Agata masih dengan posisi membelakangi mobil agak jauh ditepi jalan. Matanya masih fokus dengan gawainya ditangan sambil terus mengirimi pesan kepada bkknya, bahwa ada hal yang terjadi pada dirinya. Ia diusir seenaknya, dan diperlakukan tidak baik.
Agata masih kebingungan sebab tidak tahu jalan, dia sedang berada dimana, dan harus bagaimana. Mobil penyalur tersebut masih berdiam disitu, tanpa adanya ucapan apapun. Agata memberanikan diri untuk melangkahkan kakinya untuk terus menyusuri jalan tanpa henti. Dia tidak perduli dengan mobil tersebut, dia hanya berjalan sesuai egonya, sebab harga dirinya sudah dicabik habis oleh perempuan yang tak punyai rasa terhadap perasaan orang lain.
Agata berjalan dengan gontainya sebab mata yang sudah sembab sebesar biji kelereng, ingus yang sudah lari kemana-mana dengan balutan seragam hitam putih dan ransel yang digendongnya. Betapa melelahkannya berjalan ketika lelah dan payah. Agata masih mencari cara dengan gawainya, gawainya tanpa aplikasi grab ia kebingungan harus bagaimana. Terlintas dipikiranya untuk bertanya kepada orang setempat bahwa dirinya sedang dimana dan harus menaiki apa untuk bisa pulang, namun masih dengan kehati-hatiannya untuk sekedar bertanya. Harus bisa bertemu dengan orang yang tepat dan tidak membahayakannya.
Setelah berjalan sekian meter, agata berhenti sejenak di toko minimarket, yang didepannya sedang ada laki-laki paruh baya sedang menyapu halaman toko. Agata memberanikan diri untuk bertanya walaupun sudah malu sebab muka yang keliatan seperti orang setengah gila.
"Mas, maaf mengganggu. Mau bertanya, ini dimana ya? Untuk ke stasiun semarang gimana ya? Naik apa? Lalu nunggu dimana?" Tanyanya dengan seksama
"Mbaknya kenapa? Habis ke rumah temen ya? Ini mbak, mbak bisa nunggu bus disini nanti dia sampai ke terminal." Ucap mas tersebut dengan nada sangat sopan
Belum sempat menjelaskan dengan rinci, mobil tersebut menghampirinya, mobil yang tadi menurunkannya. Ternyata dia daritadi membuntuti. Bapak penyalur tersebut segera turun dengan ditemani wanita itu, dan melemparkan kain searah muka agata. Kain tersebut hampir menamparnya dengan keras. Agata ketakutan dan tidak menatapnya, segera agata melarikan diri dengan mengabaikannya dan terus berjalan ke arah lurus tanpa henti, pikirannya berantakan teringat orang itu hampir menamparnya dengan kain yang dibawanya.
Agata berjalan menyusuri jalan dengan pandangan lurus ke depan. Dan terhenti di warung angkringan, dia mencoba untuk tetap tenang dan kembali bertanya.Â
"Permisi buk, mas mau nanya, ini disini bisa nunggu bus untuk menuju terminal semarang?" Ucapnya dengan nada rendah
"Iya mbak, mbaknya mau kemana? Biasane udah sore begini udah gak ada yang lewat mbak kalau bus, sudah bukan jamnya. Palingan langsung ditempat menunggu busnya sebelah sana. Mbaknya gak ada aplikasi grab?" Tuturnya sambil memandangi penampilan agata dan muka agata yang terlihat sayu
"Iya, aku gak punya aplikasinya mas. Gimana to?" Ucap agata kebingungan sambil masih berkabar dengan bkknya, dan tiba-tiba kuotanya habis. Alah sialan.
"Mbaknya mau kemana? Sini saya pesankan saja grabnya." Dengan murah hati menawarkan
"Sebentar mas, maaf nanya lagi. Disini ada konter gak? Aku perlu kuota soalnya. Pulsaku abis. Nanti aku susah untuk berkabar mas." Kembali bertanya
"Itu mbak dikit lagi didepan ada konter." Sambil menunjuk ke arah samping badannya
"Oh nggih mas, makasih. Aku beli dulu kuotanya abis itu aku kesini lagi. Bentar ya mas." Berpamitan sambil terburu-buru berjalan
Sampai di konter tersebut, agata malu setengah mati, di toko tersebut banyak sekali perempuan dan laki-laki. Dengan wajah yang seperti itu rasanya ingin segera menghilang seperti layaknya menemui pintu ajaib yang sekali tring. Namun, apalah daya dia tetap melawan malunya karena untuk kebaikannya. Dibelilah kuota tersebut 50 ribu, setelah itu kembali berjalan. Namun setelah di cek tidak ada pulsa yang masuk. Baru saja ia mengingatnya, itu bukan nomernya melainkan nomer adiknya. Sial bukan kepalang sial, sudah jatuh masih saja tertimbun bebatuan. Baliklah lagi agata ke konter tersebut selepas melangkahkan kaki lumayan berjarak dari toko itu, namun kembali nahas, sendalnya copot sebelum sampai ke konter. "Sialannnnnn, sial sudah hidupku mana keberuntungan? kenapa daritadi sial melulu ya ampun. Mau ketawa, tapi lagi sendirian tapi ini lucu banget lagi. Malu woiiii make sendal terputus begini." Agata masih mencoba melawan rasa malunya sebab kalah dengan ketakutannya masih dikejar lagi. Orang konterpun tertawa "lah mbak balik lagi? Ya ampun nomernya nomer adiknya? Untunglah adiknya hehe." Ucapnya dengan senyuman tipis
Selepas membeli kuota, mas di toko minimarket tersebut menghampiri dengan sepeda motornya. "Mbak, gimana tadi? Di kejer lagi? Saya khawatir tadi pas mas itu datang-datang mau menampar mbaknya. Mbak amankan? Saya daritadi kepikiran takut kenapa-kenapa. Udah saya anter saja ke stasiunnya. Udah naik dulu aja mbak." Ucapnya dengan rasa iba, sambil duduk di motor.
"Gapapa mas, udah gapapa. Saya sendirian aja mas gak enak nanti ngrepotin soalnya." Agata dengan nada menolak
"Gak mbak, gak ngrepotin. Saya seneng kalau bisa nolongin mbak. Masalahnya ini udah mulai malam mbak gelap. Mbak perempuan bahaya di jalan sendirian. Tenang aja mbak saya bukan orang jahat, saya juga punya anak perempuan. Saya juga dulu merantau mbak, paham betul rasanya kalau lagi kesusahan." Ucapnya terus meyakinkan
"Gapapa toh mas aku ikut? Nanti aku bikin repot." Masih dengan segannya
"Gapapa mbak, kita iki saudara harus saling bantu. Sesama manusia iki saudara. Kasian mbaknya ini udah mulai gelap. Udah gak usah takut aku mau anter ke tempat nungguin busnya aja. Kalau emang mbaknya mau segera pulang."Â
Kemudian agata menaiki motor tersebut, dan diperjalanan mengobrol cukup dalam, ditanyai kenapa bisa terjadi seperti itu. Dan masnya memahami betul. Seperti ada trik terselubung dibalik bapak itu dan mbaknya. Mas frans pun memberitahu untuk agata lebih hati-hati lagi agar tidak ditipu seperti itu. Nasib baik katanya agata segera melarikan diri, bisa bahaya kalau masih terus berada di mobil.Â
Mas frans bertanya kembali meyakinkan apa benar segera pulang pada malam hari, atau mau menunggu pagi. Sebab melihat kondisi agata yang lemas beserta mata yang kosong, mas frans khawatir akan terjadi apa-apa pada gadis tersebut.
"Mbak, kamu yakin to mau balik? Iki dah malam bahaya buatmu iki, matamu iku masih kosoang kaya gak tahu mau kemana lagi. Sik, ke tokoku ae dulu apa mau? Ada istriku disana, biar mbaknya tenang bisa ngobrol dulu sama istriku." Ucapnya masih dengan iba sambil mengendarai motor
Akhirnya agata menurut dan membiarkan dirinya menumpang di rumah orang sementara waktu, menyembuhkan lukanya beserta traumanya di waktu itu.
Memang ya pasangan itu adil, suaminya baik istrinyapun juga baik. Sama-sama baiknya, agata ditenangkan di suguhkan minuman agar lebih tenang. Sepertinya mereka melihat raut wajah yang parau dari wajah agata. Setelah cerita banyak hal, agata di suruh menginap di rumah ibu itu, dan segera beristirahat dengan anaknya yang di rumah. Sebab mas frans dan ibu talia masih harus menjaga toko hingga tengah malam.
Keesokan harinya agata demam, sebab tidak makan dan banyak menangis dan terlalu banyak fikiran. Yang tadinya harus pulang terpaksa harus tetap disitu untuk beberapa waktu sebab demamnya yang tinggi. Agata mulai kebingungan dan tetap memaksa pulang di hari berikutnya, walaupun diberikan arahan oleh keluarga tersebut untuk disitu saja nanti dicarikan kerjaan lain, namun agata menolaknya sebab sudah banyak merepotkan.
Bkknya menjemputnya, sebab menurutnya itu tanggung jawab mereka, karena bkknya adalah kakak tingkatnya yang juga bersekolah di SMA yang sama. Kamipun berpamitan dan pulang.
Kesimpulannya : "Apa yang menurut kita baik belum tentu baik bagiNya" jadi tidak perlu banyak berprasangka buruk, bisa jadi apa yang telah terjadi adalah sebuah kisah yang bisa diambil hikmahnya. Tetap berbuat baik kepada siapapun dan bagaimanapun, kita juga tidak tahu suatu saat akan terjadi hal apa pada diri kita, entah mengapa agata selalu menemui hal baik dan dikelilingi orang-orang baik dihidupnya.
Begitupun takdir, jika sudah diusahakan namun tetap belum menemui jalanNya, biarkan saja. Setiap orang punya waktunya sendiri-sendiri untuk melangkah. Pengalaman adalah sebuah pengajaran dan pelajaran dalam hidup, tidak selalu bahagia, bahkan kesedihanpun bisa jadi sebuah jalan menuju roma.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI