Mohon tunggu...
Kiki Umaya Rokhaniati
Kiki Umaya Rokhaniati Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa

Mahasiswa prodi Akuntansi tahun 2023 Universitas Negeri Semarang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Opini: Tunjangan Rumah DPR Rp1,7 Triliun Setara 3 Juta Guru Honorer Dapat Gaji Rp5 Juta

20 Oktober 2024   12:30 Diperbarui: 20 Oktober 2024   12:33 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-018658203/tunjangan-rumah-dpr-rp17-triliun-setara-3-juta-guru-honorer-dapat-gaji-rp5-juta?page=a

Nama Penulis : 1). Kiki Umaya Rokhaniati (2307020052); 2). Cicilia Siwi Pramundya (2307020053)

Argumentasi Isu : 

Menurut kami, ketimpangan yang mencolok antara gaji guru honorer yang berada jauh di bawah UMR dan tunjangan besar sebesar 1,7 triliun rupiah yang diterima anggota DPR mencerminkan adanya ketidakadilan dan inefisiensi dalam alokasi anggaran negara. Saya berpendapat bahwa fenomena ini menunjukkan prioritas kebijakan fiskal pemerintah yang tidak seimbang, di mana sektor krusial seperti pendidikan kurang mendapat perhatian dibandingkan dengan alokasi untuk para pejabat.

Kami yakin bahwa gaji rendah untuk guru honorer akan berdampak negatif pada kualitas pendidikan nasional dalam jangka panjang, yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Di sisi lain, menurut pandangan kami, tunjangan besar untuk anggota DPR tanpa kaitan langsung dengan produktivitas kerja mereka menciptakan inefisiensi dalam penggunaan sumber daya publik. Kami merasa bahwa kesenjangan pendapatan yang ekstrem ini berkontribusi pada meningkatnya ketidakpuasan publik dan berpotensi memicu masalah sosial yang lebih besar. 

Hal ini bukan hanya masalah ketidakadilan, tetapi juga berdampak negatif pada kondisi makroekonomi negara, khususnya terkait inflasi dan pengangguran. Di mana kami melihat bahwa gaji rendah guru honorer berkontribusi pada melemahnya daya beli dan spending power masyarakat. Ini tentu kontraproduktif bagi upaya mendorong pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi domestik. Di sisi lain, tunjangan besar untuk pejabat justru memperlebar kesenjangan ekonomi yang sudah ada.

Selain itu, kondisi ini juga berpotensi memperburuk masalah pengangguran. Dikarenakan rendahnya insentif di sektor pendidikan bisa menurunkan minat masyarakat untuk bekerja sebagai guru, terutama honorer. Hal tersebut menunjukkan bahwa fenomena underemployment di kalangan guru honorer mencerminkan pemanfaatan sumber daya manusia yang tidak optimal.

Apabila masalah ini tidak diselesaikan dengan segera efek multiplier dari kasus ini akan sangat merugikan perekonomian secara keseluruhan. Di mana permintaan agregat yang lemah akibat rendahnya daya beli guru honorer dan ketimpangan distribusi pendapatan yang semakin lebar bisa memicu masalah ekonomi yang lebih luas.

Untuk mengatasi ini, pemerintah perlu melakukan reformasi kebijakan fiskal yang lebih adil. Maka, reformasi anggaran yang lebih berfokus pada pembangunan SDM dan kesejahteraan pekerja, terutama di sektor pendidikan, sangat diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kami percaya bahwa alokasi anggaran yang lebih adil dan merata, khususnya untuk sektor-sektor yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang, harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan ekonomi makro pemerintah. Alokasi anggaran harus lebih mendukung sektor-sektor produktif seperti pendidikan, termasuk memperbaiki upah guru honorer. Saya juga berpendapat bahwa reformasi sektor pendidikan secara menyeluruh diperlukan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan tenaga pendidik.

Pada akhirnya, kami beranggapan bahwa mengatasi ketimpangan struktural ini sangat penting untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan di Indonesia. Tanpa adanya perubahan signifikan, masalah inflasi dan pengangguran akan sulit diatasi secara efektif.

Dalam cabang ilmu ekonomi, fokus analisis ekonomi terbagi menjadi dua yaitu ekonomi makro dan ekonomi mikro. Ekonomi makro adalah bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari masalah ekonomi secara keseluruhan (agregatif). Menurut Astuti et al (2016), ekonomi makro mempelajari kondisi ekonomi suatu masyarakat/negara seperti pengangguran, kesempatan kerja, pengeluaran Negara, pendapatan nasional, tingkat suku bunga, kurs/nilai tukar, dan sebagainya. Sedangkan ekonomi mikro menurut Nasution (2020) menjelaskan mengenai  pelaku ekonomi yang lebih kecil yaitu konsumen individu atau perusahaan atau setidaknya satu industri. Cakupannya adalah pada permintaan, penawaran, harga dan lain sebagainya. Dalam permasalahan di atas, permasalahan tersebut masuk ke dalam kajian dari ekonomi makro. 

