Wajah kerawanan pangan sering digeneralisasikan sebagai anak kelaparan di negara berkembang. Ia adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi saat  melangkah lebih jauh ke abad ini. Perubahan iklim, hama, tekanan pada air dan tanah, semuanya membatasi kemampuan untuk menghasilkan makanan dalam jumlah yang cukup. membuat produksi makanan menjadi masalah.
Awal tahun 2021, Presiden Joko Widodo mengungkapkan kekesalannya lantaran produksi pangan tak membaik. Ia lantas mempertanyakan apa manfaat triliunan rupiah yang telah digelontorkan dari APBN untuk subsidi pupuk.Â
"Kalau tiap tahun kita keluarkan subsidi pupuk kemudian tidak ada lompatan di sisi produksi, ada yang salah, ada yang enggak benar," kata Jokowi dalam rapat kerja nasional pembangunan pertanian di Istana, Jakarta, Senin (11/1/2021).
Kekesalan Presiden tersebut seakan kembali membuka persoalan lama program subsidi pupuk oleh pemerintah. Data Kementerian Keuangan, pada 2014, tahun pertama Jokowi menjabat Presiden, pemerintah mengalokasikan Rp 21,04 triliun untuk subsidi pupuk. Tahun 2019 anggarannya telah naik menjadi Rp 34,3 triliun. Â
Namun, pada tahun 2020, anggaran subsidi pupuk menurun menjadi Rp 29,7 triliun. Adapun, pada tahun 2021, alokasi anggaran subsidinya menciut lagi menjadi Rp 25,27 triliun. Jumlah tersebut berbeda dibandingkan pernyataan Jokowi di atas, yang mengeluhkan dana subsidi pupuk sebesar Rp 33 triliun.
Petani padi, dalam sekali panen, bisa diasumsikan mendapat untung sekitar Rp 20 juta/hektar. Produksi dilakukan selama empat bulan sehingga dalam satu bulan pendapatan petani Rp 5 juta. Tetapi petani menanggung risiko lebih tinggi dibandingkan pekerja. Jika kepemilikan lahan dari para petani ini semakin luas, maka kesejahteraan para petani akan meningkat.Â
Pendistribusian pupuk bersubsidi sebenarnya sudah baik berdasarkan daerah, apalagi dengan adanya Kartu Tani yang bisa lebih baik lagi sehingga lebih tepat sasaran.Â
Salah satu tantangan bagi Indonesia adalah harga pupuk, terutama untuk pupuk bersubsidi karena bahan baku pupuk masih diimpor, kecuali gas. Bahan baku yang dibeli dari luar negeri adalah ZA, MOP/KCL, DAP, SP-36, NPK, phosrock, asam fosfat, belerang, dan asam sulfat.
Tidak semua bahan dalam pupuk itu lokal. Beberapa di antaranya diimpor. Hal ini menyebabkan pembayaran pupuk bersubsidi oleh pemerintah biasanya memakan waktu karena audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perlu mempertimbangkan biaya produksi, biaya distribusi, dan biaya produksi. kurs untuk menghitung biaya bahan baku.
Belum lagi persoalan subsidi pupuk yang diselewengkan, dalam artikel berjudul Mafia Pupuk adalah Kejahatan Sistemik dan Teror bahwa mekanisme subsidi pupuk sekarang sangat rentan terhadap penyelewengan subsidi pupuk.Â
Dimulai dari produsen lini 1 (pengantongan pupuk subsidi), biasanya dilakukan di pabrik pupuk atau pupuk curah yang langsung diangkut ke kapal. Disini kecil kemungkinannya terjadi penyelewengan pupuk karena pengawasan yang sangat ketat oleh supervisor pabrik pupuk.Â
Produsen lini 2 (penyimpanan pupuk di gudang), penyelewengan pupuk bersubsidi mungkin terjadi kalau tanpa ada pengawasan yang ketat dari Kepala Gudang yang bertanggungjawab atas keamanan dan keselamatan pupuk.Â
Distributor lini 3Â (penyalur pupuk), penyelewengan pupuk bersubsidi berpeluang besar terjadi karena penyaluran pupuk dilakukan oleh oknum tertentu dari koperasi KUD/non KUD, BUMN, atau perusahaan pribadi.Â
Disini besar kemungkinan terjadi penyelewengan pupuk bersubsidi dengan modus operandi seperti pengoplosan, penggantian kantong pupuk bersubsidi dengan kantong pupuk non subsidi, pemalsuan dokumen pupuk, dan meningkatkan harga pupuk.Â
Sedangkan biaya yang dikeluarkan petani untuk pupuk ini berkisar 11-13 persen. Jika selama masa tanam petani tidak mendapatkan pupuk bersubsidi, maka ia akan mencari pupuk non subsidi, yang penting agar proses penanaman berjalan dengan baik dan menghasilkan produk yang baik.Â
Selisih harga antara pupuk bersubsidi dan nonsubsidi seperti urea berkisar antara Rp. 1800 - Rp. 2000 untuk pupuk bersubsidi dan Rp. 4000 - Rp. 4500 untuk pupuk non subsidi. Harga pupuk nonsubsidi naik dua kali lipat dari harga pupuk bersubsidi.
Sebuah apresiasi untuk Jaksa Agung ST Burhanuddin yang meminta jajarannya menggelar operasi intelijen untuk memberantas mafia pupuk subsidi. Ia meminta agar jangan ada pihak yang bermain-main dengan pupuk bersubsidi.Â
"Jaksa Agung memerintahkan kepada setiap kepala satuan kerja baik di Kejaksaan Tinggi Jambi, beserta para Kajari dan juga para Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri di seluruh wilayah Indonesia, untuk segera menelusuri dan mengidentifikasi melalui operasi intelijen apakah di wilayah hukum masing-masing ada upaya praktik-praktik curang pupuk bersubsidi," kata Burhanuddin melalui keterangan tertulis yang disampaikan Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Jumat (7/1/2022).
Di sisi lain, sebagai catatan, jika peraturan tentang korporasi petani dapat direalisasikan dan dilaksanakan, tidak tertutup kemungkinan pertanian akan menjadi lebih efisien dan ini akan meningkatkan kesejahteraan petani. Alokasi anggaran pertanian untuk subsidi pupuk dapat diarahkan pada subsidi output, tetapi subsidi input tidak boleh dicabut sekaligus.
Subsidi ini nantinya dapat digunakan untuk memperkuat kegiatan lain terkait pertanian yang juga telah dilakukan oleh pemerintah namun perlu direvitalisasi, seperti perbaikan irigasi, perbaikan jalan pertanian, mekanisasi pertanian.
Perlu diperhatikan, bukan berarti subsidi pupuk harus dicabut secara tiba-tiba karena tentunya akan memberikan tekanan yang cukup besar bagi petani.Â
Lambat laun, subsidi akan lebih menarik jika diberikan kepada hasil pertanian (tanaman), komoditas pangan pokok. , karena itu bisa memotivasi petani untuk berproduksi. Jika subsidi output diterapkan, peran pedagang pengumpul juga perlu diperhatikan, karena para pedagang ini mengumpulkan beras untuk hidup, sehingga dapat dijadikan mitra pemerintah.
Efektifitas penyaluran subsidi pupuk kepada negara, sebenarnya subsidi perlu dilihat dulu untuk apa. dan siapa. Subsidi kepada petani telah dilakukan sejak lama dengan tujuan membantu meningkatkan kesejahteraan petani dan meningkatkan ketahanan pangan.Â
Tidak hanya di Indonesia, dunia menghadapi prospek kekurangan dramatis dalam produksi pangan karena kenaikan harga energi mengalir melalui pertanian global. Ia menjadi menjadi perhatian yang mengerikan di negara-negara maju, melampaui batas-batas nasional dan mempengaruhi baik organisasi publik maupun swasta.Â
Tiga dekade terakhir telah melihat peningkatan globalisasi, yang mengarah ke peningkatan pesat dalam pertumbuhan PDB di negara berkembang. Meskipun pendapatan meningkat, 1 dari 8 orang di dunia tetap kekurangan gizi.Â
Untuk memenuhi peningkatan permintaan yang didorong oleh pertumbuhan penduduk dan pendapatan, produksi pangan harus meningkat 60% pada tahun 2050. Selain itu, dari 11% permukaan tanah dunia yang cocok untuk pertanian, 38% telah terdegradasi oleh pengelolaan sumber daya alam yang buruk.Â
Ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan alokasi pangan tersebut, telah dan akan terus menghubungkan sistem dunia saat ini dan masa depan. Mengatasi masalah kritis ini akan membutuhkan pemimpin visioner yang menunjukkan kerendahan hati dan komitmen yang kuat untuk kerjasama antara aktor swasta dan publik.
Dunia saat ini dicirikan oleh ketidakpastian yang konstan dan berkembang, para pemimpin perlu memikirkan kembali cara mengatasi kerawanan pangan, memfokuskan kembali program bantuan dan pengembangan untuk menciptakan solusi inovatif.Â
Mungkin hambatan terbesar untuk mencapai ketahanan pangan global adalah bahwa baik dari segi kepentingan individu maupun hasil jangka pendek, jarang menguntungkan bagi aktor tunggal mana pun untuk memperjuangkan tujuan dan mendorong kemajuan.Â
Untuk memenuhi tujuan ketahanan pangan di masa depan, para pemimpin harus menunjukkan kerendahan hati untuk berhenti melihat masalah jangka panjang yang ada di mana-mana secara global dari perspektif egosentris jangka pendek.Â
Ketahanan pangan bukan hanya masalah sementara. Pertumbuhan populasi dan dunia yang lebih terhubung akan memastikan bahwa dalam beberapa dekade mendatang, masalah ketahanan pangan hanya akan menjadi lebih penting untuk mencapai stabilitas regional di seluruh dunia.Â
Namun, solusi apa pun akan jauh melampaui sekadar bercocok tanam. Sebaliknya, perlu memupuk pendekatan baru jika kita ingin mengatasi tantangan di depan kita. Jika para pemimpin dapat mewujudkan kerendahan hati, visi, dan pemikiran kooperatif dalam mengambil tindakan terhadap masalah yang semakin mendesak ini, mungkin ketahanan dan keberlanjutan pangan global dapat dicapai dalam setengah abad mendatang.
Terakhir, Ronald Reagan, Presiden Amerika Serikat ke-40, mengatakan  bahwa jika uang bisa memecahkan masalah pertanian, kita pasti sudah menyelesaikannya sejak lama. Artinya, jika uang bisa menyelesaikan masalah pertanian, kita akan menyelesaikannya untuk waktu yang lama.Â
Masalah pertanian di negara maju seperti Amerika Serikat sama dengan yang terjadi di Indonesia, yaitu bagaimana meningkatkan kesejahteraan petani melalui pembangunan pertanian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H