Mohon tunggu...
Wahyu Barata
Wahyu Barata Mohon Tunggu... Penulis - Marketing Perbankan

Wahyu Barata.Lahir di Garut 21 Oktober 1973. Menulis puisi, cerita pendek,dan artikel. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Sari Kata, majalah Aksara , Media Bersama, Kompas, Harian On Line Kabar Indonesia, beberapa antologi bersama, dan lain-lain.Kini bekerja sebagai marketing perbankan tinggal di Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jurig

16 Oktober 2020   22:50 Diperbarui: 16 Oktober 2020   22:51 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu saat aku masih bertahan di meja kerjaku sampai jam sembilan malam, karena malu, mau pulang Kepala Cabang masih bekerja di ruangannya. Setelah dia pulang, aku dan teman-teman pulang.

Keponakanku Putri menelpon ke whatsappku kalau dia tidak bisa menjemputku pulang.Aku harus ke pangkalan angkot dekat alun-alun. Ke luar dari kantor aku jalan kaki menyusuri Jl.Asia-Afrika.Hari itu Kamis, malam Jum'at Kliwon.

Malam itu kendaraan  yang melintas tidak sepadat seperti di hari-hari sebelumnya. Lampu-lampu jalanan membias harapan temaram.

Sebelum sampai ke kantor PLN, dari kejauhan aku seperti melihat Cinderella, Maleficent, Suster Ngesot, Sundel Bolong, hantu sekolah, Kuntilanak, sedang bercengkrama dan bercanda. Nenek Sihir sendirian bersandar ke monumen Dasasila Bandung di depan Hotel Savoy Homan.

Aku pun bertanya-tanya dalam hati, "Mereka sedang merayakan Hari Halloween di Bandung? Lagi shooting film horor? Tapi kok banyak sekali jurig (hantu) atau jangan-jangan hantu betulan."

Dalam pikiranku kalau mereka benar-benar hantu dan menggangguku saat aku lewat di depan mereka, aku akan siapkan jurus-jurus Wing Chun, Cimande,Syahbandar, yang kupelajari dari youtube, untuk melawan. Atau biar sinple pakai jurus langkah seribu saja. Lari. Kabur.

Cuaca sangat dingin, menusuk angin ke raga, menembus kulit, tembus ke tulang. Aku gemetar. Semakin mendekati hantu-hantu itu aku mencium wewangian khas dari tubuh mereka. Membuat bulu kudukku semakin berdiri...merinding. Ternyata di sisi lain kulihat pocong, frankestein,  hantu laki-laki berkulit pucat, hantu laki-laki berkulit hitam,...Kupercepat langkah.

Tetapi aku tak berkutik saat Kuntilanak, Cinderella,dan pocong mengejar lalu menangkapku. Keringat dingin membasahi tubuhku saat kuntilanak memeluk pinggangku, Cinderella menggandeng tanganku. Kupejam mata. Kurasakan tangan mereka dingin seperti daging baru dikeluarkan dari kulkas. Ingin segera kupanjatkan doa agar aku terlindungi dan lolos dari sergapan hantu-hantu ini. Tetapi kuntilanak mencegahku, " Sudah Om nggak usah Istighfar, nggak usah baca Al Fatihah, nggak usah baca Ayat Kursi...Om mau nggak foto-foto sama kita. Om kasih kita seikhlasnya saja..."

Pelan-pelan aku bisa menghela nafas lega. Lalu aku pun berfoto dalam berbagai pose bersama hantu-hantu itu. Keren dan mengasyikkan juga melalui tantangan ini. Setelah berfoto-foto ria memakai kamera hp bersama mereka ,kumasukkan uang seratus ribu rupiah ke kotak yang tersedia.

"Terima kasih ya Om. Jangan kapok datang ke sini lagi yaaaaa!" kata Kuntilanak mewakili teman-temannya.

Kulihat jam tanganku, sudah pukul 22.00. Kendaraan yang melintas di Jl. Asia-Afrika mulai tersendat. Kulanjutkan perjalanan pulang naik angkot di dekat alun-alun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun