Mohon tunggu...
Kiki fatmawati
Kiki fatmawati Mohon Tunggu... Guru - Aktivis Literasi

Aktivis Sosial - Fakir Ilmu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Komunitas Adat Terpencil Menghasilkan Produk Inovatif

15 Februari 2020   23:48 Diperbarui: 15 Februari 2020   23:51 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Barangkali sebagian dari kita belum mengetahui benar apa itu Komunita Adat Terpencil, atau yang sering disebut dengan istilah "Warga KAT". Berada pada daerah terpencil yang memperoleh bantuan Rumah hunian oleh Kementrian Sosial RI.

Sesuai dengan namanya, lokasi ini memiliki akses transportasi yang sulit dijangkau dan tergolong lokasi yang masih tertinggal dalam struktur dan perkembangan masyrakatnya. Salah satu lokasi KAT yang berada di Nusa Tenggara Barat, berada di Dusun Tanggani Desa Sarae Ruma Kecamatan Langgudu Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Jarak tempuh yang dapat dilalui untuk sampai di lokasi KAT Tanggani ini ada dua jalur yaitu darat dan laut. Estimasi waktu jalur darat dapat ditempuh selama kurang lebih 8 Jam lamanya dan untuk jalur laut sendiri dietmpuh dalam waktu 1 jam perjalanan.

Desa ini juga terletak di wilayah paling timurnya NTB dan berbatasan langsung dengan Australia sehingga sering banyak turis yang masuk ke Desa ini untuk sekedar berwisata.

Tahun ini sebanya 51 KK Rumah di Dusun Tanggani ini, sudah menunjukkan perubahan kecil yang tentunya bagi sebagian orang ini merupakan hal yang wajar. Namun tidak untuk lokasi KAT, hal kecil seperti adanya pagar rumah, kebersihan sanitasi, adanya air bersih, pembangunan fungsi MCK, gotong royong perbaikan jalan dan tatanan pekaranagan rumah yang mencerminkan keindahan untuk masing-masing rumah menjadi hal baru untuk warga KAT di Desa ini.

Bantuan air bersih yang sekarang dinikmati oleh warga KAT Tanggani merupakan hasil dari koordinasi antara Pendamping dengan Dinas PU dan Perkim. Sehingga saat ini warga KAT mampu menikmati air bersih dengan mudahnya yang sudah terpasang di depan rumahnya masing-masing.

Selain itu juga MCK yang sudah ada di Dusun ini berasal dari bantuann Dinas Sosial Kabupaten Bima sebanyak 19 buah. Pembangunan MCK ini sendiri juga diselesikan dengan cara gotong royong bersama dimana satu MCK digunakan oleh 3-4 KK untuk satu MCK.

Pekarangan rumah sendiri sudah mampu berfungsi dengan baik dengan banyaknya tanamaan hias dan bibit buah yang ditanam oleh warga di pekarangannya. Pekarangan ini semakin indah dengan adanya pagar rumah yang sudah terbangun di tiap masing-masing rumah dengan bahan baku kawat dan bambu yang dibuat oleh warga sendiri.

Kondisi lainnya terkait pekerjaan warga KAT yang sebagian besar bertani di ladang pegunungan.Penghasilan yang juga hanya diperoleh satu kali dalam satu tahun, ditambah adanya gagal panen menjadikan warga KAT di Dusun ini memerlukan solusi untuk pekerjaan lainnya sebagai alternatif tambahan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tidak hanya itu, ada sebagian masyarakat yang tidak bekerja dikarenakan tidak memiliki kebun sendiri. Ditambah keberdaaan para pemuda di Desa ini yang sebagian besra belum memiliki pekerjaan alias penganggguran.

Namun di lain sisi, potensi alam Desa ini menawarkan hal yang mampu diolah untuk dikembangkan menjadi sebuah produk kreatif dan inovatif yang bernilai ekonomis. Adapun potensi alam yang dimaksud meliputi Tanaman Pisang, Tumbuhan Kelor dan Pohon Bidara yang mendominasi di sepanjang pesisir pantai dan kebun yang tumbuh liar atau yang lebih dikenal dengan Bidara Laut. Masyarakat juga sejauh ini hanya memanfaatkan Kelor sebagai konsumsi hari-hari sebagai sayur untuk pelengkap nasi.

Saat ini secara perlahan warga KAT bersama Pendamping berhasil mengolah pisang menjadi sebuah produk makanan berupa keripik pisang dengan beragam varian rasa seperti coklat, keju balado dll. Keripik ini dijual dengan kisaran harga seribu rupiah ke kios-kios terdekat di Desa Sarae Ruma.

Selanjutnya warga juga mampu mengelola pisang menjadi pisang goreng yang dijaul di pagi hari. Namun ada persoalan sendiri dimana setiap ibu-ibu yang menjual pisang goreng meninggalkan limbah kulit yang tidak dikelola.

Dengan inisiatif pendamping melakukan eksperimen bersama warga KAT untuk mengelola kulit pisang menjadi sebuah produk makanan yang inovatif, karena sesuai dengan kandungan yang ada pada kulit pisang yang mengandung banyak vitamin dan banyak serat dirasa mampu diolah untuk menghasilkan sebuah produk makanan yang memiliki nilai gizi. Pengelolaan Kelor dan Bidara sendiri diolah menjadi Teh herbal dan Masker organik.

Pemasaran produk dilakukan dengan offline dan online melalui sosial media. Dan produk keripik dan kulit pisang ini juga sudah diproses suat izin usaha untuk pengeluaran nomor PIRT dan sertifikasi halal dan BPOM ke Dinas Perindag Kabupaten Bima.

Adanya produk ini menjadikan warga KAT setempat mampu berfikir kreatif dalam mengelola Sumber Daya Alam melalui pemanfaatan yang bernilai ekonomis. Selain itu juga memperkenalkan kepada khalayak umum bersama warga KAT juga mampu berdaya melalui potensi Desa sendiri. Harapannya produksi ini bisa terus berkelanjutan dengan bantuan solidaritas masyarakat dan pemuda setempat, menuju masyarakat sejahtera yang inovatif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun