Mohon tunggu...
Wahyu Barata
Wahyu Barata Mohon Tunggu... Penulis - Marketing Perbankan

Wahyu Barata.Lahir di Garut 21 Oktober 1973. Menulis puisi, cerita pendek,dan artikel. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Sari Kata, majalah Aksara , Media Bersama, Kompas, Harian On Line Kabar Indonesia, beberapa antologi bersama, dan lain-lain.Kini bekerja sebagai marketing perbankan tinggal di Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dua Matahari

20 Maret 2022   06:55 Diperbarui: 20 Maret 2022   07:13 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di jaman dahulu sekali, di tanah yang sekarang disebut Kenya, binatang bisa bicara seperti manusia. Pada waktu itu manusia dan binatang-binatang mengeluh bahwa mereka tidak banyak menyukai waktu malam dan kegelapan, meskipun mereka cukup puas dengan siang hari.

"Kita tidak bisa melihat di malam hari." kata seseorang. "Kita tidak bisa menjaga binatang ternak kita dalam kegelapan dan kita takut." Binatang-binatang setuju, manusia dan binatang-binatang bertemu bersama untuk memutuskan apa yang harus dilakukan. Manusia lebih dulu berbicara : para tetua dan para tabib semuanya menggambarkan rencana mereka. Beberapa mengatakan bahwa api besar harus dinyalakan pada malam hari di seluruh negri; yang lain mengatakan bahwa di masa depan setiap manusia dan setiap binatang harus membawa tongkat api. Akhirnya rencana dari tabib yang paling bijaksana telah disepakati.

"Kita harus memohon kepada Tuhan untuk memberi kita dua matahari." katanya. "Yang terbit dari timur dan yang terbit dari barat. Dengan cara itu kita tidak akan pernah mengalami malam lagi."

Mereka semua meneriakkan persetujuan mereka, kecuali satu suara kecil.

"Bagaimana kita akan mendapatkan bayangan?" tanya suara kecil.

"Siapa bicara begitu?" teriak tabib tertua.

Tak seorang pun menjawabnya. Binatang dengan suara kecil sangat takut untuk bicara menentang rencananya. Tetapi salah satu prajurit sempat melihat si kecil yang berani bicara. "Tadi kelinci yang bicara." kata prajurit, dan dia menunjuk kepada binatang terkecil di keramaian. Kelinci kecil yang malang mencoba untuk bersembunyi di bawah semak-semak, tetapi dia segera dibawa ke tengah keramaian di tempat para tetua agung duduk.

"Berani-beraninya kamu menentang para tetuamu?" kata tabib tertua kepada kelinci malang itu. "Apa yang kamu ketahui dari beberapa masalah ini?"

"Saya tidak tahu apa-apa, Ayah." bisik kelinci.

"Bicaralah, kelinci." kata seorang tabib. "Biar kami mendengar kata-kata bijakmu."

Semua orang dan semua binatang menertawakannya, kecuali prajurit yang pertama kali melihat kelinci. "Jangan takut kepada mereka." katanya dengan bersahabat. "Katakan dengan lantang apa yang kamu pikirkan. Aku akan melindungimu dengan tombakku." Prajurit orang yang sangat penting di antara masyarakatnya. Dia telah membunuh singa dengan tombaknya, bertarung dengan beraninya, melawan musuh-musuh masyarakatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun