Dalam sebuah diskusi, ada seorang senior menyampaikan sebuah kalimat yang pernah dilontarkan mantan KPU Nabire. Kalimat yang menarik, beliau mengatakan dengan marah melihat praktik-praktik nakal yang dipraktekan pelaksanan dari tingkat KPPS, PPS, PPD sampai KPU di Nabire pada tahun 2019. " Dalam pelaksanaan pemilu, paling tidak minimal kita bertindak dengan benar 60%, jangan membabi buta dan kotor, sampe salah semua!" begitu tegasnya.
Kalimat ini cocok direnungkan oleh penyelenggara pemilu pada tahun 2024 di Intan Jaya. Berapa persen pelaksanaan pemilu di Intan Jaya ini yang dilakukan dengan benar? Praktik sangat kotor sudah terjadi di Intan Jaya.Â
Setelah mendengar rekapan suara tingkat distrik  yang dibacakan oleh Komisioner KPU Intan Jaya pada tanggal 6 Maret. Rekapan yang berbeda dengan hasil lapangan menuai banyak protes dan kritik.Â
Pada hari minggu 7 Maret, kita bisa melihat 70 lebih orang menyampaikan aspirasi kepada Bawaslu Intan Jaya yang diterima baik oleh ketua Bawaslu Apinus Janambani dan 2 orang anggotanya. Yang aneh adalah 70 orang lebih itu bukan masa pendukung 1 caleg atau pendukung 1 partai, hampir 40-an caleg entah DPRD Kabupaten dan Provinsi menjadi korban keganasan PPD (Panitia Pemilihan Distrik).
PPD melakukan praktek 90% kotor dalam penyelenggaraan pemilu kali ini. Semisal Bisem Abugau, Caleg DPRD Provinsi dari Partai Buruh memperoleh suara 8.114 dari distrik Wandai, hilang menjadi nol saat rekapan. Hal ini tidak dialami oleh seorang Bisem saja, tetapi banyak Caleg, bahkan ketua DPRD Kabupaten Intan Jaya dari Partai Demokrat, Panius Wonda dan juga Detinus Sani dari partai Garuda dihilangkan suaranya semenah-menah oleh PPD Hitadipa.
Begitu juga dengan distrik Agisiga, Okto Wandikbo menjadi korban ulah semenah-menah PPD yang memainkan praktek sangat kotor ini. Ada juga caleg DPRD provinsi dari distrik Homeyo Yulius Yapugau dari partai Garuda yang saat penyampaian hasil pemungkutan suara dari PPS ke PPD distrik Homeyo yang memperoleh suara nol, tetapi saat rekapan tingkat kabupaten, suaranya sudah mencapai 14.000. Berbeda dengan Caleg PKS Jery Miagoni yang memperoleh suara sampai 7.000 lebih di Homeyo, tetapi direkap nol.
Akibatnya, saat pleno tingkat kabupaten Intan Jaya, tidak ada satu PPD pun yang hadir. Sebelum pleno semua PPD sudah melarikan diri ke kota lain, bersembunyi demi mengamankan diri, menghindari resiko-resiko buruk yang bisa saja terjadi. Mereka tahu apa yang mereka perbuat adalah kotor dan salah, mereka berani berbuat namun tidak berani bertanggungjawab di depan Partai Politik, saksi, KPU, Bawaslu, keamanan dan semua yang hadir saat pleno. Semisal PPD Wandae, yang terbang ke Mimika pada flight pertama dari Sugapa di hari pelaksanaan pleno tersebut.
Ketua KPU Intan Jaya Nolianus Kobogau menyampaikan saat Pleno bahwa KPU akan tetap bersikeras menetapkan apa yang teruskan oleh PPD, sesuai tahapan yang ada walaupun saat rekapan, para Komisioner KPU lah yang bergantian membacakan quickcount hasil kerja PPD-PPD tersebut.
Namun, semua yang hadir rekapan pleno kabupaten di Mamba, Intan Jaya ini tahu bahwa rekapan-rekapan perolehan suara tersebut tidak benar, sehingga tidak ada KPU yang mau menandatangani hasil pleno.
Bawaslu Intan Jaya mengambil Langkah dengan mengeluarkan surat rekomendasi nomor : 083/Rekom.01.01/K/PT/08/III/2024, perihal : Rekomendasi Pembatalan Hasil Suara Pleno Kabupaten Intan Jaya. Berdasarkan surat ini, Bawaslu merekomendasikan Pembatalan hasil pleno, meminta KPU dan PPD setiap distrik menyerahkan berita acara C.Hasil dan melakukan pleno ulang.
Sebuah rekomendasi baik oleh Bawaslu. Namun sampai hari ini tanggal 10 Maret, KPU tidak mengindahkan rekomendasi tersebut, KPU tetap mengikuti jadwal yang ada, dimana pada tanggal 8 Maret kemarin sudah dilakukan pleno tingkat Provinsi.