Mohon tunggu...
Kiki Daliyo
Kiki Daliyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswata

Penyuka film dan buku horor

Selanjutnya

Tutup

Politik

Manado Sambut Ganjar Torang Pe Presiden

18 Mei 2023   23:16 Diperbarui: 18 Mei 2023   23:19 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hari libur nasional yang diperingati dengan kenaikan Isa Almasih ini, sengaja diriku bangun lebih pagi dari biasanya. Meskipun tanggal merah, tak menghalangi tekadku agar tetap produktif dalam menjalani hari. 

Beberapa agenda hari ini telah ku persiapkan matang-matang. Dipagi nan cerah ini, diriku akan melakukan olahraga bersama teman sekantorku. Sebelum menunaikan olahraga, tentunya perut tak boleh kosong. Untuk itulah, kuajak kawanku untuk sarapan terlebih dahulu diwarung-warung kecil pinggiran jalan raya.

Seperti pada umumnya, menu yang paling banyak tersaji pada pagi hari ialah bubur. Di Kota ku Manado, bubur lebih dikenal dengan sebutan Tinutuan.

Menariknya, bubur di Kota Manado bukanlah sembarang bubur yang hanya dimasak untuk membuat perut kenyang. Melainkan, ada makna unik yang terkandung dalam masakan Tinutuan ini.

Karena Manado merupakan salah satu kawasan yang didominasi oleh umat beragama Kristen, namun tak membuat masyarakat Manado lupa akan toleransinya antar umat beragama lain. Justru, toleransi masyarakat daerah ini terlampau tinggi. Seandainya teman-teman sekalian ingin berkunjung diwilayah Manado, janganlah risau dan jangan berfikir jika kalian minoritas.

Akibat perbedaan yang begitu kentara, membuat lahirnya sebuah filosofi melalui bubur Manado. Dalam semangkok bubur, ada beragam sayur-mayur yang berbeda jenisnya.  Namun banyaknya macam sayuran tersebut tak membuat cita rasa masakan menjadi aneh. Akan tetapi, semua menyatu hingga membentuk satu kesatuan rasa yang begitu lezat nan menyehatkan.

Begitulah kiranya flosofis dibalik bubur Manado. Usai menyantap Tinutuan, bergegaslah kedua kaki kami berlarian kecil-kecil menuju kawasan Megamas. Setibanya disana, diriku langsung disambut ribuan masyarakat yang terlihat berama-ramai mengepung area tersebut.

Sempat malas kala melihat keramaian yang terjadi. Aku dan kawanku pun hendak memalingkan tubuh dan lekas menjauh dari tempat tersebut. "torang pe presiden" (presiden kita). Kalimat yang begitu lantang terdengar masuk dikedua telinga, hal itu membuatku urung meninggalkan keramaian.

Rasa penasaran mulai menjalar keseluruh tubuh. Kupalingkan kembali tubuh ini menghadap keramaian massa yang tengah asyik berkerumun. Sangking padatnya, diriku hampir tak bisa menjangkau siapa gerangan yang disebut oleh ribuan warga Manado ini. Tapi aku tak kehabisan ide, bergegas ku jinjitkan kedua kaki hingga diriku mampu melihat sosok yang digadang-gadang tersebut.

"Kaos oblong bertuliskan Red Me, rambutnya putih." gumamku. Oh sepertinya diriku mengenal siapa orang ini, ya dia adalah Ganjar Pranowo. Sepertinya diriku ketiban untung, lantaran bisa bertemu secara langsung dengan pejabat yang memiliki aura positive vibes ini.

Ke-kagumanku semakin bertambah kala mengetahui betapa hebatnya Gubernur Jateng ini dalam merawat toleransi antar umat beragama. Meskipun pejabat ini seorang muslim, namun dirinya tak pernah sama sekali memberikan perilaku yang berbeda antar umat beragama yang lain.

Justru, Ganjar merangkul semua perbedaan yang ada. Tak main-main, setiap tahun Provinsi dibawah kepemimpinan Ganjar rutin menggelontorkan anggaran sebesar 277 miliar yang akan dibagikan kepada 230.830 pengajar agama dalam memoderasi beragama.

Setiap tahunnya, para pengajar agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha akan menerima isentif sebesar 1,2 juta. Hal tersebut juga sebagai salah satu bentuk perhatian Ganjar pada para pengajar agama supaya lebih semangat dalam memberikan edukasi yang berkaitan dengan ilmu agama, budi pekerti serta kebhinnekaan.

Itulah salah satu alasan mengapa Ganjar begitu spesial didalam hatiku, tindak-tanduk eloknya membuatku teramat takjub padanya. Kini, sosok yang sangat ku kasihi berada tepat didepan mataku. Ingin sekali bersalaman dan sedikit bercengkerama dengannya, namun sepertinya keinginanku sangatlah sulit terwujud.

"Apakah aku harus menerjang ribuan masyarakat demi dapat bersalaman dengannya?" celetukku dalam hati. Ah sudahlah, melihatnya secara langsung dengan jarak yang tak begitu jauh dari tempat ia berdiri saja hatiku sudah terlampau senang.

Mungkin rasa senang yang menyerbu hatiku masih kalah jauh dengan kebahagiaan yang dirasakan Ganjar. Sebab, beberapa kali kedua manikku melihat semburat senyum yang selalu terpancar dari bibir manis Ganjar ketika menyapa ribuan manusia yang ada dikawasan tersebut.

Terdengar suara tegasnya melayangkan sebuah kalimat ucapan terima kasih atas sambutan dari kami masyarakat Manado. Mendengar tutur bahasa lembutnya, membuat gemetar disekujur tubuh tak lagi dapat terbendung. Indahnya pemandangan pagi hari ini, sebuah momen yang mungkin akan sukar untuk terulang kembali.

Sepertinya pertemuan singkatku dengan Ganjar tak akan pernah bisa terlupakan. Mungkin inilah cara Tuhan, mempertemukan rakyat dengan calon pemimpin barunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun