Mohon tunggu...
Kiki RizkiDwitami
Kiki RizkiDwitami Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa

Bersekolah di SMAN 1 PADALARANG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Meningkatnya Rasa Malas Ketika Pandemi

12 Maret 2021   08:27 Diperbarui: 12 Maret 2021   08:36 952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Rasa malas adalah hal lumrah yang dimiliki setiap manusia. Namun apa jadinya jika masalah ini berlangsung terus-menerus bahkan di masa pandemi. Pandemi corona dikaitkan dengan tingkat stres dan kecemasan pada manusia, hal ini menyerang faktir vital manusia salah satunya motivasi.

Kemalasan bukanlah suatu sifat tetapi seperangkat keadaan dan kebiasaan. Orang Yunani menyebutnya 'akrasia' (kelemahan dari keinginan).

"Seseorang dikatakan malas jika dia memiliki potensi untuk melakukan beberapa kegiatan yang harus dilakukan, tetapi tidak bersemangat untuk melakukannya" menurut psikolog klinis Marisa Lobo. Malas seharusnya bukan kondisi permanen, namun ketika keadaan ini berkepanjangan itu bisa menjadi masalah dan mengganggu individu.

Banyak orang-orang yang menunda pekerjaan atau tugasnya selama masa pandemi ini. Oleh karena itu rasa malas diantara orang banyak semakin besar, dan rasa malas tersebut sulit untuk dihilangkan.

Adapun penyebabnya seperti, rasa kecemasan berlebih yang membuat rasa malas yang seharusnya tahap wajar menjadi semakin malas. Tetapu tidak semua orang akan merasa seperti itu, ada beberapa orang yang selama pandemi menjadi rajin, tapi tidak sebanyak orang-orang yang semakin malas.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kita semakin malas di masa pandemi ini, seperti

1.Beban sekolah yang terlalu banyak

Meskipun berada di rumah, aktivitas sekolah online tidak dapat dikatakan mudah. Faktanya, anak-anak perlu belajar 6-7 mata pelajaran setiap hari dari pagi hingga sore. Sebagian sekolah ada juga yang dikurangi menjadi 2-3 pelajaran per harinya. Semua dikembalikan ke pihak pengajar masing-masing. Waktu belajar secara online itu belum termasuk tugas seperti pekerjaan rumah dan ulangan yang perlu dipersiapkan sebelum kembali bersekolah untuk esok hari.

2.Anak tidak memiliki minat pada bidang akademis

Anak-anak memiliki minat yang berebeda-beda, ada beberapa anak yang sebenarnya lebih tertarik pada hal-hal yang bersifat non-akademis. Ini terkadang membuat anak menjadi malas untuk mengasah kepintaran akademisnya.

3.Gaya mengajar guru

Setiap anak memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya, termasuk gaya belajar mereka. Ada anak yang mudah memahami informasi dengan mendengarkan.

Sedang anak lain mampu menangkap informasi dengan cara membaca buku, bahkan ada juga anak yang cara belajarnya dengan melakukan praktik secara langsung.

4.Terlalu dimanja

Orangtua memiliki rasa cinta yang besar terhadap anak-anaknya. Ini membuat mereka tak tega jika melihat anak kesulitan. Maka tak jarang ada orangtua yang selalu membantu anak mengatasi masalahnya, bahkan selalu menuruti keinginannya.

5.Suasana rumah yang berbeda dengan sekolah

Suasana rumah dan sekolah sangatlah berbeda jauh. Mungkin ketika berada di rumah anak merasa memperoleh suasana yang bising dan berisik, berbeda dengan sekolah yang sangat mendukung kegiatan belajarnya.

Untuk itu, orangtua perlu menyesuaikan suasana di rumah sengan keperluan sekolah anak yang dilakukan secara online.

Buatlah rumah senyaman mungkin baginya untuk belajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun