Mohon tunggu...
Ambu Ria Djohani
Ambu Ria Djohani Mohon Tunggu... lainnya -

Orang Sunda pituin. Cinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengubah Modus Belajar Siswa SMA Agar Mampu Bersaing ke PTN

3 Februari 2014   15:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:12 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Modus belajar siswa harus berubah dengan diberlakukannya sistem undangan,” Begitu kata Kepsek dalam pertemuan dengan para orang tua. Buat sekolah, jumlah murid yang masuk ke Peguruan Tinggi Negeri (PTN) terutama yang paling ternama –akan mendongkrak popularitas sekolah. Sedangkan bagi orang tua dan anak, siapa sih yang tidak bangga bila lolos ke PTN? Khususnya bagi orang tua, biaya kuliah anak ke PTN-pun lebih murah dari swasta, tentunya akan sangat mendambakan anaknya masuk ke PTN.

Saat ini berlaku ketentuan jalur undangan minimal sebanyak 50% dari kuota kursi penerimaan mahasiswa baru di sebuah PTN, sedangkan jalur testminimal 30%, dan jalur mandiri 20%. Konon, jalur undangan ini akan diberlakukan sepenuhnya suatu saat.

Kepentingan sekolah dan orang tua agar anaknya masuk ke PTN inilah yang bertemu dalam sebuah pertemuan di sekolah anak saya, sebuah SMA Negeri berlokasi tidak jauh dari 2 universitas terkemuka yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB) dan kampus pusat Universitas Padjadjaran.

***

Sistem Berubah dengan Adanya Jalur Undangan, Tapi Modus Belajar Siswa Tetap

Kepala sekolah melanjutkan, bahwa modus belajar siswa di SMA saat ini masih sama saja seperti dulu. "Kelas 1 SMA masih penyesuaian diri dengan sekolah dan teman baru, katanya. Kelas 2 SMA sudah mulai akrab, eh, malah lebih banyak main, kegiatan eskul, dan bergaul. Juga pacaran. Belajarnya kapan? Kelas 3 baru belajar, itu pun nunggu hampir akhir sekolah…." Begitulah Bapak Kepsek yang suka berkelakar itumengilustrasikan modus belajar kebanyakan siswa SMA yang kurang maksimal.

Kenapa modus demikian yang terjadi? Ya karena sebelumnya kelulusan SMA ditentukan oleh nilai Ujian Nasional (UN), sedangkan kelulusan masuk ke PTN hanya ditentukan oleh nilai test di akhir kelas 3. Jadi, terbentuklah kebiasaan belajarnya nanti saja di kelas 3.

Sementara itu system undangan masuk ke PTN didasarkan pada rapor kelas 1 sampai 3, prestasi akademik dan nilai UN, dsb., jelas membutuhkan belajar keras terus-menerus sejak kelas 1.Anehnya, modus belajar siswa masih tetap sama seperti dulu. Nanti belajarnya kalau sudah kelas 3, itupun ‘dipaksa’ orang tua dengan ikut bimbingan belajar (bimbel).

Modus belajar yang dimaksimalkan di kelas-3 harus diubah….Belajar keras itu harus kelas 1, 2 dan 3 dengan adanya system udangan….” Begitu kata Pak Kepsek.

***

Program untuk Mengubah Modus Belajar Siswa

Saya mendapat undangan pertemuan orang tua siswa tersebut untuk membahas program yang disebut “Olimpiade Sains Antar Sekolah se-Indonesia”. Selain itu sekolah juga bermaksud mengadakan program untuk membangun modus belajar yang lebih intensif agar siswa bisa bersaing di jalur undangan ke PTN untuk mata pelajaran yang diminatinya. Sekolah mengadakan program 100 jam belajar intensif yang fokus pada matapelajaran yang menjadi minat dan bakat siswa yang merupakan pilihan ke PTN nantinya. Setiap anak hanya memilih satu (1) saja dari 9 mata pelajaran berikut: ekonomi, kebumian, astronomi, geografi, computer, biologi, fisik, kimia, dan matematika.

Sekolah mengadakan sebuah test untuk membantu anak menentukan pilihan fokus tersebut.Anak saya dari jurusan IPS, memiliki alternatif pilihan komputer, kebumian dan geografi.Nanti akan memilih salah satu saja.

Anak saya pun ikut program 100 jam belajar tersebut yang berarti harus menyediakan waktu 2x seminggu @ 6 jam belajar pada hari Sabtu dan Minggu yang berarti tidak ada hari libur sama sekali. Biasanya hari Minggu dipakai untuk kumpul kelompok bandnya.

Saya belum tahu apakah program ini akan diberlakukan setiap tahun. Tapi ini diadakan yang pertama kali.

***

Sistem Berubah, Modus Harus Berubah, Tapi Tujuan Belajar Tetap Mengejar Nilai

Apakah tujuan belajar itu untuk memperoleh nilai? Pertanyaan ini cenderung dijawab iya karena system pendidikan kita lebih merujuk kepada pencapaian nilai sebagai tujuan. Nilai UN setinggi-tingginya untuk bisa masuk SMP dan SMA Negeri favorit (Catatan: tahun 2014 ini UN SD sebagai acuan masuk ke SMP dihapuskan). Serta nilai test untuk masuk ke PTN.

Begitupun dengan jalur undangan yang disebut sebagai SNMPTN, merujuk kepada pencapaian nilai-nilai meskipun plus lain-lainnya. Nilai rapor, nilai UN, prestasi lain, dan bahkan katanya nilai IPK senior dari SMA ybs. di PTN yang dituju akan menjadi kriteria.

Saya mengerti, reputasi sekolah juga dipertaruhkan dengan nilai-nilai muridnya sehingga para orang tua diundang berkumpul dalam rangka mendukung program penggenjotan belajar anak agar mampu bersaing baik dalam seleksi melalui jalur undangan maupun test ke PTN.

Semua tahu bahwa nilai UN merupakan indikator reputasi sekolah. Bahkan menjadi berita Koran, sekolah mana yang merupakan 5 besar nilai UN tertinggi. Murid dari sekolah mana yang merupakan 5 besar nilai UN tertinggi. Bahkan anak itu bisa jadi berita Koran kalau meraih nilai tertinggi tapi berasal dari kalangan tak mampu.

Begitu juga jumlah siswa yang berhasil lolos PTN –baik jalur undangan maupun test- merupakan kebanggaan bagi sekolah. Mendongkrak reputasi sekolah.

***

Konflik dengan Modus Belajar Anak Saya

Anak saya bukan type anak yang belajar untuk nilai. Belajar baginya harus sesuatu yang bisa dinikmati. Kalau tertarik dengan suatu hal ya dibaca bukunya dan dicari material lain di internet. Karena suka (enjoy) tidak dirasakannya berat meskipun latihan bela dirinya 5x seminggu @ 3-4 jam di malam hari. Begitu juga dengan musik, bukan masalah untuk menyediakan waktu berlatih. Berjam-jam dipelajarinya lagu dan berlatih sendiri. Belajar musik bisa dilakukannya secara mandiri, setiap hari tanpa merasa itu sebagai beban belajar.

Tapi belajar untuk mengerjakan soal-soal seperti modusnya bimbingan belajar (bimbel) dan les tambahan mata pelajaran? Ditolaknya. Anak saya tidak suka bimbel.

Terus terang saja anak saya sebenarnya lebih diuntungkan dengan system test (termasuk system UN) untuk menentukan masuk sekolah negeri karena kalau mengandalkan nilai rapor sih tidak bisa bersaing. Persis seperti kata Pak Kepsek, pada saat UN itulah anak saya mau belajar soal.Belajar sendiri, tanpa bimbel sama sekali baik SD maupun SMP.

Ya sudahlah….. Ketimbang main paksa, biar saja anak saya tetap belajar sesuai dengan yang disukai dan diinginkannya. Tanpa harus menggenjot tujuan kepada upaya mencapai nilai setinggi-tingginya karena itu bukan tujuan yang disukai anak saya.

Jalur swasta memang harus selalu tetap jadi alternatif pilihan….

***

Catatan:


  • Jalur undangan disebut Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Laman resmi SNMPTN adalah http://www.snmptn.ac.id
  • Jalur test disebut Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).Laman resmi SBMPTN adalah www.sbmptn.or.id

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun