"Kemarilah, lelaki perindu wanita! Kau dan aku adalah pendosa tiada tara." Sanumerta luluh. Kebutuhan jasad menuntut penuntasan. Merampok bukan pekerjaan mudah, katanya. Mencuri adalah perbuatan dosa, menurutnya.
Maka belati disiapkan. Hari terlalu pagi untuk menjadi saksi ketika darah kembali mengalir. Pemuas dengan nomer urut menuju belasan telah tuntas!
"Binal yang menggairahkan!" desis Sanumerta. Puas!
Sungai yang tak begitu lebar dipandangnya sebagai pemakaman yang lumrah.
Berguncang angkasa ketika malaikat penghuni langit memadu kata.
"Dua, tiga, empat...delapan," Menyala tatap mata malaikat penyanggah jagad raya. Geram suara penuh gelora.
"Pergilah!" Gelegar tanpa tutur mengguncang dinding semesta.
"Aku lakukan apa terhadapnya?"
"Lakukan saja yang kau suka bila kau lebih baik darinya."
Penjaga langit menggelepar dengan rona wajah membara. Memasung marah dalam ledak cemeti bertangkai palung samudera. Lalu mereka memilih untuk membeku!
Sanumerta tengadah wajah. Ia tidak melihat murka. Dan ia tidak terlihat marah.