Mohon tunggu...
Kiki Handriyani
Kiki Handriyani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis, Pegiat Literasi Digital, ibu dua anak.

Penulis freelance, Founder Blogger Mungil (Blogger Mungil), Kontributor di media online. Sudah menerbitkan beberapa buku. Buku solo terbit 2010 yaitu sebuah novel "Jadikan Aku Yang Pertama", kemudian buku antologi bisnis berturut-turut.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Daerah di Ambang Kepunahan, Badan Bahasa Upayakan Revitalisasi

2 Mei 2024   09:16 Diperbarui: 2 Mei 2024   09:28 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


"Tahun 2021 Badan Bahasa menemukan bahwa 25 bahasa daerah terancam punah dan 11 bahasa daerah sudah punah, terutama di Indonesia bagian Timur" 


Mengapa Trigatra Bangun Bahasa "Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah dan Kuasai Bahasa Asing" yang dibuat setelah terbitnya UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, gencar disosialisasikan oleh Badan Bahasa dari tahun ke tahun?  Dan mengapa bahasa daerah begitu mendapat perhatian khusus dari Badan Bahasa?

Karena bahasa daerah bukan hanya sebagai bahasa yang digunakan oleh masyarakat - terutama di pelosok daerah terpencil - sebagai bahasa komunikasi. Bahasa daerah juga merupakan identitas diri dan budaya sebuah masyarakat, sekaligus penggambaran bagaimana sebuah tatanan hidup masyarakat terbentuk dan dijalankan lewat kosakata dan dialek sehari-hari. 

Revitalisasi dan Pentingnya Bahasa Daerah


Proses pembelajaran bahasa daerah sebagai bahasa ibu dimulai dari rumah karena benteng pertahanan bahasa daerah paling akhir dan paling kuat adalah keluarga. Apabila orangtua sudah tidak menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa ibu, maka ini adalah bencana. Sebagaimana yang disebutkan dalam laporan UNESCO bahwa setiap dua minggu akan muncul kehilangan bahasa daerah. Dari 7.600-an bahasa daerah di dunia, sudah banyak yang mengalami kepunahan yang ditengarai gejala kepunahannya karena masyarakat tidak menggunakan bahasa daerahnya sama sekali dalam pergaulannya sehari-hari. Pergaulan paling intensif sebenarnya justru dari keluarga dimana orangtua seharusnya menurunkan pengetahuan bahasa daerahnya pada anak melalui percakapan sehari-hari.

Melalui revitalisasi bahasa daerah yang digagas Badan Bahasa inilah perlu disampaikan informasi dan edukasi pada orang tua dan masyarakat betapa pentingnya bahasa daerah. Respon positif ternyata datang dari para orangtua dan guru yang begitu antusias saat mengetahui adanya program revitalisasi ini. 

Bahasa daerah adalah aset, bukan beban, karena kehilangan aset tentu merupakan kehilangan  besar bagi masyarakat dan bangsa Indonesia itu sendiri. Bahasa daerah itu adalah sikap bahasa dari para penuturnya (language attitude). Kalau seorang penutur menganggap bahasa daerah tidak bergengsi, adalah sikap negatif dan sangat disayangkan. Padahal harus kita yakini bahwa globalisasi itu sendiri tidak akan mampu menghilangkan keunikan-keunikan sebuah daerah secara utuh. Bahasa daerah akan tetap menjadi identitas dan kebanggaan sebagai bahasa ibu.

Revitalisasi bahasa daerah bukan untuk menghilangkan seluruh potensi yang akan membuat bahasa daerah itu hilang. Hal ini karena kehilangan bahasa daerah itu adalah keniscayaan, mengingat tren bahasa daerah memang cenderung menurun tingkat penggunaannya. Revitalisasi ini berguna untuk menghambat kepunahannya, agar masyarakat sadar dan mau menggunakannya. Berapa persen kenaikan revitalisasi ini pada masyarakat? Tentu Badan bahasa harus melakukan uji vitalitas terlebih dahulu untuk mengukur kemampuan seberapa lambatnya kepunahan sebuah bahasa daerah.

Foto @kikihand
Foto @kikihand

Tantangan Bahasa Daerah

Menjadi tantangan terbesar itu adalah ketika masyarakat memiliki sikap yang rendah (diri) terhadap bahasa daerahnya sendiri. Namun, beberapa daerah sudah mewajibkan penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa komunikasi pada aktivitas sehari-hari. Conthnya setiap hari Jumat Pemda Yogyakarta sudah mewajibkan penggunaan bahasa daerah dan Rebo Nyunah di Jawa Barat.

UU Nomor 20 tentang Sisdiknas mengatur tentang bahasa pengantar dalam pendidikan, yaitu bahasa indonesia menjadi pilihan utama, bahasa daerah dipergunakan, bahasa asing diginakan sebagai pengantar bahasa asing sebagai kompentensi bahasa asing. Dari segi regulasi sudah sangat kuat dan ada permendikbud nomor 67 terkait kurikulum bahwa bahasa daerah bisa digunakan sebagai bahasa pengantar pada kelas awal. Ini sejalan dengan dua program besar di kementerian, yaitu inovasi yang melakukan ujicoba penggunaan bahasa daerah untuk literasi anak. Hasil penelitian di NTT, Kalimantan, Malang, dan Aceh, kalau anak-anak yang belum bisa berbahasa indonesia diberikan pengajaran bahasa daerah sebagai bahasa awal dan pengantar, ternyata justru yg berbahasa daerah jauh lebih bagus tingkat literasinya dibandingkan yang sejak awal menggunakan bahasa indonesia sebagai bahasa pengantar.

Beberapa Pemda bahkan sudah mengeluarkan Perda bahwa pembelajaran bahasa daerah wajib masuk ke kurikulum sebagai pelajaran, contoh yang sudah menerapkan adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Bali, Sulawesi Selatan, dan Papua Barat. Bahkan di Jawa Barat rutin diadakan acara Kaulinan Barudak, yaitu permainan tradisional (Gobak Sodor, Congklak) dimana pemainnya berkomunikasi dengan bahasa Sunda. Badan Bahasa melalui UPT-UPT di daerah sudah melakukan kerjasama dengan komunitas di daerah melakukan program revitalisasi bahasa daerah.

Peserta FTBIN dari NTB - Foto @kikihand
Peserta FTBIN dari NTB - Foto @kikihand

Kedudukan Bahasa Daerah

UU Nomor 20 tentang Sisdiknas mengatur tentang bahasa pengantar dalam pendidikan, yaitu bahasa Indonesia menjadi pilihan utama, bahasa daerah dipergunakan sebagai bahasa tambahan, bahasa asing digunakan sebagai pengantar  kompentensi bahasa asing. Dari segi regulasi tentu sudah sangat kuat juga karena adanya Permendikbud Nomor 67 terkait kurikulum bahwa bahasa daerah bisa digunakan sebagai bahasa pengantar pada kelas awal. Ini sejalan dengan dua program besar di kementerian, yaitu inovasi yang melakukan uji coba penggunaan bahasa daerah untuk literasi anak. Hasil penelitian Badan Bahasa menunjukkan bahwa di NTT, Kalimantan, Malang, dan Aceh, anak-anak yang belum bisa berbahasa Indonesia dan diberikan pengajaran bahasa daerah sebagai bahasa awal dan pengantar, ternyata justru yg berbahasa daerah jauh lebih bagus tingkat literasinya dibandingkan yang sejak awal menggunakan bahasa Indonesia sejak awal belajar.

Oleh sebab itu meski peran bahasa daerah tidak boleh dibenturkan dengan bahasa Indonesia dan bahasa asing karena ketiga bahasa tersebut bersifat paralel, saling membutuhkan. Karena ketiga bahasa tersebut memiliki ranah yang berbeda-beda fungsinya, yaitu kapan dan dimana ketiga bahasa tersebut digunakan.

Mengingat pentingnya peran bahasa daerah, maka Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan, Kebudayaam, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), melalui Pusat Pengembangan dan Perlindungan Bahasa dan Sastra Bahasa menyelenggarakan Festival Tunas Bahasa Ibu Nasional (FTBIN) pada 1-5 Mei 2024 di Jakarta. Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangkaian kegiatan Hari Pendidikan Nasional. Dan tahun ini FTBIN kembali diselenggarakan sebagai bentuk apresiasi atas semangat anak-anak muda terbaik yang telah terpilih dalam FTBIN dari 25 provinsi pada tahun 2023. 


Melalui revitalisasi bahasa daerah yang digagas badan bahasa inilah menyampaikan informasi dan edukasi pada orang tua, masyarakat betapa pentingnya bahasa daerah. Respon positif datang dari para orangtua dan guru yang begitu antusias saat mengetahui program revitalisasi ini. Model FTBIN ini dikembangkan bersama-sama masyarakat. Bahkan saat ini Bahasa tidak perlu lagi turun ke lapangan hingga ke pelosok daerah, karena justru masyarakatlah yang meminta supaya bahasa daerahnya direvitalisasi melalui balai bahasa atau UPT di daerahnya masing-masing. Dalam hal ini Badan Bahasa melalui UPT-UPT di daerah sudah melakukan kerjasama dengan komunitas - komunitas bahasa di daerah.

Penguatan untuk mempromosikan keragaman bahasa daerah tidak dapat dilakukan oleh Badan Bahasa dan masyarajat itu sendiri, karena itulah perlu secara eksplisit dituangkan Pemerintah Daerah dan Pusat dalam sebuah forum diskusi. Oleh karena itu Badan Bahasa juga menyelenggarakan rapat koordinasi dengan kepala daerah dari 38 provinsi dan perwakilan bupati/walikota dari 38 provinsi yang diadakan pada 2-3 Mei 2024 di Jakarta untuk merumuskan strategi dan tindakan untuk pelestarian bahasa daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun