Setelah selesai ashar aku berpamitan dengan konco untuk menjamah jalan tol yang memang diyakini untuk mempersingkat jarak dan waktu tempuh dari satu tempat ke tempat lain. Jalan Tol Trans-Jawa.
Menurut wikipedia, ia merupakan jaringan tol yang membentang sepanjang 1.000 km ini termasuk dalam Asian Highway 2 (AH2) atau Jaringan Jalan Asia yang menghubungkan Benua Asia dari Denpasar, Bali, Indonesia hingga Khosravi, Iran.
Setiap minggu sekali di hari weekend aku memang rutin melewati Jalan Tol Trans-Jawa. Mengunjungi tanah lahirku, rumah kedua orang tuaku yang asri di hamparan Yogyakarta.
Kedua orang tuaku yang semakin renta itu tinggal dengan seorang pembantu. Mereka mempunyai banyak cucu dari sebelas orang anaknya, setiap weekend selalu ada cucu-cucu mereka yang menginap.
Untuk minggu ini Bapak dan Ibuku menunggu karena sepanjang hari-hari ke depan, ada peristiwa budaya berakhirnya masa satu tahun dan menandai dimulainya hitungan tahun selanjutnya.
Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam lebih sedikit dari Kota Cirebon, khususnya ruas Pejagan-Pemalang, bagi pengguna Jalan Tol Trans-Jawa mengarah ke Jakarta, tidak ada salahnya mampir ke rest area KM 260B Banjaratma, usianya 113 tahun. Ia tinggal di Desa Banjaratma, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
Ia dulu mantan Pabrik Gula Banjaratma yang didirikan oleh perusahaan perkebunan yang berpusat di Amsterdam, Belanda, Handelsvereniging Amsterdam (HVA) pada 1908.
Menurut informasi yang dihimpun BPCB Provinsi Jawa Tengah, hal ini didasarkan pada Inventaris van de archieven van de Cultuur-, Handel-en Industriebank Koloniale Bank; Cultuurbank NV, (1847) 1881-1969. Nationaal Archief, Den Haag 1973. Serta disebutkan dalam buku De koloniale Staat (Negara kolonial) 1854 -- 1942 (Anrooj, 2014).
Hal ini juga didukung dalam Koloniaal Verslag 1907 (Laporan Kolonial) yang berisi tentang daftar statistik perusahaan pabrik gula di Jawa tahun 1906. Dalam daftar statistik tersebut pada tahun 1906 Pabrik Gula Bandjaratma tidak tersebut dalam daftar.
Peta Dutch Colonial Maps thun 1918, Ia disebut dengan Station Banjaratma. Ia tidak hanya berfungsi memproduksi gula. Tetapi juga Proefstations atau Stasiun Pengujian, tempat khusus untuk melakukan penelitian ilmiah terhadap budidaya dan proses produksi gula sehingga memperoleh produksi yang optimal.
Proefstations diperkenalkan oleh Gerrit Jan Mulder pada tahun 1848 pada Pabrik Gula di Bogor yang selanjutnya menjadi kebutuhan penting di pabrik Gula.
Gerrit Jan Mulder sebagai penasehat Pemerintah berpendapat bahwa produsen gula harus menerapkan teknologi paling optimal, teknologi yang disesuaikan dengan situasi di Jawa.
Ini berarti bahwa dalam kemungkinan teknik yang digunakan, kombinasi yang dipilih itu menghasilkan hasil yang paling ekonomis, baik untuk pemerintah dan untuk produsen gula.
Sementara, teknologi modern memerlukan bahan bakar kayu dan batu bara yang mahal sehingga tidak dapat menutupi biaya produksi, sedangkan teknologi yang optimal di Jawa yaitu teknologi dengan basis bahan bakar air sebagai penggerak mesin uap.
Berdasarkan inovasi tersebut, sejak tahun 1885 keberadaan Stasiun Pengujian atau Proefstations memiliki peran besar dalam keberhasilan produksi Gula di Jawa (Leidelmeijer:1997).
Sejauh mata memandang, dan mungkin saya adalah penyuka sejarah. Bangunan pabrik yang berdiri di dalam kompleks seluas 10,6 hektar ini, menjadi daya tarik pengguna Jalan Tol Trans-Jawa mengarah ke Jakarta.
Ia didominasi material bata merah tanpa plesteran memiliki ornamen klasik sehingga menyuguhkan kesan retro. Sisa-sisa besi lawas bekas alat pemroses gula, tegel kuno, dan detil otentik berupa nama pembuat tiang besi yang dipatri di sisi tiang, melahirkan aroma romantisme masa lalu yang kental. Seakan ia ingin mengatakan: "Aku pernah Jaya".
Ia paling muda yang ada di Kota Telur Asin. Ia mulai beroperasi di tahun 1913.
Ia tetap dibiarkan tua. Namun, untuk menjadi rest area atau Tempat Istirahat dan Pelayanan (TIP) bangunannya dikemas menjadi lebih modern, dan dilengkapi fasilitas masjid yang tak kalah unik dari bangunan utama.
Masjid ini dirancang dengan ornamen batu bata merah. Meski tanpa pendingin ruangan, suasana di dalam masjid tidak akan terasa gerah. Ini berkat bagian ventilasi bangunan yang dirancang menarik dengan celah-celah batu bata tersusun rapi.
Celah batu bata dapat ditemukan di banyak tempat sehingga masjid benar-benar sejuk. Celah ini pun membuat ruangan di dalam masjid sangat cerah pada siang karena sinar matahari bisa masuk melalui lubang ventilasi tersebut.
Ia dilengkapi taman dan kebun binatang mini di dalam ruangan. Anda pun akan dimanjakan dengan aneka tanaman dan burung. Area taman dibatasi dengan kaca sehingga hewan di dalamnya tidak akan kabur. Sambil beristirahat sejenak di dalam bangunan rest area.
Jika Anda membawa buah hati atau saudara yang masih berusia anak-anak, mereka bisa bermain di area taman dan kebun binatang mini. Dengan begitu, mereka tak akan bosan setelah melakukan perjalanan. Anda pun bisa melihat lokomotif tua dan air mancur yang memberikan nuansa berbeda, jika dilihat menjelang malam hari.
Ia memiliki areal parkir yang luas. Ada sepuluh tempat pengisian untuk berbagai jenis bahan bakar minyak (BBM). Dengan begitu, Anda pun tak perlu khawatir mengantre lama.
Ia sanggup menampung banyak pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Diketahui, wilayah Brebes - Tegal dikenal dengan produk bawang merah, telor asin, kerupuk melarat, sate kambing, teh dan poci.
Sambil istirahat, Anda bisa mampir ke tenant makanan yang tersedia. Mulai dari camilan, makanan berat, kopi, dan minuman dingin lain tersedia di sini.
Tenant makanan ini letaknya ada di dalam bangunan rest area, dengan meja dan kursi yang sudah disediakan untuk para pengendara yang sedang beristirahat.
Ia sangat tepat sebagai lokasi swafoto, pre wedding, pernikahan, pameran atau event lainnya. Anda dapat merasakan nuansa pabrik zaman dulu dengan atap tinggi, bata merah, dan cat dinding yang sudah mengelupas.
Benda peninggalan pabrik pun masih dapat ditemukan. Misalnya tungku, mesin roda gila, lokomotif, dan lorong-lorong layaknya gua yang dulunya adalah ruangan pencipta uap.
Meski pohon dan akar yang tumbuh di dalam bangunan dibiarkan begitu saja, rest area ini jauh dari kesan seram. Anda akan menemukan semacam panggung di tengah bangunan yang biasa digunakan pengunjung untuk berswafoto.
"Ini merupakan TIP yang heritage karena kami masih mempertahankan bangunan asli dari eks pabrik gula," kata Direktur Utama PT PP Sinergi Banjaratma, Rachmat Priyatna kepada kompas.com 10 Juni 2019.
Bercermin dari transformasi pabrik gula menjadi rest area, merevitalisasi bangunan cagar budaya memang tidaklah mudah. Karena harus taat pada nilai-nilai sejarah dan undang-undang yang mengaturnya. Salah satunya tidak boleh mengubah nilai artistik dan esensi awal bangunan.
Di sisi lain, menunjukkan bahwa aset memiliki umur ekonomi yang relatif panjang. Aset berusia lebih dari seratus tahun ternyata masih dapat dioptimalkan untuk menciptakan pendapatan. Sentuhan kreatif dan pemikiran out of the box telah mengubah pabrik tak terurus menjadi aset yang menjanjikan.
Tak kalah serunya, bagi penyuka hal yang berbau mistis. Terselip kisah mitos. Noni Yolanda, sosok ini sangat terkenal dari cerita kalangan masyarakat kawasan pabrik gula. Noni Yolanda, seorang anak berkebangsaan Belanda yang menjabat sebagai salah satu karyawan di Pabrik Gula Banjaratma. Ia hidup di masa semangat anti Belanda yang sangat luas.
Anti Belanda ini diwujudkan sebuah perlawanan yang dikenal sebagai Peristiwa Tiga Daerah yaitu revolusi yang terjadi diwilayah Brebes, Tegal, dan Pemalang. Di siniah kisah miris Yolanda dengan tragedi pembantaiannya terjadi.
Ada hal penting yang dicapai disini. Bukan hanya untuk istirahat, Anda pun bisa merasakan suasana seolah sedang wisata menembus lorong waktu di era kolonial, bangunan tua sarat nilai sejarah yang turut mewarnai perjalanan panjang industri gula nusantara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H