Negara ini bakal kehilangan petani. Jika terus berlanjut, Indonesia kemungkinan besar tidak akan memiliki petani lagi dalam 50 tahun ke depan. Apa yang akan kita makan?
Tidak mudah menjadi petani di Indonesia. Musim tanam kerap berubah menjadi petaka saat benih sudah terlanjur ditabur namun pupuk belum tersedia.
Baca:Â
'Sindikat Besar' di Balik Rantai Distribusi Pupuk Bersubdisi, Negara Harus Hadir
Mafia Pupuk Sulit Diberantas, Perlukah Subsidi Pupuk bagi Petani?
Ketua Kelompok Tani Sarwo Dadi Desa Baleraksa, Karangmoncol, Purbalingga, Fajar berujar pemerintah seharusnya cepat merespon kelangkaan pupuk yang sudah terjadi sejak Agustus lalu. Apalagi di masa pandemi Covid-19 yang serba sulit ini. "Tolong ini tanpa pupuk enggak bisa tanam padi. Tolong petani enggak bisa makan. Mau makan apa besok kalau enggak ada yang bisa ditanam?" ucap Fajar, Rabu (23/9/2020).
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), negara ini telah kehilangan 5,1 juta petani antara tahun 2003 dan 2013, dengan jumlah mereka turun menjadi 26 juta. Tren tersebut diperkirakan akan terus berlanjut dalam beberapa tahun ke depan. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memprediksi Indonesia berpotensi kehilangan lahan sawah seluas 90.000 hektar per tahun.
Pada tingkat ini, Indonesia akan kehilangan petaninya pada tahun 2063.
"Sebagian besar kaum muda memandang pekerjaan pertanian sebagai pekerjaan kasar berupah rendah yang lebih cocok untuk mereka yang berasal dari latar belakang miskin yang memiliki pendidikan terbatas," demikian bunyi laporan Lembaga Penelitian SMERU 2016.
Pertanian merupakan penyumbang besar bagi perekonomian Indonesia. Sekitar 29 persen tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor pertanian, perikanan dan peternakan, yang menyumbang hampir 13 persen terhadap PDB negara. Ini adalah penyumbang ekonomi terbesar ketiga setelah manufaktur dan perdagangan, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
Data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) menyebutkan sedikit anak muda yang mengejar pertanian sebagai profesi dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Hanya 23 persen dari 14,2 juta penduduk negara itu yang berusia antara 15 dan 24 tahun yang bekerja di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan pada 2019.