Misalkan pada baris saldo awal, tidak dijelaskan saldo awal bulan apa. Terus pada kolom Transfer KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) pun tak dituliskan apakah itu kumulatif atau kah hanya bulan berjalan. Semestinya ada keterangan tambahan. Jika saldo awal bulan ditentukan adalah bulan sebelumnya, maka Transfer KPPN disebutkan hanya pada bulan berjalan. Atau bisa dengan menentukan bahwa saldo awal adalah awal tahun, sedang Transfer KPPN merupakan kumulatif sejak awal tahun hingga bulan berjalan. Mungkin begitu.
[caption id="attachment_342763" align="aligncenter" width="300" caption="Mas Eko berdiskusi dengan tim"]
Akhirnya berdasarkan diskusi antara pengurus UPK dengan pemeriksa dan fasilitator (Wulan) disepakati bahwa keterangan saldo awal dimaksudkan adalah awal tahun. Maka disana tertulis Rp 0,-.
Saat aku mendengarkan diskusi antara Agus Hidayat, TPK Desa Bangsa, dengan Bangun, Tim Pemeriksa TPK, terjadi diskusi yang tak kalah seru. Ini terjadi karena perbedaan strategi pelaksanaan awal kegiatan fisik. Utamanya soal trial. Pak Bangun berpendapat bahwa penggunaan dana untuk trial yang diambil atas dasar swadaya harus direkeningkan. Ini salah satu syarat pencairan dana tahap pertama dari UPK. Sedangkan Agus tidak berpendapat demikian. Memang tidak ada ketentuan itu di Kebasen. Maka Mas Agus Hidayat memandang tidak perlu ada pembukaan rekening untuk menghimpun dana swadaya.
[caption id="attachment_342764" align="aligncenter" width="300" caption="Saling tukar ilmu dan pengalaman"]
Best practise yang dilakukan di kecamatan Patikraja seperti ini tentu bertujuan bagus. Yakni untuk meyakinkan pihak pengelola dana bahwa dana swadaya benar-benar terhimpun. Kalau aku tafsiri, ini bermula dari pengalaman pahit tidak cairnya dana swadaya dari masyarakat, maka pelaku PNPM di kecamatan Patikraja memandang perlu akan hal ini. Sedangkan di kecamatan Kebasen belum memandang perlu untuk itu. Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Lain Koki lain rasa masakan juga. Begitu kan?
Tak perlu mendebatkan soal ini. Ini ajang bagus untuk saling berbagi best practise dalam mensikapi kondisi masyarakat di masing-masing wilayah. Siapa tahu kondisi di kecamatan Kebasen membutuhkan trik yang sudah dilakukan di kecamatan Patikraja. Atau mungkin pelaku di kecamatan Patikraja yang perlu belajar bagaimana mengkondisikan warga agar tetap berswadaya meski tanpa bukti pembukuan rekening tersebut. Ayo saling berbagi.
[caption id="attachment_342765" align="aligncenter" width="300" caption="Menyamakan persepsi"]
Saat aku mendekati dan mendengarkan diskusi antara Pak Suwito, TPK Desa Adisana, dengan Mas Eko yang dibahas tentang swadaya. Bedanya disini Mas Eko menyarankan untuk memunculkan dana swadaya di laporan. Sayang sekali jika swadaya yang sudah bisa dikumpulkan dari warga tidak dimunculkan. Dengan swadaya yang tak tercatat, secara kasat mata tingkat partisipasi masyarakat menjadi rendah. Padahal tidak demikian adanya. Menyadari kekeliruannya, Pak Kasimin yang didampingi oleh Pak Salim selaku bendahara, dan Pak Mistar selaku sekretaris TPK hanya manggut-manggut saja.
Nah, yang justru mengandalkan aliran kebatinan adalah Amin. Apa karena lawan diskusinya itu cewek atau bagaimana, tak jelas. Saat aku tegur dia bilang, grogi… hahaha…
Ternyata Amin punya trik sendiri. Dia tak secara langsung menyampaikan pemeriksanaannya. Rapi aku lihat dia mencatat semua yang dia anggap perlu perbaikan. Mungkin emoh menyuarakan secara langsung, karena diskusi di ruang pertemuan itu sudah heboh dengan suara Pak Bangun yang kelihatan berapi-api. Sori Pak Bangun, guyon.