Kutatap naskah tebal yang terjepit rapi di mejaku. Aku menarik nafas sedikit lebih panjang dari seharusnya.
"Akhirnya sampai juga naskahnya," batinku.
Kecintaanku akan buku, naskah, dan yang sejenisnya telah membuatku memiliki kesempatan sekaligus tugas menyenangkan, yakni: membaca buku-buku sebelum diterbitkan oleh penerbitnya. Salah satunya adalah naskah yang baru kuterima hari ini.
Namun, sedikit berbeda dengan biasanya. Kali ini ada sedikit perasaan gelisah saat menatap naskah di mejaku itu. Selain tebal, judul naskah itu sedikit mengusikku. Tak terbayang seperti apa isinya. Betapa besar nyali sang penulisnya menguntai cerita tentang sosok tokoh ini dalam bentuk novel.
Sosok yang menyerupai legenda di kalangan pemujanya. Sosok besar yang nyaris hilang dari sejarah berbangsa Indonesia. Sosok seorang Tan Malaka.
Akhirnya, kuputuskan untuk memulai perjalanan membacaku, tak lupa kusediakan kopi hitam kesukaanku, syarat mutlak proses membacaku.
Halaman demi halaman kubuka. Setiap sibakannya membuat aku terhanyut, terbawa dalam jalinan kisah demi kisah.
Setiap kalimat yang terangkai membuatku dapat merasakan kecemasannya, rindunya, ketidak-PDannya, semangat mudanya, greget gemas, dan amarahnya.
Adegan demi adegan yang terbangun lewat narasinya; berhasil membuatku tertawa, tersenyum, meringis, dan membelalakkan mata serta tercengang.
Akupun terhanyut, lupa waktu dan sekitar. Sosok Tan seakan melebur dan membumi menjadi sosok yang terasa lebih akrab.
Dan, yang paling mengherankan dan luar biasa buatku, aku lupa akan kopiku.
Sosok Tan yang sangat berbeda dengan semangat dan nafas perjuangan yang tetap sama telah berhasil membuat secangkir kopi nikmatku menjadi dingin dan tak tersentuh.
Peringatan keras: Berhati-hatilah, buku ini dapat membuat anda lupa akan kopi kesayangan Anda!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H