Mohon tunggu...
Kiki RizkyRifaldi
Kiki RizkyRifaldi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakir Ilmu

Sometimes i'm in pretty good shape. Hey, you gotta live, you know?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kampung Serangan, Sejarah dan Kebenaran

29 Juli 2022   16:12 Diperbarui: 29 Juli 2022   18:09 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sertifikat Tanah Milik Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Sumber : Dokpri

Kampung Serangan merupakan sebuah kampung yang terletak di Kota Yogyakarta, tepatnya di Kelurahan Notoprajan, Kecamatan Ngampilan, Kota Yogyakarta. Kampung Serangan ini terbagi menjadi dua RW (Rukun Warga). Kampung ini memiliki stigma negatif dan terkenal sebagai kampung hitam, sarang dan kandangnya para preman, pencopet, tukang begal, tukang mabuk, para begundal yang memiliki kesenangan dan hobi rusuh bahkan menjadi sarang PKI.

Dari pemahaman itu, stigma Kampung Serangan di mata masyarakat luas dapat dikatakan buruk dan semakin negatif. Penyebaran berita yang begitu cepat dan semakin luas hingga tidak terbendung menyebabkan Kampung Serangan ini semakin cocok jika disebut sebagai kampung hitam dan kampung gelap bila mendengar cerita tersebut. Namun, benarkah fakta dan kenyataan Kampung Serangan seperti itu?

Bapak Ibnu Hajar selaku ketua RW 01 mengatakan, sejarah Kampung Serangan ini dimulai dari kedatangan Nyi Ageng Serang yang pada saat itu berkunjung ke Yogyakarta.

“Dulu awal mulanya mengapa bisa jadi namanya Kampung serangan, ketika Nyi Ageng Serang pada saat itu berkunjung ke Kota Yogyakarta, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kemudian oleh Sri Sultan pada saat itu dipersilahkan untuk tinggal di kampung ini (Kampung Serangan). Nyi Ageng Serang beserta rombongannya kemudian tinggal di Kampung Serangan. Info ini saya dapat dari salah satu kerabat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat,” jelasnya.

Awal mulanya Kampung Serangan menjadi sarang para kriminal disebabkan oleh masa penjajahan Belanda. Pada masa penjajahan Belanda, para warga merasa ketakutan sehingga mereka memutuskan untuk mengungsi. Selepas Belanda angkat kaki dari Indonesia khususnya Yogyakarta, masyarakat yang mengungsi memutuskan untuk kembali ke kampungnya, tidak terkecuali masyarakat Kampung Serangan. Setelah pulang dari pengungsian itu masyarakat sudah kehabisan uang, rumah rusak, pendapatan dan tidak memiliki pekerjaan.

Bapak Sukaryo Prawiroji Projo sebagai sesepuh kampung mengatakan “ Disitulah mulai timbul gejolak dalam masyarakat dan timbul lembaran-lembaran hitam yang sebenarnya hal itu tidak diinginkan. Orang itu kalau disuruh jadi orang jahat kan tidak mau, tapi kepepet karena rumahnya sudah rusak, kehilangan pekerjaan, tidak punya uang, punya anak, punya istri terus gimana? Akhirnya ada yang jatuh ke lembah hitam itu. Tapi tidak semuanya, tidak semuanya. Dan saya akui, waktu saya kecil Serangan itu menjadi lembah hitam dan terkenal sampai dimana-mana Serangan ini sebagai sarangnya copet, maling, rampok,” ungkapnya.

Disamping itu, dahulu di Serangan terdapat sebuah stasiun yang bernama Stasiun Ngabean. Stasiun itu dulu masih aktif dan dipergunakan sebagaimana mestinya. Jadi wajar jika banyak orang yang datang, pergi dan transit di Stasiun Ngabean. Hal ini juga yang menjadikan mudah menyebarnya informasi mengenai Serangan hingga keluar sana. Bapak Ir. H. Bambang Irianto selaku ketua RW 01 berujar “Orang-orang itu melakukan tindakan itu sendiri, risiko sendiri, jalan sendiri dan mati sendiri. Jadi tidak ada komplotan penjahat atau gerombolan yang terorganisir di Serangan,” katanya.

Selain itu, keberadaan PKI pasca masa penjajahan Belanda terdapat dan dirasakan juga oleh Kampung Serangan. Hal itu dikonfirmasi oleh bapak Projo, beliau berkata “PKI ada, tapi PKI itu rendahan dan tidak punya ilmu,”. Kampung Serangan ini sebenarnya tidak seluruh penduduknya menjadi PKI, namun masyarakat Serangan ini menjadi korban dari orang yang memang PKI dan menjanjikan kesejahteraan terhadap hidupnya dan banyak masyarakat asli Serangan yang tergiur oleh janji manis tersebut.

Bapak Projo berkata “Kalau yang di kampung itu malah jadi korban PKI. Artinya gini, kalau kampung itu hidupnya enak, kaya lah, itu didekati PKI untuk dimintai dananya untuk kampanye. Lalu dijanjikan jika besok jadi maka nanti hidupnya orang yang bayar itu sama rasa sama rata. Lalu dimintai uang untuk pentas ketoprak, dsb. Jadi orang Serangan itu bodoh-bodoh karena termakan bujukan halus. Sampai orang ikut arisan dan ada tulisannya, setelah itu orang-orang lalu ditangkap oleh pemerintah karena namanya tertulis dalam catatan tersebut,”.

PKI di Kampung Serangan itu hanya satu dua orang saja, masyarakat Serangan kena manipulasi. Dan premanisme itu terjadi karena pengungsian yang telah disebutkan tadi. Karena faktor kesusahan dan kesengsaraan yang membuat segelintir orang terpaksa melakukan tindakan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun