanya digitalisasi juga semakin memberikan cara baru kepada 3PL dan 4PL untuk berkolaborasi dalam hal outsourcing dengan perusahaan lain. Kolaborasi ini dapat meningkatkan nilai tambah kepada pelanggan dan meningkatkan profit perusahaan. Dengan digitalisasi, peluang untuk berkolaborasi tidak hanya dengan perusahaan dalam negeri saja tapi juga luar negeri.  Kolaborasi 3PL dan 4PL dengan perusahaan lain biasanya sering dilakukan dalam beberapa aspek seperti transportasi baik domestik maupun internasional, pergudangan, freight forwarding, teknologi dan informasi hingga management dan fulfillment.Â
Proses digitalisasi juga sangat memungkinkan membuat perusahaan penyedia jasa logistik menciptakan inovasi yang dapat meningkatkan kepuasaan pelanggan dengan memaksimalkan teknologi Internet of Things (IoT), big data, cloud dan Artificial Intelligence (AI). Seperti revolusi pengiriman dengan drone yang saat ini sedang digalakkan oleh Indonesia. Pengiriman dengan drone ini kedepannya dapat menjangkau wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) dan rawan bencana. Dari hasil kajian Balitbanghub Kemenhub dengan ITB, pengiriman logistik menggunakan drone akan menghemat biaya logistik mencapai 30 persen. Selain itu, drone juga akan mempercepat waktu kirim dan dapat menjangkau seluruh wilayah tak sulit ditempuh via jalur darat.Â
Digitalisasi pun sudah mulai pelabuhan dengan diterapkannya sistem Inaportnet versi 2.0 dan Delivery Order Online di pelabuhan sejak 2019 lalu. Kementerian Perhubungan telah menerapkan sistem Inaportnet di 16 pelabuhan dan jumlahnya akan semakin bertambah seiring berjalannya waktu. Dua layanan digital ini memberikan dampak luar biasa pada pelayanan di pelabuhan. Bayangkan, proses pelaporan yang sebelumnya membutuhkan waktu satu hari kini dapat dilakukan hanya dalam 10 menit. Selain itu, proses informasi kapal dan barang pun menjadi lebih transparan dan dapat dipantau secara real time.
Tantangan Digitalisasi Sektor LogistikÂ
Peluang digitalisasi logistik Indonesia tentu dapat diwujudkan jika para pelaku di sektor ini juga dapat menangani berbagai tantangan. Tantangan inilah yang harus menjadi perhatian utama banyak pihak agar upaya sektor logistik sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia tetap terjaga. Terlebih lagi, teknologi sangat berpengaruh pada perilaku konsumen yang dapat berubah secara drastis. Tentunya para pelaku logistik harus memperhatikan banyak hal agar terciptanya bisnis yang berkelanjutan.Â
Satu aspek yang menjadi tantangan utama dalam industri logistik Indonesia adalah biaya. Pada tahun 2019, katadata pernah membuat sebuah laporan jika biaya logstik Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih cenderung tinggi yaitu mencapai 24 persen. Sedangkan pada 2021, persentasenya berada di angka 23,5 persen. Meskipun mengalami penurunan, namun angka ini jauh lebih tinggi dibanding negara lainnya. Mari kita bandingkan dengan Malaysia yang memiliki perbandingan biaya logistik hanya 13 persen dari PDB.Â
Apa penyebab utama biaya logistik di Indonesia jauh lebih mahal dari negara tetangga? Jawabannya adalah rumitnya birokrasi dalam proses mengajukan izin usaha. Mau tidak mau para pelaku usaha harus mengeluarkan biaya ekstra agar permasalahannya selesai. Para pengusaha logistik juga akan dihadapkan dengan mahalnya biaya investasi untuk menyediakan alat produksi, robotik, teknologi dan transportasi agar dapat menyesuaikan dengan era digital.
Biaya mahal juga dapat disebabkan karena pembangunan infrastruktur di Indonesia yang belum merata. Sebagai negara kepulauan dan terluas nomor tujuh di dunia, Indonesia masih dihadapkan dengan pembangunan yang masih timpang. Padahal infrastruktur merupakan pilar utama dalam efisiensi proses logistik. Proses pengiriman barang ke pelanggan akan lambat dan biaya logistik pun jauh lebih mahal.Â
Aspek berikutnya adalah terkait manajemen sumber daya manusia (SDM) yang masih harus ditingkatkan. Kita hidup di era Society 5.0, namun masih banyak beberapa perusahaan logistik yang masih bertahan dengan sistem lama dan konvensional karena SDM yang belum adaptif dengan teknologi. Bayangkan jika pelaku industri ini masih bermain dengan cara lama dalam manajemen logistik. Proses transportasi, inventory, warehousing dan pengemasan barang dilakukan secara manual. Selain memperlambat proses, tentunya hal ini juga berdampak pada membengkaknya biaya dan mengurangi nilai tambah untuk pelanggan. Rendahnya mutu SDM juga akan berdampak pada minimnya inovasi. Di tengah era persaingan digital yang sangat ketat, inovasi sangat dibutuhkan agar pelanggan setia pada produk dan layanan ditawarkan.Â