            Permasalahan tersebut masuk ke dalam kajian ekonomi makro karena membahas mengenai pendapatan nasional. Banyak sekali permasalahan mengenai keluhan yang dialami oleh guru honorer, seperti rendahnya gaji yang dimiliki. Berdasarkan dengan data yang dirilis oleh Merdeka.com, jumlah guru honorer di Indonesia berada pada angka 700.000. Jumlah ini tentu saja cukup banyak. Selain itu, menurut Azzahra Salsabilla (2023), guru honorer juga umum mengalami ketidakpastian dalam pekerjaan dan kurang kesejahteraan. Padahal guru honorer dengan guru tetap memiliki fungsi yang sama, yaitu membentuk generasi muda di sekolah untuk dapat tumbuh dengan nilai karakter yang dibutuhkan bangsa. 

            Dengan tanggung jawab yang masih sama dengan guru tetap, guru honorer juga mengalami rendahnya gaji dengan beban yang sama, yaitu dengan kisaran 1-2 juta rupiah. Jumlah ini sangatlah kecil mengingat fungsi guru yang sangat berpengaruh besar dalam menciptakan generasi muda yang unggul. Hal ini sangat bertimpang dengan tunjangan yang dimiliki oleh DPR RI yang memiliki jumlah beratus kali lipat dibandingkan dengan gaji guru honorer. Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa negara Indonesia masih belum mampu untuk memenuhi beberapa tujuan ekonomi makro. 

            Salah satu tujuan ekonomi makro menurut Fauzi et al (2023) adalah terbentuknya neraca pembayaran yang berimbang. Minimnya upah guru honorer ini tentu saja akan berakibat dengan menurunnya daya beli masyarakat. Berdasarkan dengan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa Indonesia selama 5 bulan ini telah mengalami deflasi. Selain itu, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia yaitu Shinta Kamdani mengkhawatirkan bahwa daya konsumsi rumah tangga hanya sebesar 4.91% selama kuartal kedua 2024, hal ini tentu saja lebih rendah dibandingkan dengan kuartal kedua di 2023 yang berjumlah 5.22%. Menurunnya daya beli tentu saja akan berdampak pertumbuhan ekonomi suatu negara dan dapat mengakibat nilai tukar yang melemah dan memungkinkan beberapa dampak lainnya, salah satunya adalah pengangguran. 

            Minimnya gaji guru honorer, tentu saja akan menyebabkan timbulnya pemikiran untuk tidak menjadi tenaga pendidik. Akibatnya, lonjakan pengangguran di Indonesia akan menjadi banyak. Berdasarkan data yang dirilis oleh BPS melalui Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) per Februari 2024, jumlah pengangguran di Indonesia berada 4.82%. Walaupun angka tersebut menurun dibandingkan Februari 2023 tahun lalu, namun jika gaji guru honorer masih dianggap sebelah mata, hal ini akan menimbulkan kenaikan pengangguran. Nantinya akan berdampak pada kualitas generasi muda akan menurun karena kurangnya tenaga pendidik. 

            Oleh sebab itu, dalam mengatasi permasalahan minimnya gaji guru honorer dengan kontrasnya tunjangan DPR RI dengan beban kerja yang sama-sama berat, seharusnya alokasi tunjangan tersebut dapat diberikan untuk mensejahterakan guru honorer. Sehingga, diperlukan kajian ulang dalam mengatasi permasalah mengenai upah gaji guru honorer dengan tunjangan DPR RI. Secara tidak langsung, hal tersebut tentu saja akan berdampak pada perekenomian makro di Indonesia. 

Daftar Pustaka 

Astuti, R., Lapian, J., & Rate, P. Van. (2016). Pengaruh Faktor Makro Ekonomi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG ) Di Bursa Efek Indonesia ( BEI ) Periode 2006-2015 Influences of Macroeconomic Factors To Indonesia Stock. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 16(02), 399–406.

Azzahra Salsabilla. (2023). Implikasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia: Ketidaksetaraan Upah Guru Honorer Dalam Sistem Pendidikan. Triwikrama: Jurnal Ilmu Sosial, 1(5), 50–60.

Fauzi, Sinaga, P. A., & Wahyuni, D. (2023). Peran Perekonomian Mikro dan Makro Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Wahana Inovasi, 12(2), 155–163.

Nasution, E. M. (2020). PELAKU EKONOMI MIKRO DALAM MENCIPTAKAN KEKUATAN EKONOMI NASIONAL. Jurnal Ekonomi Syariah, 1(1), 100–113.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun