Mohon tunggu...
Kiky Rifky
Kiky Rifky Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis untuk hidup abadi.

Selanjutnya

Tutup

Love

Surat untuk Renny 1

2 Januari 2023   06:04 Diperbarui: 2 Januari 2023   06:17 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Kanvas berbingkai emas yang menyajikan lukisan megah langit Dieng yang biru dan awan-awan berarak seputih kapas tinggal impian yang kandas. Atau langit sore bertabur ode di pantai Depok dengan cahaya keemasan mentari yang terbenam di senyummu tetap menjadi harapan palsu.

Ada hati yang kau jaga, yah, Ren?

Tak mengapa, seribu alasan darimu dan seribu satu solusi dariku tak pernah berarti. Padahal kau tau, bersamaku tak pernah sekalipun aku menyentuhmu, apa lagi mengajak mesum. Kenapa kau selalu menghindar?

Aku hanya mengajakmu mengejar cita-cita bersama, menggapai surga bersamamu. Berapa taman surga kita duduki berdua, menyisakan jejak-jejak indah yang bakal menjadi kenangan yang tertulis di Diwan Fathimiyah.

Sepertinya cita-cita itu tetap menjadi bayang semu, tak kutemukan Renny yang pernah berkata, "Aku tak bisa menolak kalau kau yang mengajak." Semenjak kata-kata itu terucap, seluruhnya hanyalah penolakan.

Tak mengapa. Sebelum segala sesuatunya hanyut lebih jauh, jatuh lebih dalam, sakit lebih perih ... mungkin memang cukup berhenti sampai detik ini. Maaf untuk majelis Syarifah Fathimah Musawa, aku ingin lupa.

Ren, banyak kenangan dari Ar-Roudhoh, kau hanya menerima sebagian kecil. Selebihnya masih kusimpan rapi. Kenangan yang bisa membuat kita duduk bersama Eyang Husein dan keluarganya di Surga. Mungkin kenangan itu akan tetap utuh di laciku saja.

Aku hanya ingin menawarkan solusi terakhir. Tentang sulitnya perizinan, ghibahan tetangga, kekhawatiran bidadarimu, dan lain sebagainya kita selesaikan dengan ibadah, haram menjadi halal. Sebagaimana arti namamu, kau milikku.

Ingat majelis Habib Ali Al-Jufri? Kita mendapat Hadits Musalsal dari Rasulullah, kukira itu isyarat dari Rasulullah agar aku mengatakan kalimat yang sama dari Rasulullah bahwa Ana Uhibbuk ya Renny Azalia. Tapi isyarat itu kini sirna oleh duka.

Aku mengajakmu ke Dieng atau ke pantai, tak lain untuk melangkah bersama menuju surga, selangkah lebih dekat. Sudah kucicil mahar dan mas kawin, tapi sekuat apapun aku ngotot mengajakmu pergi, jika Allah menjawab bukan jodoh ... apalah daya, kan, Ren?

Cicilan mahar itu sudah bertengger di dalam jok motor semenjak kau menerima ajakanku meski pertemuan yang kau tawarkan sesederhana mie ayam atau tempat yang dekat selain mie ayam. Apapun motif dan alasanmu, aku berusaha menerima dan mengerti meski kau bodohi hingga akhirnya cicilan mahar itu kukembalikan ke laci bersama kenangan dari Ar-Roudhoh, juga maksud hati biar tetap terpendam menjadi kisah rupa sampah.

Ingin menyalahkan takdir atas semesta yang mempertemukan kita hanya sekadar bertukar cerita, menjadi hikayat yang tak lagi bermakna. Banyak kenangan yang mulai detik ini harus kita lupa bersama.

Aku cukup peka dan menyadari, akhir-akhir ini komunikasi kita tak sedang baik-baik saja. Lalu beringsut membaik setelah kau terima hadiah kecil dariku, kemudian kembali seperti sedia kala. Karena fokus seminar? Sepertinya bukan, ini bukan Renny yang kukenal.

Aku telah kehilangan sosok Renny. Semenjak di Solo, sampai Sempro ... aku kehilangan ghirohmu yang dulu sering minta waktu dan menentukan tempat bercerita, sekarang aku yang menawarkan pun tak lagi digubris. Chat yang sudah mengendap lebih dari satu jam, pasti terabai seharian, pancingan obrolan mengenai habaib dan syarifah serta orang sholih pun tak lagi membuatmu tertarik. Kupikir kau sedang disibukkan dunia, nyatanya kau bilang tidak. Benar, mungkin ada hati yang kau jaga.

Mungkin sudah waktunya aku pamit sebab kehadiranku di kehidupanmu sudah tak lagi perlu. Aku cukup bangga melihatmu ada di barisan Sayyidah Fathimah, selebihnya aku hanya butiran debu tiada bermakna.

Jika ada hati yang memang kau jaga, Ren. Pesanku, jaga ia dengan doa. Pastikan ia membawamu ke surga Allah entah lewat jalur mana saja. Jangan sekali-kali mengecewakan ia dengan penolakan-penolakan seperti yang sering kualami. Aku yakin ia terbaik, jauh lebih baik dariku, lebih sempurna, dan lebih segalanya.

Berbahagialah, Ren. Menikahlah di tahun 2023 sebagaimana impianmu; yang dulu kukira bakal bersamaku. Aku terlampau pede yah? Benar, kusesalkan semesta yang mempertemukan kita jika pada akhirnya kita tak menjadi siapa-siapa.

Harusnya tak ada rasa nyaman dalam bermajelis, vibes suami istri, bertukar cerita indah, dan sebagainya. Aku merasa waktuku empat tahun bersamamu menjadi sia-sia. Terima kasih atas empat tahun indahmu, Ren. Tak mungkin kutemukan kau di manusia lain.

Kutulis celoteh ini dengan mempertaruhkan seluruh harga diriku. Karenanya, jika memang rasaku tak terbalas ... aku memilih pergi.

Aku tak bisa berjanji bahwa aku tak akan rindu kernyit matamu dengan sesimpul senyum surgawi, suara cemprengmu sepanjang perjalanan, suara helm yang kau ketuk-ketukkan ke helmku, menarik tali tas yang mengagetkan saat kau mengantuk di perjalanan, cokelat hangat yang bersanding kopi, tikungan kenangan, Ujungsenja, dan segala tentangmu lagi.

Maaf atas seluruh sikapku yang suka memaksa membuatmu terganggu, terusik, dan risih. Aku ingkar janji bahwa aku tak lagi meminta waktumu. Maaf. Mungkin mulai detik ini, selamanya aku tak akan meminta waktumu lagi.

Aku pamit dari kehidupanmu.

Bahagia selalu, Renny-ku!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun