Lembaga keuangan dan perbankan islam modern telah berdiri sejak sekitar empat puluh tahun yang lalu. Lembaga islam pertama yang tercatat berdiri adalah Bank Mit Ghamr di Mesir yang dipimpin oleh Ahmad Elnaggar tahun 1962. Bank tersebut kemudian diakuisisi oleh Bank Nasr Sosial pada tahun 1972 (El-Hawary, Grais and Iqbal, 2004).
Industri keuangan dan perbankan islam terus berkembang, hinga saat ini aset yang dikelola mencapa 1 trilyun USD (sekitar 1000 Milyar USD). Dana dan aset tersebut dikelola oleh lebih dari 400 lembaga di seluruh dunia, terutama di empat benua, Timur Tengah, Asia Tenggara, Eropa dan Amerika. Dengan aset yang demikian besar, paper ini sangat menganjurkan agar setiap lembaga keuangan islam memiliki mekanisme tata kelola perusahaan dan syari’ah yang sempurna untuk membuktikan bahwa sistem, kebijakan dan prosedur kepatuhan dengan prinsip islam dan selalu mematuhi petunjuk, baik dalam bentuk, semangat dan substansi lembaga (Aziz, 2007).
Audit syari’ah fungsinya hampir sama seperti audit perusahaan pada umumnya namun lebih fokus pada kepatuhan lembaga keuangan terhadap aspek syari’ah (Sultan, 2007). Dewan Audit Internasional dan Standar Jaminan (IAASB) hanya mengatur standar internasional untuk audit, kontrol kualitas, review dan jaminan pelayanan terutama untuk melayani kepentingan pemegang saham. Sebelum membahas lebih jauh, berikut ini pengertian audit syari’ah yang digunakan dalam paper ini:
"Audit Syariah adalah pemeriksaan kepatuhan lembaga keuangan islam terhadap aspek syari'at, dalam semua kegiatan, khususnya laporan keuangan dan komponen operasional lainnya dari LKI yang dikenai risiko kepatuhan namun tidak terbatas pada produk, teknologi yang mendukung operasi, proses operasional, orang-orang yang terlibat dalam bidang utama risiko, dokumentasi dan kontrak, kebijakan dan prosedur dan kegiatan lain yang membutuhkan kepatuhan terhadap prinsip syariah "(Haniffa, 2010; Sultan, 2007). Audit syariah harus memastikan bahwa IFI memiliki sistem pengendalian intern yang baik dan efektif untuk mematuhi syari'at” (ISRA 2011, p.811)
Audit syari’ah bertujuan untuk membuktikan bahwa produk, pelayanan dan semua aktifitas lembaga keuangan islam tidak melanggar prinsip syari’ah. Sejumlah ruang lingkup dalam audit syari’ah diantaranya adalah: audit pernyataan keuangan, audit operasional, audit struktur dan staff, serta audit teknologi informasi (Sultan, 2007).
Saat ini terdapat dua organisasi independen yang terlibat dalam pengaturan standar industri keuangan islam, yaitu Islamic Financial Services Board (IFSB) dan AAOIFI. Keduanya membutuhkan pengembangan konsep yang lebih spesifik untuk tata kelola lembaga keuangan islam, meskipun sudah mengatur standar akuntansi, pelaporan, dan auditing untuk corporate governance(IFSB,2006). Sejauh ini, IFSB merekomendasikan bahwa pelaksanaan prinsip-prinsip harus proporsional dengan ukuran, kompleksitas, struktur, signifikansi ekonomi dan resiko profil lembaga keuangan islam.
Sementara itu, AAOIFI didirikan pada tahun 2010, tujuan dari audit dalam lembaga keuangan islam adalah untuk memungkinkan auditor untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan, apakah mereka dalam semua aspek material sesuai dan patuh dengan fatwa, keputusan dan pedoman yang dikeluarkan oleh pengawas syari'ah dewan lembaga keuangan islam mengatakan, standar akuntansi AAOIFI, standar nasional dan praktik akuntansi, peraturan perundang-undangan dan peraturan yang relevan diterapkan dimana LKI beroperasi. Prinsip ini juga menyatakan bahwa auditor harus mematuhi Kode Etik Profesional Akuntan, termasuk kebenaran, integritas, kepercayaan, keadilan, kejujuran, kemandirian, objektivitas, kompetensi profesional, hak pemeliharaan, kerahasiaan, perilaku profesional dan standar teknis.
Sebagaimana laporan audit, auditor harus meninjau dan menilai kesimpulan yang ditarik dari pemeriksaan bukti yang diperoleh sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan dan isinya menjelaskan pendapat yang tertulis.
Fungsi audit syari’ah dilakukan oleh auditor internal yang memiliki kemampuan menilai kepatuhan syari’ah baik dalam pengetahuan maupun keahlian. Tujuan utama mereka adalah membuktikan bahwa sistem kontrol internal telah sesuai dengan prinsip syari’ah.
Standar audit AAOIFI juga menyatakan bahwa dalam proses audit aturan dan prinsip syari’ah, auditor eksternal harus memiliki akses untuk memperoleh data sesuai kebutuhan. Untuk membuktikan bahwa auditor dapat memberikan jaminan logis bahwa lembaga keuangan islam mematuhi prinsip syari’ah. Auditor bertanggungjawab untuk menyatakan pendapatnya dalam laporan keuangan lembaga keuangan islam, sebagaimana dijelaskan dalam standar tata kelola AAOIFI untuk LKI (GSIFI, No.1). Itulah mengapa auditor harus memiliki pengetahuan yang cukup dibidang syari’ah. Bagaimanapun, auditor syari’ah tidak bertanggungjawab terhadap tindak pencegahan kecurangan dan error, hanya bertanggungjawab dalam memeriksa apakah ada kelalaian atau penyimpangan yang ditemukan selama proses audit.
Dalam masalah fatwa, DPS dapat dipandu oleh kontrak standar dan prakteknya yang dapat disatukan dengan asosiasi hukum profesional. Ulasan tentang transaksi dapat dipercayakan kepada unit internal review atau auditor intern, yang akan berkolabirasi dengan auditor eksternal untuk bertanggung jawab terhadap opini audit atau hasil laporan aa9agraiss and Pellegrini, 2006)