Mohon tunggu...
H Nana Suryana drs
H Nana Suryana drs Mohon Tunggu... Editor - Penulis Freelance pemerhati masalah sosial ekonomi

Telco Employee, Penulis freelance, fesbuker, twitter, kompasianer, Blogger http://NanaSuryana.Com...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahaya Islamphobia Robohkan Keharmonisan Rusak Citra Islam (Bag-4 Habis)

7 November 2021   08:00 Diperbarui: 7 November 2021   08:03 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pentingnya peranan media

Penguasaan media yang baik dan kemampuan berkomunikasi yang prima menjadi kata kunci dalam membentuk persepsi publik tentang suatu masalah. Hal itu dialami umat Islam di AS dan sejumlah negara Barat lain yang menghadapi apa yang disebut sebagai Islamophobia.

Stigma buruk tentang Islam yang dibangun pihak barat selama ini tidak terlepas dari konstruksi yang dibangun sejak lama di masyarakat barat. Hal itu diperkuat dengan pemberitaan media yang banyak merugikan umat Islam, terutama terkait kekerasan atau peperangan yang terjadi di Timur Tengah. "Kebenaran tidak pernah berubah, tapi cara menyampaikan harus dengan cara yang benar. Menghadapi media perlu kejelian, ini public relations yang baik di AS," kata Dr Imam Shamsi Ali, Lc MA Presiden Nusantara Foundation AS.

Kekuatan yahudi dengan lobinya dan uang bisa menguasai media. Melalui media mereka bisa merubah keadaan yang hitam menjadi putih dan sebaliknya. Peran media dan Islamophobia bukanlah barang baru. Sikap ini akan selalu hadir dalam setiap dakwah yang dilakukan umat islam dimanapun berada. Kebencian pada Islam bagian integral dakwah. Jangan berfikir Islamophobia akan selesai, karena sifatnya naik turun. Islamophobia bagian dari gerakan dakwah Islam dimana ada dakwah disitu ada sikap Islamophobia. Semua perang selalu dikaitkan dengan Islam sebagai agama identik dengan teroris. "Building image yang dilakukan sitematis," kata Imam Shamsi.

Melihat kondisi tersebut peran media menjadi suatu yang strategis dalam membangun persepsi publik. Media adalah kekuatan politik, sehingga mereka yang berkepentingan akan memanfaatkan media. Umat Islam perlu manfaatkan media seoptimal mungkin untuk kepentingan dakwah Islam.

Dengan memiliki media, ada kekuatan untuk melawan Islamophobia. Apablia tidak memiliki media, bisa dilakukan dengan membangun relasi dengan media dan kalangan politik. Media dan sistem poltik ada keterkaitan satu dengan lainnya sehingga bagi Islam perlu untuk menguasai media. "Kita harus bersahabat dengan media sehingga gagasan yang dibangun tentang Islam tidak akan merugikan umat Islam itu sendiri. Adanya pemikiran Islamophobia bisa diatasi atau diluruskan," kata Harmonis.

Media memiliki fungsi untuk menyampaikan informasi, mengedukasi masyarakat, alat kontrol sosial bagi eksekutif, yudikatif dan legislatif dibanyak negara. Peran media yang begitu masif mampu menciptakan satu perspektif tertentu yang membentuk pandangan masyarakat. Apapun yang disajikan media dipastikan akan memberikan pengaruh.

Sekelompok ahli hubungan antar ras atau suku bangsa di Inggris mulai membentuk sebuah komisi khusus dan mempelajari serta menganalisis Islamophobia. Komisi yang meneliti tentang muslim di Inggris dan Islamophobia melaporkan bahwa Islam dipersepsikan sebagai sebuah ancaman, baik di dunia maupun secara khusus di Inggris.

Islam disebut sebagai pengganti kekuatan Nazi maupun komunis yang mengandung gambaran tentang invasi dan infiltrasi. Hal ini mengacu pada ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan berlanjut pada ketakutan serta rasa tidak suka kepada sebagian besar orang-orang Islam. Kebencian dan rasa tidak suka ini berlangsung di beberapa negara barat dan sebagian budaya di beberapa negara.

Dua puluh tahun terakhir ini rasa tidak suka tersebut makin ditampakkan, lebih ekstrim dan lebih berbahaya (Runnymede Trust, 1997). Istilah Islamophobia muncul karena ada fenomena baru yang membutuhkan penamaan. Prasangka anti muslim berkembang begitu cepat pada beberapa tahun terakhir ini sehingga membutuhkan kosa kata baru untuk mengidentifikasikan.

Penggunaan istilah baru yaitu Islamophobia tidak akan menimbulkan konflik namun dipercaya akan lebih memainkan peranan dalam usaha untuk mengoreksi persepsi dan membangun hubungan yang lebih baik (Young European Muslims, 2002). (Islamophobia dan Strategi Mengatasinya ISSN : 0854 -- 7108 Buletin Psikologi, Tahun XII, No. 2, Desember 2004 75).

Mengapa orang benci atau takut kepada komunitas Islam? Sebuah jawaban sederhana yang dapat menjelaskan mengapa orang membenci fihak lain adalah perasaan kalah dan tidak mengetahui bagaimana cara untuk menang. Prasangka sosial akan muncul ketika seseorang berperilaku dan bersikap negatif terhadap seseorang karena keanggotaannya pada kelompok.

Memiliki penduduk mayoritas muslim, fenomena terjadinya Islamophobia menjadi suatu hal yang menarik karena dalam komunitas Islam juga terjadi ketakutan terhadap Islam tersebut. Budaya Indonesia yang relatif condong pada kolektivitas, interdependensi antar individu, serta menjaga keharmonisan, umumnya menghindari konflik yang terbuka. Dengan demikian, konflik yang laten antar kelompok dapat menjadi suatu potensi masalah yang berbahaya, seperti halnya kasus di Ambon dan Poso.

Implikasi lain juga akan muncul pada bidang politik, keamanan, dan kesempatan kerja. Inti kedatangan Islam adalah menyempurnakan pendekatan etik (kasih sayang) dengan pendekatan penegakan hukum atau aturan, sehingga hubungan antar manusia pun ada aturan yang melindungi agar tidak terjadi ketidakadilan. Prasangka atau sikap negatif terhadap Islam muncul karena beberapa sebab. Secara individual ketika anak-anak ditanamkan kebencian atau ketidaksukaan kepada Islam akan menjadi benih munculnya prasangka, dan ini akan menyebabkan individu memiliki perasaan ketakutan akan munculnya Islam sebagai suatu kekuatan.

Dari aspek kognitif, prasangka muncul karena kekeliruan atau ketertutupan informasi tentang Islam. Pandangan seperti ini, yaitu pandangan yang tertutup terhadap Islam, akan memudahkan munculnya fenomena Islamophobia.

Sebongkah harapan

Islamophobia sejatinya pembahasan tentang ketakutan yang irasional terhadap Islam. Keberadaannya harus dijauhi atau disingkirkan. Islamophobia tidak hanya mengkaji masalah anggapan dan prasangka yang muncul akibat tragedi Menara Kembar, tapi lebih dari itu Islamophobia berakar pada masalah paradigma ideologi yang dianut oleh pemerintahan AS, aliansinya di dalam negeri dalam menyebarkan sentimen, isu-isu & tingkah laku Islamophobia.

Oleh karena itu pemahaman mengenai Islam harus terus digencarkan. Caranya dengan membuka diri dan informasi seluas-luasnya. Tunjukkan juga bahwa Islam adalah agama damai. Bahwa Muslim bisa bersosialisasi dan berkontribusi dengan baik di masyarakat. Media pun memainkan peran penting dengan menyajikan berita tanpa bias terhadap Muslim. Inilah tantangan yang dihadapi Muslim yang menjadi minoritas.

Islamofobia yang sedang berkembang saat ini justru semakin kompleks dan semakin dahsyat. Terutama didukung oleh kekuatan yang sangat modern seperti media massa, media sosial, politik dan ekonomi. Islomophobia terjadi  memang sebagai akibat masih adanya ketidaktahuan dan ketidafahaman tentang Islam.

Tampaknya, kita harus berbuat dan bertindak lebih gencar, terukur dan elegan. Turut berperan memberikan solusi dalam meredam Islamophobia. Anda siap ?!! (Habis)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun