Mohon tunggu...
Sakifah Ismail
Sakifah Ismail Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa Magister Keuangan dan Perbankan Syari'ah Fakultas Hukum Islam dan Syari'ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Profil Ideal Auditor Syari’ah

30 Mei 2016   07:09 Diperbarui: 3 Juni 2016   11:13 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Lembaga keuangan dan perbankan islam modern telah berdiri sejak sekitar empat puluh tahun yang lalu. Lembaga islam pertama yang tercatat berdiri adalah Bank Mit Ghamr di Mesir yang dipimpin oleh Ahmad Elnaggar tahun 1962.  Bank tersebut kemudian diakuisisi oleh Bank Nasr Sosial pada tahun 1972 (El-Hawary, Grais and Iqbal, 2004).

Industri keuangan dan perbankan islam terus berkembang, hinga saat ini aset yang dikelola mencapa 1 trilyun USD (sekitar 1000 Milyar USD). Dana dan aset tersebut dikelola oleh lebih dari 400 lembaga di seluruh dunia, terutama di empat benua, Timur Tengah, Asia Tenggara, Eropa dan Amerika. Dengan aset yang demikian besar, paper ini sangat menganjurkan agar setiap lembaga keuangan islam memiliki mekanisme tata kelola perusahaan dan syari’ah yang sempurna untuk membuktikan bahwa sistem, kebijakan dan prosedur kepatuhan dengan prinsip islam dan selalu mematuhi petunjuk, baik dalam bentuk, semangat dan substansi lembaga (Aziz, 2007).

Audit syari’ah fungsinya hampir sama seperti audit perusahaan pada umumnya namun lebih fokus pada kepatuhan lembaga keuangan terhadap aspek syari’ah (Sultan, 2007). Dewan Audit Internasional dan Standar Jaminan (IAASB) hanya mengatur standar internasional untuk audit, kontrol kualitas, review dan  jaminan pelayanan terutama untuk melayani kepentingan pemegang saham. Sebelum membahas lebih jauh, berikut ini pengertian audit syari’ah yang digunakan dalam paper ini:

"Audit Syariah adalah pemeriksaan kepatuhan lembaga keuangan islam terhadap aspek syari'at, dalam semua kegiatan, khususnya laporan keuangan dan komponen operasional lainnya dari LKI yang dikenai risiko kepatuhan namun tidak terbatas pada produk, teknologi yang mendukung operasi, proses operasional, orang-orang yang terlibat dalam bidang utama risiko, dokumentasi dan kontrak, kebijakan dan prosedur dan kegiatan lain yang membutuhkan kepatuhan terhadap prinsip syariah "(Haniffa, 2010; Sultan, 2007). Audit syariah harus memastikan bahwa IFI memiliki sistem pengendalian intern yang baik dan efektif untuk mematuhi syari'at” (ISRA 2011, p.811)

Audit syari’ah bertujuan untuk membuktikan bahwa produk, pelayanan dan semua aktifitas lembaga keuangan islam tidak melanggar prinsip syari’ah. Sejumlah ruang lingkup dalam audit syari’ah diantaranya adalah: audit pernyataan keuangan, audit operasional, audit struktur dan staff, serta audit teknologi informasi (Sultan, 2007).

Saat ini terdapat dua organisasi independen  yang terlibat dalam pengaturan standar industri keuangan islam, yaitu Islamic Financial Services Board (IFSB) dan AAOIFI. Keduanya membutuhkan pengembangan konsep yang lebih spesifik untuk tata kelola lembaga keuangan islam, meskipun sudah mengatur standar akuntansi, pelaporan, dan auditing untuk corporate governance(IFSB,2006). Sejauh ini, IFSB merekomendasikan bahwa pelaksanaan prinsip-prinsip harus proporsional dengan ukuran, kompleksitas, struktur, signifikansi ekonomi dan resiko profil lembaga keuangan islam.

Sementara itu, AAOIFI didirikan pada tahun 2010, tujuan dari audit dalam lembaga keuangan islam adalah untuk memungkinkan auditor untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan, apakah mereka dalam semua aspek material sesuai dan patuh dengan fatwa, keputusan dan pedoman yang dikeluarkan oleh pengawas syari'ah dewan lembaga keuangan islam mengatakan, standar akuntansi AAOIFI, standar nasional dan praktik akuntansi, peraturan perundang-undangan dan peraturan yang relevan diterapkan dimana LKI beroperasi. Prinsip ini juga menyatakan bahwa auditor harus mematuhi Kode Etik Profesional Akuntan, termasuk kebenaran, integritas, kepercayaan, keadilan, kejujuran, kemandirian, objektivitas, kompetensi profesional, hak pemeliharaan, kerahasiaan, perilaku profesional dan standar teknis.

Sebagaimana laporan audit, auditor harus meninjau dan menilai kesimpulan yang ditarik dari pemeriksaan bukti yang diperoleh sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan dan isinya menjelaskan pendapat yang tertulis.

Fungsi audit syari’ah dilakukan oleh auditor internal yang memiliki kemampuan menilai kepatuhan syari’ah baik dalam pengetahuan maupun keahlian. Tujuan utama mereka adalah membuktikan bahwa sistem kontrol internal telah sesuai dengan prinsip syari’ah.

Standar audit AAOIFI juga menyatakan bahwa dalam proses audit aturan dan prinsip syari’ah, auditor eksternal harus memiliki akses untuk memperoleh data sesuai kebutuhan. Untuk membuktikan bahwa auditor dapat memberikan jaminan logis bahwa lembaga keuangan islam  mematuhi prinsip syari’ah. Auditor bertanggungjawab untuk menyatakan pendapatnya dalam laporan keuangan lembaga keuangan islam, sebagaimana dijelaskan dalam standar tata kelola AAOIFI untuk LKI (GSIFI, No.1). Itulah mengapa auditor harus memiliki pengetahuan yang cukup dibidang syari’ah. Bagaimanapun, auditor syari’ah tidak bertanggungjawab terhadap tindak pencegahan kecurangan dan error, hanya bertanggungjawab dalam memeriksa apakah ada kelalaian atau penyimpangan yang ditemukan selama proses audit.

Dalam masalah fatwa, DPS dapat dipandu oleh kontrak standar dan prakteknya yang dapat disatukan dengan asosiasi hukum profesional. Ulasan tentang transaksi dapat dipercayakan kepada unit internal review atau auditor intern, yang akan berkolabirasi dengan auditor eksternal  untuk bertanggung jawab terhadap opini audit atau hasil laporan aa9agraiss and Pellegrini, 2006)

Secara integritas, auditor syari’ah perlu independen dari tekanan pihak stakeholder keuangan islam. Literatur tentang independensi audit internal ditandai dengan tiga poin penting yaitu: kejelasan tanggung jawab auditor, posisi auditor internal dalam struktur organisasi lembaga keuangan islam, dan struktur laporan

Seharusnya lembaga keuangan islam menyadari pentingnya menjaga dan membuktikan kepatuhan setiap produk yang ditawarkan terhadap aspek syariah. Masalahnya adalah dalam lembaga keuangan islam saat ini DPS yang merupakan aktor penting dalam aspek kepatuhan syari’ah masih digaji oleh lembaga keuangan syari’ah tersebut. Lalu, bagaimana sesunguhnya kinerja DPS? Benarkah sesuai dengan prinsip syari’ah? Hal ini lah yang melahirkan pendapat bahwa audit syariah hanya perlu dilakukan oleh ahli syari’ah sementara audit internal lebih bertanggungjawab mengenai akuntansi.

Komite audit lembaga keuangan islam harus melakukan upaya terbaik untuk memastikan bahwa auditor eksternal mampu melakukan review kepatuhan terhadap aspek syariah dalam pemeriksaan mereka (IFSB,2006). Mereka  juga harus bekerjasama dengan auditor internal dan auditor syari’ah, atau dengan DPS untuk mendapatkan data yang lengkap.

Beberapa akademisi mengemukakan pendapat tentang Lembaga Hisbah yang dimiliki dan diatur oleh negara. Para muhtasib (qadhi/hakim) digaji oleh negara dan sepenuhnya bebas dari konflik kepentingan pasar. Dengan tidak terhubung langsung dalam kepentingan pasar, terutama dalam hal imbalan/gaji, maka independensi mereka akan lebih terjaga. Hal ini memunculkan pendapat agar lembaga keuangan islam membentuk lembaga hisbah yang anggotanya para auditor syari’ah. Meskipun, negara belum mengaturnya, lembaga ini bisa menjadi lembaga independen diluar pemerintah.

Kekurangan SDM yang memiliki kompetensi bidang syari’ah dan pengetahuan akuntansi sekaligus sampai saat ini masih menjadi kebutuhan krusial di lembaga keuangan islam.Yang ada kebanyakan hanyalah akuntan murni atau ulama’ murni saja. Sehingga saat ini sangat dibutuhkan peningkatan sistem pendidikan yang akan melahirkan para ahli akuntansi sekaligus memahami aspek syari’ah.

Auditor syari’ah yang mampu mengaudit aspek syari’ah dan akuntansi lembaga sekaligus sangat dibutuhkan. Mereka diharapkan dapat membuktikan sejauh mana lembaga keuangan islam mematuhi prinsip syari’ah.

Audit syari’ah dapat dilakukan oleh gabungan auditor internal dan eksternal yang dapat melakukan review sesuai dengan kemampuan. Kemudian hasil audit tersebut dilaporkan kepada komite syari’ah lembaga keuangan islam. komite syari’ah dapat memberikan pendapat mereka kepada dewan direksi lembaga keuangan islam yang akan mempertimbangkan atau mengambil keputusan penting terkait produk yang ditawarkan.

Bagaimanapun, wewenang auditor syari’ah masih sangat terbatas untuk mempengaruhi pengambilan keputusan di lembaga keuangan islam. dewan direksi mendominasi pegambilan keputusan penting dalam lembaga keuangan islam baik dalam pelayanan maupun produk. Lalu apa jadinya jika dewan menolak untuk mempercayai hasil review auditor syari’ah, misalnya jika ternyata lembaga dinyatakan tidak memenuhi aspek syari’ah?

Dengan memperhatikan berbagai fakta yang ada mengenai auditor syari’ah, dimana kompetensi dan independensi yang dimiliki belum memenuhi standar kualifikasi. Maka sesungguhnya lembaga keuangan syari’ah belum bisa berbangga diri dengan label syari’ah yang dimiliki, selama masih kentalnya konflik kepentingan dalam memenuhi aspek syariah. Apalagi dengan gaji auditor syari’ah yang diperoleh dari lembaga yang diaudit, hal ini semakin mengurangi tingkat independensi dan objektifitas hasil audit.

Saran selanjutnya, lembaga hisbah dapat didirikan untuk membuktikan keseriusan para praktisi dalam menjamin pelayanan dan kesesuaiannya dengan aspek syari’ah. Poin penting dari auditor syari’ah diantaranya adalah independensi, kompetensi, dan akuntabilitas.

Secara umum, usul untuk mendirikan lembaga hisbah dan adanya muhtasib mungkin dapat diterapkan dilembaga keuangan islam meskipun sampai saat ini belum ada negara atau lembaga keuangan islam yang menyatakan untuk mempraktekkan ide tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun