Mohon tunggu...
Kiki Ambarizki
Kiki Ambarizki Mohon Tunggu... Lainnya - ♡

Done better than perfect, practice make perfect.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Diam dan Rindu

19 September 2022   05:10 Diperbarui: 11 Oktober 2022   13:08 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teman LDR

Jika cahaya kembali redup, maka apakah sesungguhnya yang ada di hati ini???
perasaan gelisah atau letih untuk menunggu?
bisakah aku berjalan berdamping bersamamu kembali, di satu titik yang sama sekalipun tak apa.
apa rasa yang tersisa ini sama dirasa, atau sebaliknya?
jika tidakpun, aku masih ingin tetap disini, dibalik rasa yang tak kunjung pergi.

terfikir tentang pertemuan singkat ini, apa sempat hanya kebetulan, atau aku yang kebringasan? coba utarakan satu kalimat saja, agar aku bergeser sedikit, untuk tetap disini atau pergi dan tak kembali.
aku merasakan : menunggu tapi tidak di tunggu.
Berkaca hari demi hari....
romannya, aku hanya pengisi dikala sepi,
bersandar dikala sedih,
bahagia, tapi sibuk sendiri.

Dari sini,

Disebatas rindu yang menghampiri

adakah celah untuk tak kembali?

Tak Ku Lihat

Kala itu, Aku tak terarah padamu
Jangankan untuk merindu, melihat saja asing mungkin.
Kita berjalan layaknya dua insan yang pernah bertemu sebelumnya.
Setiap waktu Aku dan Kamu beriringan,
Bukan Aku yang terburu sadar,
Rasa itu Aku dan Kamu yang rasakan.
Ada nafas yang berhembus beriringan,
Langit, hujan, mereka menyetujuinya.
Begitupun Aku,
Aku menyayangimu,
Sebagai manusia yang menghangatkan.

Kalimat Itu

Rindu,
mengapa Kau selalu sulit terjamah
apa Kau tuli untuk sekedar mendengar kata Rindu?
atau Kau benar - benar enggan membalas rindu?
sering kali bulir ini meraung ingin dimengerti,
walaupun harapan bisa diseka sangat mustahil.

Rindu,
bisakah Aku tak mengingatmu
layaknya malam yang sunyi,
yang terlupa oleh mata yang terlelap sendiri.

hati ini hampir robek olehmu RINDU !
bisakah Kau sembunyi?
barang sehari saja, agar Aku tak kualahan membawamu kemana - mana.
Agar Aku bisa mengontrol diri,
agar Aku tak selalu berparti padamu.

akan rindu,
selalu berlihak padamu
Pada langit yang sulit menjamah bumi
dan pada air yang takan menyatu dengan minyak,
Kita bersama, tapi tidak dengan rindu
tidak dengan hati,
tidak pula dengan rasa.
sekalipun jika iya, Aku akan merasakannya,
dan ini? tidak.

Patah Hati

Seketika sakit itu begitu hebat
Patah yang tak terlihat
Patah yang terabaikan
Seketika Aku tak mengenalimu
Mengenal rindu yang selalu setia dibalik hati yang bersembunyi

Kala itu aku tak percaya akan hati yang robek
Tak percaya akan terkikis
Aku selalu percaya rindu ini akan bertemu
Saling berpeluk mesra dalam damainya semilir angin dilaut
Tak sedikitpun aku percaya rindu ini akan pecah, remuk dan tak akan bisa diraih lagi.

Tapi nyatanya?
Rindu ini hanya sebatas rindu
Rindu ini tidak berdiri kokoh
Jatuh dan sulit berdiri
Patah saat melihat rindunya tidak menunggu
Rindunya sepihak
Rindunya berbalik arah
Rinduku malu bertemu rindumu
Rinduku tak menemukan rindunya

Akhir, atau awal dari semuanya.

Kalau tau begini,
Aku memilih sepi sebagai rinduku
Aku memilih diam dan tak mengingat
Tak perlu itu terbalas atau sepihak
Memilih rindu berangsur pergi
Bukan semakin dalam dan kuat ingatannya
Bukan Aku egois, tapi ini menurutku lebih baik, jika tidak begitu ini yang terjadi.
Aku menunggu rindu, yang menurutnya akan bertemu.
Setiap hari rindu itu beradu dalam jarak dan waktu, tapi tidak bagi rindumu.
Rindumu berbalik arah, rindumu padanya bukan padaku.
Rindu yang sering kau sematkan hanya ucapan palsu
Pada hujan yang rintiknya selalu jatuh ketika dipeluk pelangi.
Aku rindu, tapi harus ku akhiri.

Siapa?

Kamu pernah menanam rindu yang dalam, dengan jarak dan waktu yang tak beriringan.
Aku sarankan jangan!
Rindu itu tidak jatuh dalam keadaan utuh, ia akan pergi tanpa bekas, sekalinya membekas itu penuh duri.
Benar, ia menyakitkan.

Oh, rindu itu Kamu.

Mengapa aku menyebutmu rindu?
Sebab disitu ada lesung yang indah disenyummu
Ada canda yang hebat di tawa dan guraumu
Ada kedekatan yang tiba - tiba menyatu
Sebab itu aku menyebutmu rindu.
Sebab rasa yang tak perlu di rampas penyebabnya.

Jika tanya menyelimuti hati,
Untuk apa tetap menyapa rindu?
Maka akan ku jawab untuk Kamu, untuk tawa yang tak pernah lepas di ingatanku.

Jika harus ku ucap rindu bagaimana lagi yang menurutku rindu,
Akan ku jawab aku tak tau, aku tau tapi amat banyak dan tiada batas katanya untuk disampaikan.
Sebegitukah rindu?
Benar, sebab disini jemariku dan akal sehatku masih terpaku padamu.

Tanda tanya, atau kekhawatiran?

Aku tak tega denganmu rindu,
Semakin hari, kamu tak semakin membaik disana
Kamu tidak tersakitikan, oleh rindu barumu
Semoga tidak ya, rindu lamamu mengkhawatirkanmu rindu.

Kenapa jika ku tanya kau selalu diam rindu,
Tidak bisakah cerita barang sekata saja?
Rindu lamamu hanya ingin dengar kau baik - baik saja.
Tetap bersahaja seperti gurauan yang pernah kita lakukan kemarin.

Aku yang tealu antusias pada rindu ketika ia menghubungiku
Padahal itu hanya tipuan yang tidak aku tau
Aku terlalu khawatir
Jika Aku mundur sedikit saja darimu,
Takut kamu pergi lalu hilang tak mengenalku.

Salah

Aku tak tega denganmu rindu,
Semakin hari, kamu tak semakin membaik disana
Kamu tidak tersakitikan, oleh rindu barumu
Semoga tidak ya, rindu lamamu mengkhawatirkanmu rindu.

Kenapa jika ku tanya kau selalu diam rindu,
Tidak bisakah cerita barang sekata saja?
Rindu lamamu hanya ingin dengar kau baik - baik saja.
Tetap bersahaja seperti gurauan yang pernah kita lakukan kemarin.

Aku yang tealu antusias pada rindu ketika ia menghubungiku
Padahal itu hanya tipuan yang tidak aku tau
Aku terlalu khawatir
Jika Aku mundur sedikit saja darimu,
Takut kamu pergi lalu hilang tak mengenalku.

Tengah malam, menjelang pagi.

Aku hanya bagian syair, yang diam - diam mengamatimu dalam rindu.
Sejak itu Aku diam,
Sejak itu pula Aku tak berhenti manaruh kata.
Aku dalam balutan hangat si pemberi rindu,
Atau Akulah yang sebenarnya mempertajam rindu?
Bisa jadi.

Di tengah malam menjelang pagi,
Aku masih sempat - sempatnya menengokmu
Dalam setengah sadar,
Dan koyahan jemari yang gontai setelah bangun dari lelap yang panjang.

Kamu tak datang,
Tapi lagi - lagi Aku tak bosan mengingatmu,
Tak ingin beringsut menjauh dari sebuah rindu.

Selesai

Aku berhenti menghubungimu
Berhenti dalam segala hal mengenai Kamu
Rindu yang tak patut dirindukan. 

Masih sama dengan rindu

Setiap kali aku mengingatmu lagi2 hanya ada kesal dan sesal
Yaaa aku kesal
Sebab aku tak dapat percaya akan takdir
Percaya akan diriku sendiri
Masih saja aku mengoyak rasa yang tak seharusnya ada
Untuk apa?
Sekali lagi ini datang tiba2,
Bukan aku memaksa mengingatnya,
Takdir berkata,
Aku tidak pantas untuknya,
Sebab itu aku berhenti,
Sebab itu aku tak lagi mencari,
Sebab itu aku pergi,
Tapi rasanya doaku hanya inginkan kamu,
Rasaku terjatuh padamu,
Aaahhhh payah rasanya.

Hi, masih mengenalku?

Hi Rindu?
Apakah Kau masih mengingatku?
Perihal tangan yang tak sampai
Raga yang jauh
Jiwa yang tak utuh
   Sepertinya sudah sangat berbeda sekarang.
Aku bahkan tak mengenalimu.
Iya, salahku.
Salahku, yang mencoba mengalihkan dunia dengan bola mataku,
Mencoba tidak membukanya dan bersembunyi secara paksa.
Yaa, tapi beginilah adanya.
Semakin biasa menjalaninya.
Tidak sakit, tidak kembali mengingat, pun tidak penuh harap.
   Yah, sepertinya duniamu kembali hidup.
Ah...
Bukannya memang hidup terus,
Sedari dulu, sebelum diriku penuh usik kepadamu.
Maaf,
     Hi,
Bagaimana skripsimu?
Kau menuntaskan semuanya bukan?
Ayahmu pasti bangga disyurga.
Begitupun aku,
     Heuh, tapi sayang....
Aku tidak dapat melihatmu dengan baik,
Mengetahuimu saja aku tidak, perihal tentangmu aku tidak tahu.
     Hiii,
Apa kamu sepertiku?
Rajin menitip pesan kepadaNya?
Aku masih,
Walau sudah jarang sekarang,
Aku jadi sibuk terhadap pendemi yang bermunculan.
Aku selalu berdo'a tentang corona.
Kau tahu itu?
Haha, terlihat lucu memang,
Akupun ingin sekali tertawa.
    Hi, Aku rindu, baik - baik ya.
Dimanapun berada, aku masih selalu merinduimu.

Salam, dan penutupan rindu dari aku.

Indonesia-Malaysia

Kiki Ambarizki 2018-2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun