Pada tahun 2006 saat saya bertugas di kota Serang, saya sempat singgah di Masjid Agung Banten, di Banten, Kasemen, dan ikut salat Ashar berjamaah. Saya juga sempat bertemu dengan Imam Masjid. Pada kesempatan itu saya bertanya-tanya tentang sejarah Masjid Agung Banten. Beliaupun berkenan memaparkan sejarahnya.
Satu-satunya peninggalan yang masih berdiri kokoh, dan seakan-akan tidak mengalami perubahan atau kehancuran adalah Masjid Agung Banten di sebelah Istana Surosowan yang sudah hancur.
Masjid Agung Banten menampilkan pengaruh Hindu, dengan arsitektur indah, tempat ibadah umat Islam ini mempunyai ciri khas sendiri.
Ada beberapa pendapat mengenai masa dibangunnya masjid dan menara.
Masjid Agung Banten dibangun pada tahun 966 Hijriah (1652 Masehi) oleh Sultan ketiga Banten, Maulana Yusuf.
Menurut cerita 300 tahun kemudian tepatnya pada tahun 1302 Hijriah (1885 Masehi), masjid ini diperbaiki seluruhnya. Tidak dijelaskan apakah waktu itu arsitektur masjidnya dirubah total? Namun menurut para orang tua di Banten bentuk asli masjid masih tetap meskipun diperbaiki total, dalam pemeliharaannya masjid mengalami perbaikan di sana-sini tanpa merusak bangunan asli.
Ketika pertama kali didirikan  masjid ini tidak memiliki menara. Menurut A. Ismail Muhammad di dalam bukunya yang berjudul "Banten", menuturkan bahwa menara masjid Agung Banten baru dibangun pada tahun 1620, saat Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir memerintah di kerajaan Banten Lama.
Konon menara ini dibangun oleh seorang Cina dari Mongol beragama Islam. Namanya Cek Ban Cut, atas jasanya kemudian dia mendapat hadiah gelar Pangeran Wiradiguna dari Sultan.
Tetapi dari buku Sejarah Jawa Barat, Pandangan Filsafat Sejarah yang disusun oleh Atja, yang menggambarkan dengan samar-samar keadaan Jawa Barat, diungkapkan bahwa menara Masjid Agung Banten didirikan oleh seorang keturunan Belanda bernama Lucas Cardeel, awak kapal Belanda yang melarikan diri dan mengabdi kepada Sultan Banten. Lucas kemudian masuk Islam.
Pengetahuan Lucas tentang arsitektur menari masjid terbatas, sehingga di dalam usahanya membantu membangun menara Masjid Agung Banten, dia membuatnya dengan model mercu suar  Belanda yang dikuasainya.
Data lain dari Museum Banten mengungkapkan bahwa Masjid Agung Banten ini dibangun oleh Maulana Hasanuddin di masa pemerintahannya antara tahun 1552-1570. Menara masjid baru dibangun antara tahun 1560-1570. Perkiraan ini diperkuat dengan penilaian terhadap bentuk arsitektur dan hiasan di menara itu.
Di sekitar Masjid Agung Banten terdapat bangunan serba unik, bangunan perpaduan dari tiga kebudayaan berbeda.Tampilan masjid banyak mirip dengan keraton-keraton di Solo dan Yogya, gapura-gapuranya juga.
Tetapi atapnya bersusun lima kalau dilihat secara horisontal dari depan, dan bersusun tujuh kalau kita lihat dari atas menara. Tampilannya mirip dengan Pura-Pura di Bali, menurut penilik sejarah merupakan pengaruh Hindu yang cukup kuat pada jaman sebelum Islam masuk ke Banten.
Menara Masjid Agung Banten dan bangunan yang disebut Tiamah merupakan Museum Banten berbentuk gedung asli Belanda. Banyak koleksi berbagai benda kuno peninggalan kerajaan Banten yang ada di Museum Banten. Tinggi menara masjid yang mirip mercu suar kurang lebih 25 meter, untuk sampai ke puncak harus naik mengelilingi tangga memutar, seperti spiral.Â
Puncak menara terbagi dalam dua lantai yang masing-masing mempunyai pintu sendiri. Di luarnya terdapat teras berpagar bundar mengelilingi menara. Beberapa meter di atasnya terdapat teras serupa. Dari situ saya bisa melihat arsitektur Masjid Agung Banten yang masih berdiri kokoh dan mengesankan.
Di samping masjid terdapat makam para Sultan penerus di Banten beserta keluarganya.Dari puncak menara saya dapat melihat dengan jelas seluruh daerah Banten, termasuk Pantai Banten yang indah, juga Pulau Dua.
Serambi Masjid Agung Banten bergaya Jawa. Pilar-pilarnya banyak kemiripan dengan pilar-pilar keraton di Jawa. Di sisi serambi yang terletak di samping Museun Banten terdapat bedug yang umurnya sangat tua.
Lampu-lampu gas, chandelir, antik, Â dan anggun penghias masjid berasal dari jaman penjajahan Belanda dalam kondisi terawat dengan baik.
Di sebelah utara Masjid Agung Banten terdapat makam raja-raja Banten yang disebut " Pesarean Sedakingking". Di jalur barisan dari barat ke timur berturut-turut adalah makam Sultan Adul Farah, Maulana Muhammad Nasruddin, Pangeran Ratu permaisuri Maulana Hasanuddin, Kanjeng Sinuhun Maulana Hasanuddin Panembahan Surosowan, Sultan Abdul Fadhal, permaisuri Sultan Abdul Fadhal, dan Sultan An Nasr Abdul Kahar. Di bagian luar barat daya terdapat makam Sultan Zainul Abidin dan kerabatnya.
Di bagian dalam Masjid Agung Banten terdapat beberapa makam, berbaris dari barat ke timur, dijelaskan makam pertama tidak diketahui makam siapa, kemudian makam Pangeran Aria, Sultan Muhammad, Sultan Muhyiddin, Sultan Abdul Mafakhir Muhammad Aliyuddin, Sultan Zainul Muttaqin, Sultan Zainyl Asikin, Sultan Syarifuddin, Ratu Salamah, Ratu Lathifah, Ratu Masmudah.
Bentuk-bentuk dan gaya makam berbeda antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Ada yang rata dengan tanah dan bertegel di atasnya, ada juga yang dibangun lengkap dengan asesorisnya.
Masih ada mimbar yang mirip singgasana dan jam antik berbentuk lemari, menandakan usaha dari para perawatnya dalam menjaga keutuhan masjid. Pagar yang mengelilingi masjid merupakan usaha baru, sengaja dibuat untuk mengurangi arus pengunjung menuju ke pelataran masjid yang bernilai historis tinggi itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H