Mohon tunggu...
Nyi Ismayawati
Nyi Ismayawati Mohon Tunggu... Buruh - Urip sakmadya

Ngupaya upa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[Street Photography] Emak-emak Pergi Melayat

15 November 2020   11:25 Diperbarui: 15 November 2020   11:36 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Yu Nah..... Jadi ikut melayat Mbok Jah?" ajak Bik Rupi'ah pada Bik Sujinah.

"Ya ikut ta... Sabar ta, sebentar aku mau ganti baju dulu," jawab Bik Sujinah sambil bergegas ganti pakaian karena baru saja pulang dari sawah sekedar memetik kacang panjang untuk sayur oseng-oseng.

"Ku tunggu di depan rumahku ya?"

Lima belas menit kemudian Bik Sujinah pun datang dan tampak lebih rapi dari biasanya. Spontan para emak-emak yang sudah lama kepanasan menunggu di bak pikep terbuka langsung berkomentar macam-macam.

"Owalah yu... yu.... Mau melayat saja kok bengesan (pakai lipstick) dulu. Siapa sih yang diuber?"

"Kang Kabul," seru Mbak Sri.

"Jangan! Sudah tua," seru Yu Sriamah langsung disambut gelak tawa emak-emak yang lain.

Bik Sujinah, janda setengah tua itu hanya tersenyum saja tanpa merasa sakit hati.

"Kalau begitu siapa yang cocok?" kembali Mbak Sri memancing.

"Cak Kartono saja biar dijadikan isteri ketiga," jawab Yu Ngatinem merajuk pada seorang blantik sapi yang merupakan playboy desa.  

"Wegah ah! Tiwas dadi mala! ( Ogah ah! Membuat petaka! )" jawab Bik Sujinah sambil naik bak pikep lewat ban belakang. Lalu tanpa malu-malu sebelum duduk ia minta difoto dulu.

"Wiiiss(sudah)..... jangan mejeng saja!" seru seorang emak.

Setelah Bik Sujinah duduk, pikep terbuka itu pun berangkat ke sebuah desa untuk melayat seorang pedagang di Pasar Pon yang meninggal tadi pagi. Tanpa mempedulikan cuaca yang gerah karena hari ini cukup terang.

Foto sendiri.
Foto sendiri.
Foto sendiri.
Foto sendiri.
Foto sendiri.
Foto sendiri.
Foto sendiri.
Foto sendiri.
0 0 0

Itulah secuil gambaran kehidupan wanita di desa. Gambaran yang kadang atau bahkan sering dianggap konyol atau kampungan oleh sebagian wanita atau mereka yang merasa peduli akan kesetaraan gender. Masak wanita sebagai ratu rumahtangga naik bak pikep terbuka? Kok tega suami mereka?  Ini bukanlah gambar ketegaan seorang suami atau kaum pria pada kaum wanita desa. Ini menggambarkan sisi kehidupan sederhana  dalam kebersamaan dan kekerabatan yang menarik dan tak mungkin dipahami orang kota.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun