Tak Pernah Mati, Tak akan Berhenti...
Mendengar penggalan bait tersebut, mengingatkan kita pada aktivis pejuang HAM yang diduga diracun di udara. Kenapa masih diduga, mudah saja, seperti biasanya, hukum di Indonesia suka larut kalau mengurusi perihal yang dapat menyeret orang-orang penting yang berkuasa atau berafiliasi dengan penguasa. Cholil Mahmud mendedikasikan lagu Di Udara untuk alm. Munir.
Pasti kalian tidak asing lagi sama Munir. Pejuang HAM satu ini dikenal hingga generasi sekarang berkat reproduksi yang disuarakan oleh para penerusnya yang menuntut keadilan yang menyangkut hak asasi manusia. Hak yang dirampas banyak manusia yang mati di zaman pemerintahan Soeharto yang hingga sekarang tak jelas dimana tanah temapt ia kembali. Banyak yang mati dan ditemukan, tetapi lebih banyak lagi yang mati atau hilang. Hilang entah kenaman, tidak tercium baunya, tidak terlihat rupanya, dan tidak diketahui tanah tempat perbaringan terakhirnya.
Suara, semangat, dan gerakan setelah Munir tewas tidak berhenti sampai disitu, suara-suara yang terbungkam ini malahan terus bergema tiada henti hingga terdengar di hari HAM 10 Desember lalu.
Yogyakarta untuk kali keenam mengecup kembali penghargaan kota paling peduli hak asasi manusia. Tidak tanggung-tanggung, sejak 2013, Yogyakarta tak berhenti menjadi kota paling peduli HAM. Penghargaan ini diberikan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI.
Dilansir dari Tribun, Sofia Alatas, Kasub Dit KDN Dan RANHAM Wilayah II Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Kantor Wilayah DKI Jakarta, mengatakan, ada tujuh kelompok hak yang harus dipenuhi dalam Kota Peduli HAM.
Tujuh kelompok hak tersebut meliputi hak atas kesehatan, pendidikan, hak perempuan dan anak, kependudukan, pekerjaan, perumahan yang layak, dan lingkungan yang berkelanjutan.
"Tujuh kriteria penilaian ini bisa tercapai karena usaha yang dilakukan secara terus-menerus oleh seluruh OPD di lingkungan Pemkot Yogya bersama masyarakat, dunia usaha maupun lembaga nonpemerintah lainnya," papar Haryadi, saat dikonfirmasi usai menerima penghargaan, Selasa (11/12).
Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Wakil Presiden RI Jusuf Kalla pada peringatan Hari HAM ke-70 di Gedung Kementerian Hukum dan HAM RI Jakarta. Seperti yang dilansir dari koran Kedaulatan Rakyat.
Haryadi mengaku, di tengah perkembangan dunia digital dewasa ini maka tantangan untuk mempertahankan predikat Kota Peduli HAM cukup berat. Oleh karena itu diperlukan sinergitas antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam menjadikan Yogya sebagai kota yang ramah bagi semua pihak.
Prestasi ini memang harus dipertahankan dengan tetap memengang kaidah-kaidah menghargai batas dan mengetahui hak dan kewajiban yang sudah sepatutnya diketahui warga Yogyakarta.
Harapan kedepannya, hak asasi manusia lebih merata lagi untuk semua kalangan di Yogyakarta agar semua merasakan kebebasan dan kesejahteraan yang sama. Pemimpin yang berkuasa di jogja harus bisa memberikan perlindungan, keteduhan, kesejahteraan bagi masyarajat yang dipimpinya.
Bambang Soepijanto, calon DPD RI Dapil DIY, mengusung konsep kepemimpinan seperti pepatah Jawa, yaitu "Ngayomi, Ngayemi, dan Ngayani." Ketiga kata itu dapat diartikan menjadi "Melindungi, Membuat Nyaman, dan Mensejahterakan."
Dengan demikian, sudah sepatutnya kita semua menghormati hak-hak antarsesama, kita juga mendapatkan hak, yang lain pun mendapatkan hak yang sama agar tercipta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, khusunya Yogyakarta yang selalu berhati nyaman. Yogya istimewa orangnya, bukan istimewa penggusurannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H