Penulis :
- Kiki Hapsari Anggraeni, S.Pd, Mahasiswa S2 Pendidikan Dasar FIP UNESA
- Dr. Heru Subrata, M.Si, Dosen Pengampu Mata Kuliah Kebijakan dan Kepemimpinan di Pendidikan Dasar Inklusif, S2 Pendidikan Dasar FIP UNESA
- Dr. Hitta Alfi Muhimmah, M.Pd, Dosen Pengampu Mata Kuliah Kebijakan dan Kepemimpinan di Pendidikan Dasar Inklusif, S2 Pendidikan Dasar FIP UNESA
"Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani" merupakan "value" pendidikan di Indonesia dari filosofi Pratap Triloka yang menggambarkan bahwa pendidikan merupakan upaya untuk memerdekakan manusia, "value" tersebut memiliki makna dari depan memberikan teladan, ditengah memberi bimbingan atau motivasi dari belakang memberikan dorongan atau dukungan secara moral. Merdeka dalam arti bahwa seluruh manusia tidak terkecuali, memiliki hak yang sama dalam belajar dan mengembangkan diri yang tertuang dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 sampai 5 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Berpedoman terhadap undang undang dasar tersebut maka seluruh anak yang ada di Indonesia harus merdeka dalam belajar tidak terkecuali anak -- anak istimewa yang berkebutuhan khusus.
Karena sebagai negara yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, harus mampu mengayomi seluruh masyarakat untuk menikmati indahnya pendidikan dan pengetahuan di Indonesia. Maka sekolah -- sekolah di Indonesia harus siap memberikan pelayanan bagi seluruh anak di Indonesia, termasuk anak dengan berkebutuhan khusus, mereka bebas memilih sekolah yang ingin mereka tuju, tidak hanya SLB. Anak dengan kebutuhan kusus saat belajar di sekolah umum diharapkan mereka dapat belajar dengan baik cara bersosialisasi dengan teman reguler lainya, mereka juga berharap dapat diterima dengan hangat tanpa memandang kekurangan fisik, mental maupun intelektual (Suharsiwi, 2017), maka perlunya suatu kebijakan dari pola kepemimpinan pelayan agar bisa memberikan pelayanan yang berfokus pada kebutuhan siswa.
Kepemimpinan Servant menempatkan kebutuhan siswa sebagai prioritas utama, ini dapat dilakukan dengan menciptakan lingkungan belajar yang mendukung dan inklusif dimana siswa merasa dihargai dan didengar (Jondar, 2021) . Greenleaf (2002) mengatakan servant leadership atau kepemimpinan pelayanan adalah suatu kepemimpinan yang berangkat dari perasaan tulus yang timbul dalam hati yang berkehendak untuk melayani, yaitu untuk menjadi pihak pertama yang melayani. Menurut Greenleaf, pelayan adalah orang yang selalu "mencari, mendengar, mengharapkan roda yang lebih baik untuk saat ini dalam pembuatan", ia menyarankan agar setiap orang dapat bertindak sebagai pelayan terlepas dari posisi dalam organisasi, baik "Pemimpin atau Pengikut" lebih lanjut ia menjelaskan bahwa pelayan alami adalah menantang ketidakadilan yang meluas dengan kekuatan yang lebih besar dan mereka mengambil masalah yang lebih tajam dengan kesenjangan yang lebar antara kualitas masyarakat yang mereka tahu wajar dan mungkin dengan sumber daya yang tersedia, dan sisi lain, kinerja aktual dari seluruh jajaran lembaga yang ada untuk melayani masyarakat.
Kepemimpinan servant adalah gaya kepemimpinan yang menekankan pada pentingnya melayani orang lain diatas urusan atau kepentingan pribadi atau posisi kekuasaan. Fokus dari pola kepemimpinan ini adalah Melayani, memimpin, dan membangun.
Tahap 1 Melayani sebagai seorang guru kelas 1 di sekolah inklusif wajib bagi saya untuk memberikan pelayanan yang berfokus pada kebutuhan siswa, perlunya observasi yang intens terhadap kondisi kelas yang beragam menginiasi saya untuk membuat laporan berkala tentang perkembangan siswa selama proses pembelajaran di kelas terutama bagi siswa yang berkubutuhan khusus di kelas saya, memberikan laporan tertulis maupun laporan anekdot tentang kegiatan, perkembangan maupun kejadian saat proses belajar mengajar di dalam maupun luar sekolah. Karena tak jarang beberapa siswa berkebutuhan khusus dengan ketunaan mental menyakiti teman sekelasnya, hal ini dilakukan karena ketidakmampuannya dalam  mengungkapkan apa yang dia rasakan, sehingga tindakan fisik memukul menjadi cara mereka menyampaikan emosinya.
Perlunya penanaman kesadaran di kelas maupun sekolah bahwa siswa yang bersekolah di sekolah inklusif sangat beragam dan mungkin bagi beberapa anak reguler belum bisa menerima perbedaan tersebut, terutama siswa di kelas awal. Mereka sering menanyakan kenapa temannya (mis.siswa dengan tunagrahita) hanya menebali saja sedangkan kita menulis 5 kata, hal ini yang harus menjadi fokus guru menjelaskan secara sederhana tentang perbedaan tersebut dan siswa reguler dapat menerima keistimewaan dari temannya.
Tahap 2 Memimpin. Seorang pemimpin pembelajar yang melayani dengan sepenuh hati kan berfokus pada kepentingan anak, kebutuhan anak, apa yang terbaik untuk anak, maka guru kelas memberikan saran -- saran yang terbaik bagi siswa berkebutuhan khusu agar mendapatkan fasilitas dan terapi yang teoat sesuai dengan ketunaannya. Laporan ini yang kemudian guru kelas komunikasikan dengan kepala sekolah sebagai pemangku kebijakan di sekolah berdasarkan hasil observasi kelas.
Tahap 3. Laporan tersebut merupakan bentuk tanggung jawab yang mendalam dari sebuah esensi Melayani Sepenuh Hati bukan lagi tentang mempertahankan jumlah murid atau pendapatan BOS yang berkurang, apabila saran yang diambil dirujuk ke sekolah dengan fasilitas terapi yang lebih baik(karena ketidaksediaanya guru shadow maupun GPK di sekolah inklusif karena sesuatu hal), tapi lebih kepada apa yang terbaik yang dibutuhkan siswa tersebut. Maka di dalam laporan tersebut juga harus melampirkan beberapa saran yang mungkin akan berbeda antara satu anak dengan anak lainnya bergantung pada jenis ketunaannya, contoh saran  yang mungkin diberikan :
- Harus melakukan kontrol rutin sesuai saran dari terapis
- Disiplin dengan pantangan makanan yang disarankan oleh terapis
- Juga saran untuk mendapatkan pendidikan khusus di SLB dengan kesepakatan yang telah dibuat antara pihak sekolah dengan wali murid.
Kesimpulannya Mengapa  Servant Leadership penting di sekolah inklusif karena kepemimpinan servant dalam bidang pendidikan di sekolah inklusif harus bisa menjalankan tugas keutamaan sebagai pemimpin dan pelayan, artinya kepemimpinan dalam pendidikan perlu kesadaran, ikhlas, hati -- hati dalam menentukan prioritas kebutuhan siswa yang dilayani.
Jondar, A. (2021). Implikasi Kepemimpinan Servant Dalam Bidang Pendidikan. Jurnal Penelitian Administrasi Publik, 1(1).