Mohon tunggu...
Kika Syafii
Kika Syafii Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger

Blog pribadi www.kikasyafii.com | Cinta NKRI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refleksi 10 Tahun

31 Desember 2010   16:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:07 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

10 tahun yang lalu, saya masih berdiri di antara koridor bis 3/4 yang selalu mangkal di jalur dua pojok beteng wetan Jogjakarta. Dengan mendekap gitar di dada, sembari menyanyikan lagu-lagu karya Slank dan Dewa (dua grup band kesukaan) saya lalui hari-hari dengan menghibur penumpang yang ada. Berbekal senyum (harta termurah yang saya miliki), satu persatu nyanyian saya menyapa tatapan mata dengan berbagai macam sudut pandangnya. Ada yang tersenyum ketika mendengar suara saya (mungkin karena suara yang jelek), ada juga yang langsung menutup telinga dengan earphone atau headphonenya, bahkan ada yang makin tidur terlelap, dan berbagai macam lagi.

Selama 6 bulan lebih, saya tenggelam di antero jalanan Jogjakarta. Tidur menumpang di tempat teman-teman sekampung yang kuliah di Jogjakarta. Sembari mengamen, saya kumpulkan sedikit demi sedikit uang untuk membeli gerobak mie ayam. Ya, waktu itu saya belajar dari teman SMP yang berjualan mie ayam hingga bisa mempunyai 5 cabang di kota Batang, Jawa Tengah. Karena kegemaran saya yang suka makan mie ayam, maka kenapa tidak untuk berjualan mie ayam?, begitu batin saya waktu itu. Setelah lumayan cukup bekal modal yang terkumpul, mulailah berdagang mie ayam ditemani satu orang teman yang baik hati. Namun perjalanan berdagang selama 3 bulan sudah membuat putus asa dan saya terpental karena kebutuhan perut yang tidak bisa ditahan. Akhirnya, jatuh kembali ke pangkuan jalan raya beserta deru mesin mobil dan juga tidak lupa debu jalanannya. Hingga sekian waktu perjalanan, profesi mengamen menuntun kaki menuju Ibu Kota Jakarta dan jatuh di Kota Depok. Tanpa peduli sebagai orang baru, saya jejakkan kaki di Kereta Ekonomi Bogor-Jakarta dan mulailah kembali mengamen disitu.

Kembali mengamen di Ibu Kota, hanya berbeda tempat yang menjadi tempat mengamen. Dulu di Bis Kota, sekarang di Kereta. Tetaplah bertemu dengan kaca dan besi, serta deru mesin. Tanpa tahu mau jadi apa selanjutnya di Ibu Kota, saya jalani terus kehidupan dari hari ke hari berpegangan pada sebuah gitar. Beserta satu teman dekat, kami berdua tinggal di rumah kosong yang hampir roboh. Ya, karena waktu itu kami belum punya uang untuk membayar sebidang kamar kos. Maka di susunlah target bersama, dengan target bisa mengumpulkan uang untuk membayar kamar kos, minimal dua bulan pertama. 5 bulan kemudian akhirnya kami berdua bisa mengumpulkan uang untuk mendapatkan sewa kamar kos. Dan itupun masih sekamar berdua.

Kemudian, kami menyusun target lagi untuk bisa membayar kamar masing-masing satu kamar untuk satu orang. Selang 4 bulan, akhirnya kami bisa berpisah kamar. Sebuah keputusan nekad, karena pada dasarnya kami berdua belum kuat untuk membayar kamar masing-masing sebesar 350rb perbulan. Namun dengan tertawa, kami bertekad akan mentertawakan diri sendiri bila sampai kebingungan membayar kamar. Dan strategi itu sukses, meski hanya bisa berlangsung selama 2 bulan. Berbagai kebutuhan mulai membuat kami merasa keteteran dalam mengatur keuangan. Maka, tertawa menjadi pelarian terakhir bila bisa menipu Ibu kos ketika ditagih uang sewa atau ketika kucing-kucingan pada saat belum bayar dan kami butuh masuk ke kamar. Perlahan, saya semakin berjuang keras. Dalam otak, selalu saja pikiran berkata "jangan sampai telat bayar kos". Begitu juga dengan teman seperjuangan saya. Saya paksakan minimal 10rb sehari harus bisa ditabung, terus dan terus. Hingga akhirnya bisa selamat membayar kos.

Satu masalah sudah bisa dilewati, meski tidak selalu mulus. Belajar dari hal itu, saya mulai menambah tabungan hasil dari mengamen dari setiap harinya. Karena ada ketidakterimaan dalam diri ini bila hanya menjadi pengamen terus, apalagi hingga tua. Saya bercita-cita menjadi pemusik, begitu juga teman saya. Namun perjuangan keras yang harus dilewati untuk menjadi pemusik benar-benar tidak mulus. Persaingan begitu dahsyat, sementara kebutuhan perut tetaplah tidak bisa ditunda lagi.

Suatu hari, Koh Lotte, Direktur PT. Irama Tara menawari pekerjaan untuk mendesain cover cassette. Tanpa ragu-ragu, saya terima tawaran itu. Padahal saya benar-benar tidak tahu bagaimana mendesain. Bermodalkan uang muka, saya beli buku-buku tentang desain. Masih ingat waktu itu, yang pertama kali saya beli adalah Phostoshop 7. Sisa uang muka saya gunakan untuk menyewa komputer di warnet dekat kos. Dengan hasil seadanya, karena benar-benar belajar sendiri tanpa guru, saya tetap percaya diri menawarkan hasil desain itu. Diluar dugaan, ternyata hasilnya diterima. Mulailah saya makin memperdalam kemampuan mendesain. Tanpa guru dan hanya berbekal buku. Karena keseringan memakai warnet sebagai media belajar, tanpa sengaja saya pun berkenalan dengan internet. Iseng-iseng, saya mulai memajang desain-desain saya ke beberapa forum internet. Dan ternyata laku. Maka makin giatlah saya berusaha dan berjuang menghidupkan kehidupan ini.

Perjuangan yang berat, tantangan yang tinggi serta saingan yang lebih pandai, tidak membuat saya patah arang untuk terus berjalan. Dengan sengaja, saya tidak pernah melihat pesaing. Yang saya lakukan justru mencoba memperlajari hasil desain-desain pesaing saya. Setiap pagi dan siang, menawarkan desain di dunia nyata. Dan ketika malam, saya belajar memperdalam kemampuan desain sembari mencari klien di Internet. Terus dan terus. Kesalahan dan kegagalan dari beberapa pesanan tidak menjadikan saya berhenti. Semua berjalan terus, dan tanpa sadar saya sudah melewatinya hingga 10 tahun lebih.

Dan secara nyata tanpa terasa, saya sudah mempunyai perusahaan jasa desain dan website development sendiri. Begitu manisnya perjalanan selama lebih dari 10 tahun ini. Cita-cita yang sempat tinggi untuk menjadi pemusik, sudah saya konversi dengan menjadikan musik sebagai sebuah hasil karya untuk beberapa jingle. Oh iya, saya mempunyai kebiasan unik. Setiap kali mendapatkan project, saya selalu mendirikan taman baca sebagai penanda. Sekaligus sebagai bentuk balas dendam karena sulitnya mendapatkan pendidikan di Indonesia.

Hari ini, hari terakhir di tahun 2010. Tulisan ini saya unggah untuk mengenang perjalanan selama ini sekaligus refleksi, dan untuk menyemangati diri sendiri agar lebih keras berjuang ke depan. Dan saat ini, teman seperjuangan saya itu sudah bisa mempunyai studionya sendiri pula. Tuhan tak pernah ingkar janji. I love you Tuhan.

"Mari terus belajar dan belajar. Kehidupan kemarin adalah masa lalu, yang ada adalah hari ini dan sedikit cita-cita untuk ke depan".

31/12/2010

Workshop Pamulang

Merasa perlu menuliskannya, karena belum pernah sebelumnya.

Sumber : kika.web.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun