Mohon tunggu...
Kiki Rizki Larasati
Kiki Rizki Larasati Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPNVJ

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPNVJ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Krisis Demokrasi Membuat K-Popers Ikut Demonstrasi!

8 November 2020   12:35 Diperbarui: 8 November 2020   12:52 1641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
poster salah satu pendemo kpopers twitter.com/nabbuff_

Beberapa orang berpikir bahwa K-Popers adalah "preman Twitter" karena keaktifannya mendukung idola mereka hingga menjadi populer. Bahkan ketika Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja Omnibus Law disahkan pada (5/10) silam, partisipasi Kpopers terlihat dari tidak lagi membuat cuitan tentang idola mereka. Tetapi berganti membuat penolakan terkait "Omnibus Law", sehingga membuat tagar ini menjadi topik hangat yang mendominasi Twitter di Indonesia dan dunia.

Keaktifan Kpopers Berpendapat Bukan Tanpa Dasar 

Pakar media sosial Drone Emprit, Ismail Fahmi mengatakan dalam unggahannya bahwa K-Popers awalnya tidak memahami Omnibus Law. Kemudian setelah UU Ciptaker menjadi perbincangan hangat berbagai pihak yang mulai membaca draftnya. Hal ini juga menambah daftar perbincangan yang lebih banyak terkait perihal tersebut.

Menurutnya K-Popers bersama pihak-pihak kontra lain membentuk sebuah klaster besar yang saling berinteraksi dalam satu jaringan. Sehingga dalam waktu singkat bersatu mengangkat tagar #MosiTidakPercaya dan tagar-tagar lain, sehingga menjadi trending topik dunia.

"Secara demografi, K-Popers merupakan generasi pengguna media sosial terbanyak. Jika sebelumnya mereka kurang paham soal Omnibus Law, dengan ikut angkat tagar ini mereka jadi tahu," katanya melalui tweetnya.

Misalnya saja seorang akun dengan username @imaganiseu menyebutkan "Demi Indonesia 1st #TolakOmnibuslaw #MosiTidakPercaya #JegalSampaiGagal" pada tweetnya dan sebagai bentuk ungkapan kontranya.

Ima Ganis pemilik akun tersebut juga menambahkan alasan mengutarakan pendapatnya terhadap RUU Ciptaker karena ia adalah pegawai swasta. Ia percaya bahwa pandangan tertentu dalam RUU Ciptaker berdampak besar padanya serta dalam pengesahan tersebut cenderung disahkan secara gegabah. Sehingga pengaruh K-Pop mengundang dia untuk berpartisipasi dalam menaikan tagar Omnibus Law.

"Karena ajakan dari salah satu influencer K-Pop, saya mulai menaikan hastag karena saya sadar saya tidak kontribusi banyak naikin hashtag. Is the least thing i can do for this country," jelasnya pada (2/11) lalu.

Saat meningkatkan hastag ini, K-Popers tidak hanya menggunakan hastag secara tidak mendasar. Tetapi mereka juga melakukan edukasi dan informasi tentang dampak RUU Ciptaker, bahkan menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris agar bisa dimengerti oleh seluruh dunia.

"Saya apresiasi dengan teman-teman K-Popers Indonesia mau berpartisipasi dan peduli menyelamatkan negara. Kita tidak asal naikin hastag kok, yang saya perhatikan banyak yang memberikan edukasi juga tentang kenapa Omnibus Law ditolak," tutur Ima.

Partisipasi Fanbase K-Pop Untuk Menaikan Tagar Omnibus Law

Tidak hanya secara individu dan melalui twitter, fanbase atau fandom base K-Pop di platform seperti instagram juga turut berpartisipasi. Fanbase adalah sebuah istilah akronim dari fans kingdom yang merujuk pada fans club dari idol Korea yang mempunyai base melalui berbagai platform. Fanbase biasanya menyajikan berbagai informasi terkini dengan club dari idol Korea.

Salah satu grup penggemar Instagram Korea dengan username @nctceunah juga dipantau aktif memposting Instagram story. Mereka mengatakan memang mengingatkan dan mengajak pengikutnya untuk menambahkan tagar tentang Omnibus Law.

Fanbase boygroup NCT ini juga menyatakan bahwa mereka memilih untuk menaikkan hashtag daripada mengunggah hal-hal yang berbau Korea di hari demonstrasi karena mereka percaya bahwa sebagai warga negara Indonesia harus peduli dengan keadaan di negaranya sendiri, termasuk isu terkait RUU Ciptaker.

"Karena kita sebagai warga Indonesia sudah sewajibnya melakukan itu, kita memang suka K-Pop tapi bukan berarti kita melupakan dan menyepelekan atas apa yang terjadi pada negara kita saat itu" ungkap admin @nctceunah melalui aplikasi Line kepada penulis.

Followers grup penggemar tersebut pun menanggapi penahanan yang mengunggah segala sesuatu tentang artis Korea tersebut di akunnya di hari demonstrasi, yakni NCT.

Aktivitas Kpopers Menjadi Kontribusi Besar Bagi Gerakan Sosial

Fenomena sosial ini tidak hanya diketahui oleh para penggemar K-Popers saja, tetapi juga respon dari beberapa sosiolog atas maraknya tagar Omnibus Law yang populer di Twitter, salah satunya adalah Priyono Sadjijo, sebagai seorang dosen sosiologi di Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta.

Menurut Priyono, gerakan yang digagas oleh K-Popers merupakan gerakan sosial yang lahir dari kepedulian dan kecemasan yang memiliki tujuan sama terhadap negeri ini. "Gerakan sosial sendiri muncul karena adanya situasi kritis, bisa melalui media sosial ataupun secara langsung," tuturnya melalui wawancara yang dilakukan secara daring.

Ia juga menyebutkan persepsi masyarakat dengan dunia hiburan masih tidak terkontaminasi dengan politik menurutnya hiburan ya hiburan. Begitu masalah politik terekslasi yang menyangkut banyak kehidupan masyarakat, maka dunia hiburan pun ikut terkontaminasi

"Yang menyebabkan mengapa penggemar K-Pop pada akhirnya ikut melihat fenomena tersebut ya karena RUU Ciptaker itu tidak dilakukan secara transparansi," tutur pria berkacamata itu.

Mungkin sebagian orang merasakan bahwa K-Popers bisa menjadi pihak kuat yang dapat menciptakan potensi penunggangan politik atau keuntungan lainnya, merespon hal tersebut Priyono mengatakan untuk menghindarinya salah satunya dengan mengutarakan pendapat secara mandiri dan netral.

Berangkat dari bentuk negara Indonesia yang demokratis, menurutnya wajar saja jika mengkritik, karena konstitusi menjamin hal tersebut yang tidak mengenal identitas pribadi seseorang begitupun K-Popers.

"Orang-orang dapat melihat kritikan yang dilakukan K-Popers ataupun seseorang independen atau tidak itu bisa terlihat. Kritikan dilontarkan adalah hal yang dewasa, saya yakin K-Popers bukan orang yang bodoh buktinya mereka bisa mempunyai informasi-informasi yang terkadang saya sendiri belum tahu," jelasnya.

Partisipasi K-Popers terhadap Omnibus Law tidak terlepas dari dunia hiburan yang identik dengan generasi milenial. Menurutnya pada masa pandemi seperti ini Indonesia memerlukan manajemen krisis, dimana strategi komunikasi dari pemerintah hal ini dianggap masyarakat minim transparansi terkait omnibus law kemarin dari pemerintah.

"Yang menyebabkan kpop akhirnya ikut melihat fenomena itu ya karena UU CIPTAKER itu tidak dilakukan secara transparansi. Dari sisi proses pembuatannya pun tidak sehat. Karena strategi komunikasi yang lemah, sehingga membentuk persepsi dan masyarakat semakin tidak percaya," jelasnya.

Ia juga merasakan hal tersebut semakin meluap, penyampaiannya tidak lepas dari peran media sosial. Terlebih demonstrasi sulit dilakukan oleh sebagian orang melalui secara langsung, sehingga media sosial menjadi alternatif mudah seseorang berkontribusi menyampaikan pendapatnya.

Menurutnya hal tersebut menjadi sebuah strategi komunikasi baru untuk menyuarakan penolakan akan Omnibus Law, "Namun kuat-kuatnya strategi komunikasi yang tidak benar dapat dengan mudah dikalahkan dengan strategi komunikasi yang benar tanpa berpihak pada penguasa dan kita bela negara dengan melakukan kebenaran," jelasnya.

Dalam menyampaikan pendapat melalui media sosial menurut Priyono sudah ada batasan-batasan yang bisa dijadikan panduan untuk mengekspresikan pendapat. Menurutnya Undang-Undang Indonesia sudah cukup memadai. Apabila ada pihak-pihak yang menyebarkan berita hoax, itu dapat dilacak.

"Sekarang ada UU ITE, teknologi semakin berkembang dan mudah pada saat ini. Namun permasalahannya hanya satu yaitu keadilan yang masih sulit ditegakan di Indonesia. Penegakan keadilan seringkali terjadi hanya pada pihak tertentu saja seperti tumpul keatas, tajam kebawah hal tersebut semakin nyata," ungkapnya.

Penulis :
Syena Meuthia
Kiki Rizki Larasati
Nabilla Thalita Fadis
Laras Sari Jadra
Nabila Gadis Caisa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun