Adzan maghrib berkumandang, Suyar berlari tergopoh-gopoh menuju rumah Kiai Jebul. "Kiai..kiai...," teriak Suyar sambil nyelonong masuk kedalam rumah.
"Ada apa Mas Suyar,?" jawab Kiai Jebul santai. "Mau tanya soal Rohingya, ra ngerti aku," lanjut Kiai Jebul menatap Suyar dengan senyumnya ciut.
"Anu kiai,"
"Anu Apa, yang jelas kalau bicara,"
"Saya sedang merasa sedih sekali kiai. Seperti kesambar gledeg di siang hari, hati saya hancur berkeping-keping, jiwa saya yang semula gembira, sekarang menjadi gundah gulana, hidup saya hancur, raga ini hidup tapi jiwa ini telah mati, saya galau sekali kiai, saya tak kuat menahan beban ini, tolong saya kiai,"
"Hahahhahahaha," tawa Kiai Jebul sektika meledak, Suyar geleng-geleng kepala.
"Lucu apa,?" tanya Suyar heran.
"Bukan lucu lagi, tapi kocakkkkkkkk syuuuuuuuu, hahahahaha,"
"Loh bukankah itu normal kiai, setiap manusia mempunyai rasa cinta kepada manusia yang lain, setiap manusia juga berkah untuk mencintai dan dicintai, bahkan Gusti Allah juga telah berkata dalam kitab sucinya bahwa manusia diciptakan dengan berpasang-pasangan,"
"Saya ini laki-laki yang normal, Saya juga mencintai seseorang perempuan," tegas suyar kepada Kiai Jebul yang masih asyik menertawakannya.