Mohon tunggu...
Roni DwiRisdianto
Roni DwiRisdianto Mohon Tunggu... Penulis - Seri pertama Bondan dalam judul Langit-Hitam-Majapahit telah tayangbdalam jaringan. Berlatar belakang Majapahit pada masa Jayanegara. Penulis berdomisili di Surabaya.

www.tansaheling.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ia Bernama Sanumerta 5

18 Juli 2019   14:10 Diperbarui: 18 Juli 2019   14:24 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kemarilah, lelaki perindu wanita! Kau dan aku adalah pendosa tiada tara." Sanumerta luluh. Kebutuhan jasad menuntut penuntasan. Merampok bukan pekerjaan mudah, katanya. Mencuri adalah perbuatan dosa, menurutnya.

Maka belati disiapkan. Hari terlalu pagi untuk menjadi saksi ketika darah kembali mengalir. Pemuas dengan nomer urut menuju belasan telah tuntas!

"Binal yang menggairahkan!" desis Sanumerta. Puas!

Sungai yang tak begitu lebar dipandangnya sebagai pemakaman yang lumrah.

Berguncang angkasa ketika malaikat penghuni langit memadu kata.

"Dua, tiga, empat...delapan," Menyala tatap mata malaikat penyanggah jagad raya. Geram suara penuh gelora.

"Pergilah!" Gelegar tanpa tutur mengguncang dinding semesta.

"Aku lakukan apa terhadapnya?"

"Lakukan saja yang kau suka bila kau lebih baik darinya."

Penjaga langit menggelepar dengan rona wajah membara. Memasung marah dalam ledak cemeti bertangkai palung samudera. Lalu mereka memilih untuk membeku!

Sanumerta tengadah wajah. Ia tidak melihat murka. Dan ia tidak terlihat marah.

Di sebuah pemukiman, ia duduk di bawah pohon bidara.  Mengangkat dada saat alim menyapa.

"Kau, siapa?"

"Sanumerta." Kemudian, tanpa diminta,  ia berkisah tentang hidupnya. Tentang rumput yang enggan bertegur sapa. Tentang udara panas yang menyapu wajah. Ia mengabarkan setiap jengkal dari tanjakan dan turunan yang telah dilewati.

Orang alim menunduk lalu berkata, "Aku tidak melihat cinta di dalam sinar matamu. Aku sedang berbicara di depan gerbang kematian dengan telaga kering yang berada dibaliknya. Telaga yang hanya berisi belulang dan garis-garis tanah yang membujur lintang. Dan aku tahu bila aku melewati gerbang  saat malam menjelang,  itu akan menjadi awal pertemuan dengan sesuatu yang kau katakan sebagai rasa sakit."

"Aku tidak peduli. Saat ini aku terkulai di hadapanmu. Tertembak jatuh oleh sesuatu yang dikatakan orang bernama cinta. Lalu kau bicara tentangnya. Cinta.

Ketahuilah! Kegelapan ada karena kejahatan yang disebabkan oleh cinta." Sanumerta berkata datar. Wajahnya tidak menunjukkan perubahan yang menyiratkan gejolak perasaannya.

Orang alim yang berpakaian coklat itu kemudian menggetarkan bibirnya, "Angin berdesah melewatiku dan aku tahu kau tidak memiliki belas kasih, lalu kau bicara seperti itu padaku. Hari ini.

Orang yang tidak mempunyai belas kasih dan menyimpan cinta dalam hatinya, sebenarnya ia tengah menempuh perjalanan panjang. Sebuah lorong kelam yang harus ia lewati tanpa kaki untuk berjalan, tiada tangan untuk memegang dan sayap yang enggan bertumbuh."

Sanumerta berpaling. Ia mendengus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun