Berpuluh kali kau pandangi mawar merah yang tumbuh di pinggir pagar depan rumah seakan kau terbuai semerbaknya yang terbawa semilirnya angin dari kebun kering di sebelahnya.
Sesekali kau menyentuh tangkainya dan kau ucapkan satu kata, indah. Lalu kau lepaskan begitu saja dan mematahkan sehelai daun bunga yang terkulai tak berdaya.
Kupu pun enggan hinggap menghisap madu mawar tak berduri yang kini terkulai. Gerimis pun tak mampu lagi membuatnya kembali berseri sekali pun mentari pagi menyinarinya.
Gugurlah setangkai mawar di halaman rumahku seturut kepergianmu seperti badai di awal November.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H