Mohon tunggu...
kiki esa perdana
kiki esa perdana Mohon Tunggu... Dosen - pemerhati komunikasi politik dan penggemar sepakbola

mengajar komunikasi pada beberapa universitas, menarik perhatian pada isu komunikasi politik dan budaya populer, penonton sepakbola, penyuka traveling dan pecinta liburan, tulisan tidak mewakili identitas atau organisasi apapun, manusia bebas

Selanjutnya

Tutup

Bola

Klub BFF dengan Suporter, Emang Boleh Sedeket Itu?

21 April 2024   15:30 Diperbarui: 21 April 2024   15:40 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat saya menulis ini, tak lama kemudian kasus ancaman somasi berujung damai, Cuma mereka dan desiran angin yang tau bagaimana sejati kebenarannya dan kelanjutannya. 

Lalu saya tetiba ingin menulis sebuah bahasan yang tema yang lebih umum, emang boleh klub erat dengan supporter mereka? Soalnya saya pernah diceritakan oleh seorang kawan dari salah satu klub, ada oknum manajemen yang agak gerah jika melihat kedekatan pemain dengan supporter atau staf manajemen, mengganggu atmosphere tim ujarnya, saya tidak bisa bantah, karena saya tidak pernah dalam posisi keduanya, baik supporter yang dekat dengan pemain ataupun pihak manajemen yang merasa risih dengan hal tersebut. 

Saya tau sekali, jika kita bicara sedikit teori pasti basi, maka saya coba bahas dengan Bahasa santai, setau saya yang awam masalah industry terutama industri sepakbola ini, pola komunikasi pada sebuah Perusahaan profesional merupakan bagian yang sangat penting, peran tersebut meliputi penyampaian informasi resmi dari Perusahaan pada konsumen setia mereka, penyampaian informasi kepada pelanggan setia mereka, penyampaian informasi kepada stakeholder yang terus menemani mereka, penyampaian informasi kepada bagian dari isi angka statistik penting dalam setiap pitching yang mereka lakukan pada sponsor, dimana dalam hal ini tidak lain adalah supporter. 

Industri sepakbola tidak boleh sekalipun mengesampingkan peran supporter, karena klub sepakbola professional terbentuk dari adanya komitmen jelas dan pasti dari supporter untuk terus mendukung, betul sekali jargon "without fans, football is nothing", jadi saya penganut mazhab, manajemen memang harus dekat dengan supporter, baik untuk kepentingan bisnis maupun kepentingan psikologis.

Pola komunikasi Perusahaan yang menyebut diri so-called professional sebagai komunikator pun seharusnya membuka deras keran umpan balik mereka dari komunikan mereka, lagi-lagi supporter, umpan balik tersebut pun berfungsi sebagai kanal untuk ide, sebagai sarana untuk perbaikan tata Kelola Perusahaan di masa depan guna mencapai tujuan yang diinginkan Perusahaan, jika memang visi misi perusahaan ingin melibatkan peran supporter.   

Pola komunikasi Perusahaan, dalam keilmuan komunikasi korporat merupakan salah satu faktor penting guna memperlancar arus produksi, apapun itu format usahanya, oleh karena itu, dalam komunikasi Perusahaan, penyampaian informasi yang positif dan berkesinambungan sangatlah penting guna mendukung cita-cita Perusahaan di masa depan.

Saya teringat beberapa waktu lalu saya menonton sebuah documenter independent dari suporter, saya lupa judulnya, mengenai program fans relations di salah satu klub kecil di liga inggris, dalam program tersebut, klub "membentuk" satu sosok suporter yang berkarakter ramah pada semua supporter klub tersebut. Menyapa, ajak ngobrol anak kecil hingga menjadi mascot tidak langsung dari klub tersebut, menyebarkan core-value dari klub tersebut, yaitu kebersamaan dan secara tidak langsung membentuk community development yang super keren. 

Kita mngkin akan terlalu jauh jika membicarakan bagaimana Manchester city, yang menjalankan puluhan proyek berbasis komunitas yang mempromosikan kesetaraan baik di masnchester atau seluruh inggris, saya menangkapnya program ini bertujuan "saat klub berhasil, maka supporter pun harus berhasil", super keren kan? Lalu apakah kita berkhayal terlalu jauh juga untuk bagaimana AS Roma, mendengarkan "Suara" atau umpan balik dari para suporternya, lewat sebuah aplikasi khusus yang dirancang untuk mendengarkan keluh kesah mereka selama nonton di stadio olimpico, super keren kan? 

Lalu apakah kita harus iri juga dengan batern munchen dan suporternya yang bersama-sama menyampaikan pesan-pesan besar untuk memerangi stigma sosial, baik itu kesetaraan gender, rasisme, atau anti-Semitisme. Super keren kan? Apakah kita juga kita tidak iri dengan klub baru Leicester, yang bekerja sama dengan dewan kota yang menawarkan minuman gratis kepada semua penggemar di awal musim baru sebagai ucapan perayaan saat mereka berhasil masuk premiere league, lagi-lagi super keren kan?

Saya percaya setiap Perusahaan professional pasti mengalami turbulensi dalam perjalanan bisnisnya masing-masing, saya pun akhirnya tidak menyalahkan sikap klub tertentu yang ingin melakukan hal kontra dengan tidak menganggap suporternya sendiri, atau saat klub menjaga jarak dengan suporternya sendiri, saya sempat baca jika sesuatu dikatakan profesional apabila pekerjaannya memiliki ciri standar teknis atau etika suatu profesi (Oerip dan Uetomo, 2000 : 264-265). Sebenarnya jika kita bicarakan standar teknis dan etika, keduanya pasti memiliki multitafsir, namun ada konsensum umum akan deskripsi keduanya yang mana sangat erat kaitannya dengan sisi profesionalitas tadi.

Pada akhirnya kedekatan klub dengan suporternya merupakan pilihan, kedekatan klub dengan supporter yang mana pun adalah pilihan, kedekatan dengan supporter yang hanya berpotensi secara finansial atau supporter yang bisa pun Cuma pilihan. Kedekatan klub dengan supporter yang tidak menguntungkan secara psikologis pun adalah pilihan.

Supporter walau memiliki peran sebagai stakeholder ang sangat besar pun akhirnya dihadapkan pilihan sebagai pihak like atau dislike personal dari manajemen klub, jika memang mendapat dislike dengan alas an jelas, tentu tidak mengapa, misalnya menjadi supporter yang kerap mengganggu pemain on atau off the pitch, menjadi supporter yang mengganggu bisnis melakukan Tindakan kekerasan pada pihak manajemen, dll. 

Namun jika mendapatkan sikap dislike karena beragam alasan yang tidak masuk akal, misal supporter punya mantan di jajaran staf manajemen, atau supporter pernah punya orang tua mantan istri (mantan mertua) di jajaran manajemen atau manajemen ga suka aja sama sikap supporter tanpa sebab, itu baru patut dipertanyakan masalah profesionalitas mereka. Tulisan ini saya tutup dengan kutipan dari manager legenda Liverpool, Bill Shankly, yang bilang "At a football club, there's a holy trinity - the players, the manager and the supporters. Directors don't come into it. They are only there to sign the checks".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun